DGMM: 22

1.7K 287 42
                                    

Sebelum mulai, pastikan sudah Vote jika perlu Comment sebagai wujud apresiasi kalian untuk cerita kali ini.

Sebelum mulai, pastikan sudah Vote jika perlu Comment sebagai wujud apresiasi kalian untuk cerita kali ini

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Huang Milan

"Daddy belum pulang juga ya," sendu Hakkun di pangkuanku. Aku menyembunyikan senyumku yang malu. Entah kenapa setiap seseorang menyebut nama Taeil, aku jadi merasa sangat malu.

"Daddy sedang terbang di langit," kata Ahin dengan nada candaan, berusaha membuat Hakkun untuk tertawa sebelum tidur.

Mereka berdua tidak mau tidur selain aku yang mengawasi mereka sampai tertidur. Padahal keduanya sudah punya baby sitter masing-masing.

Aku menarik selimut mereka sebatas dada, lalu mematikan lampu kamar dan hanya menyisakan cahaya lampu tidur yang remang-remang terletak di atas nakas samping ranjang.

"Aunty nyanyikan lulaby boleh?" tanya Hakkun

Seketika aku diam terpaku. Memikirkan lagu pengantar tidur yang cocok untuk suasana hati mereka saat ini. Sungguh aku sangat lemah dalam bernyanyi.

Aku duduk di tepi ranjang Hakkun sambil mulai menepuk-tepuk bokongnya. Kutarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"The other night, dear

As I lay sleeping
I dreamed I held you, in my arms
When I awoke, dear
I was mistaken
So I hung my head and I cried

...You are my sunshine
My only sunshine
You make me happy
When skies are gray
You'll never know, dear
How much I love you
Please don't take my sunshine away."

Aku berhenti bernyanyi saat di rasa mereka sudah terlelap ke dalam mimpi. Pipi gembul Hakkun yang terjatuh ke atas bantal memaksaku untuk menciumnya. Kucium kedua pipi Hakkun dan Ahin secara bergantian, lalu meninggalkan mereka berdua di kamar.

Aku menutup pelan-pelan pintu kamar agar tidak menimbulkan suara decitan yang mengganggu di telinga. Simulasi mengurus anak-anak. Batin Milan.

━━━━━️°✨•°🦋°•✨°️━━━━━

Taeil melepas sepatu bootsnya dan menata rapi pada rak sepatu di sebelah pintu. "Daddy pulang," seru Taeil dengan nada yang sangat lembut, tahu kalau anak-anaknya pasti sudah tertidur.

Setelah mengganti pakaian kerjanya menjadi piama, ia langsung naik ke lantai atas menuju kamar Hakkun dan Ahin.

Namun dirinya tertahan di depan pintu yang sedikit terbuka. Matanya menangkap sosok wanita yang dia kagumi tengah duduk di tepi ranjang putera kecilnya. Ia terdiam di depan pintu sambil meresapi nyanyian Milan.

Kemudian buru-buru ia menjauhi pintu kamar, turun ke lantai bawah saat Milan berjalan keluar kamar. Taeil panik tidak karuan, takut kalau dia ketahuan sudah mengintipnya.

Suara hentakan kaki Milan semakin mendekati ruang tengah yang dimana Taeil sedang pura-pura membaca majalah.

"Ternyata kamu sudah pulang," kata Milan langsung duduk di lantai dengan kepala yang di sandarkan ke sofa. "Aku sangat lelah," tambah Milan sambil memejamkan matanya.

"Duduk lah di sofa, jangan di lantai," suruh Taeil. Milan mengangguk melaksanakan perintah Taeil.

Hening. Keduanya tidak mengeluarkan suara. Milan yang duduk bersandar santai sambil memejamkan matanya dan Taeil yang berpura-pura membaca majalah, padahal dari balik majalah matanya memperhatikan Milan.

"Anu... Satu lagu mungkin bisa membuat lelahmu luntur. Boleh aku bernyanyi?" tanya Taeil ragu-ragu. Milan mengangguk sambil membulatkan jari telunjuk dan ibu jarinya. "Aku akan mendengarkan nyanyianmu."

Taeil mengambil gitar yang terletak di sudut ruangan bersebelahan dengan piano. Pria ini mulai memetik senar gitar dengan lembut dan mengambil napas dalam-dalam.
"Wise men say... only fools rush in...

But I can't help falling in love... with... you...
Shall... I stay
Would it be... a sin
If I can't help falling in love... with... you..."

Mendadak Milan membulatkan matanya sambil menutup wajahnya. Kenapa Taeil menyanyikan lagu ini? Batin Milan.

Wanita ini mengintip Taeil dari balik tangannya. Hatinya mendadak sejuk melihat wajah tampan Taeil yang sedang memejamkan mata sambil bernyanyi dan memetik lembut senar gitar.

"...Like a river flows, surely to the sea
Darling so it goes
Some things are meant to be
Take my hand... take my whole life too...
For I can't help falling in love... with... you...."

Kemudian nyanyiannya berhenti di susul suara tawa garing Taeil. "Maaf ya aku lupa lirik selanjutnya," kata Taeil sambil menggaruk kepala bagian belakang.

Milan mengangguk dengan jiwa yang masih mengagumi Taeil. "Kenapa harus lagu itu yang kamu nyanyikan?"
"Aku tidak tahu," jawab Taeil.
"Tidak tahu?"

Taeil mengangguk.

"Kamu mau kemana?" tanya Taeil yang melihat pergerakan Milan mendekati pintu utama dengan membawa tas kecil berwarna coklat muda.

Milan mendecak sambil berkacak pinggang. "Mau pulang ke rumah, ini sudah tengah malam. Mau kemana lagi memangnya, huh."

"Eh ma-maksudku, kenapa kamu tidak menginap?"

"Tidak enak aku terus menginap di rumah laki-laki yang tidak punya status apa-apa dengan diriku."

"Maka dari itu, mari perjelas hubungan kita."

"

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.
[The End] Daddy, Give Me Mom ✖ Moon TaeilHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin