t i g a b e l a s

30 8 0
                                    

Angga meringis, merasakan kenangan yang ingin dilupakan kembali berputar dalam kepalanya. "Maaf membuatmu terlibat dalam keributan itu. Dan terima kasih … sudah menyelamatkan mantan pacarku."

Reina terdiam beberapa saat. Dia baru tahu hal ini sekarang. Sudah beberapa bulan mereka mulai dekat, tapi Angga tidak pernah punya inisiatif apa pun untuk membicarakan soal perempuan—terlebih lagi, mantan.

Sekarang Reina jadi tahu kenapa Angga berterimakasih padanya. Namun, ada bagian dari ucapan tadi yang masih membuatnya bingung. Reina mengerutkan dahi, menengok ke arah Angga dengan raut yang sebenarnya tidak terlalu kelihatan perubahannya, hampir datar. "Aku mengerti kenapa kamu berterimakasih. Tapi, kenapa kamu meminta maaf juga?"

Angga terlihat enggan bercerita. Terlihat keraguan dan juga frustrasi di raut wajahnya sebelum membalas, "Sebenarnya, untuk menjelaskan hal itu aku harus menceritakan sedikit tentang keluargaku. Banyak sekali drama memuakkan … aku tidak yakin kamu mau mendengarnya."

Sebenarnya, Reina tidak juga ingin memaksa Angga bercerita jika pemuda itu menolak. Namun melihat ekspresi Angga dari samping saat ini membuat ia tergerak, ia ingin laki-laki itu bercerita padanya—dan mengeluarkan sedikit beban di pundaknya dengan berkeluh kesah. "Ceritakanlah jika kamu ingin, aku akan dengarkan."

Angga menghirup napas, lalu mengeluarkannya perlahan. Dia menutup mata, kedua tangannya menggapai ruang cukup lebar di dekat music stand—tempat meletakkan buku maupun lembaran not musik—dan bersandar di sana. Dengan tubuhnya yang tinggi dan tegap, melakukannya bukanlah hal sulit. Angga memajukan bahu hingga kepalanya bisa bertelungkup di balik lengan, sebelum melirik Reina sedikit.

"Ayahku direktur utama perusahaan belanja yang cukup terkenal di sini—ah, aku menjelaskannya bukan untuk pamer, kamu tahu kan?"

Setelah Reina memberikan anggukan, Angga kembali menghela napas dan menyembunyikan kepalanya di antara lengan, sepertinya tidak ingin Reina melihat ekspresinya. "Yah, kamu tahulah kalau sudah begitu. Ayahku jadi jarang pulang, sibuk mengembangkan kerja sama hingga keluar provinsi. Dan kalaupun di rumah, kerjanya hanya membuat kesal. Dia selalu menginginkan aku dan adikku mengikuti jejaknya, mendidik kami dengan ketat hingga bisa membawa nama baik keluarga."

"Oh ya, nama adikku itu—" Angga terlihat menarik napas dan sedikit meringis, "Sena. Gadis yang menamparmu."

Ah … jadi begitu.

Reina mengerjap beberapa kali. Merasa sedikit terkejut, tapi juga mengerti. Ia tidak akan marah pada Angga hanya karena adiknya melakukan hal buruk padanya. Namun, rasanya semua jadi lebih masuk akal sekarang. Kenapa Angga mendekatinya, dan kenapa dia merasa berterimakasih dan merasa bersalah secara bersamaan.

"Selama ini, Sena selalu bergantung padaku karena tidak mendapatkan kasih sayang. Padahal ia gadis yang baik, tapi sikapnya jadi sangat posesif kalau berhubungan dengan orang-orang yang dekat denganku."

Kini Azka menatap ke depan, matanya terlihat kosong. Seperti pikirannya tidak berada di tempat ini. "Setelah aku dekat dengan Sekar, tentu dia marah. Apalagi perhatianku padanya jadi terbagi. Dan ketika tahun ini akhirnya ia masuk kuliah, Sena termakan gosip bohong yang mengatakan bahwa Sekar hanya ingin harta keluargaku."

Reina hanya bisa terdiam. Rasanya sesuatu yang sangat keras sedang menamparnya tepat di wajah, membuat mulutnya tertutup rapat tanpa suara. Sudah cukup lama sejak Angga menawarinya untuk berteman, tapi rasanya Reina tak pernah memberi perhatian pada pemuda itu dengan benar. Ia bahkan tidak tahu apa pun tentang masalah ini sampai Angga sendiri yang bercerita. Reina terus mengelak untuk terlibat, dan terus menatap ke arah bukunya.

Rasanya, Reina terlalu penuh dengan dirinya sendiri.

Mungkin, memang tak salah Reina melakukannya karena tidak ingin mendapatkan luka yang sama. Namun setelah apa yang telah Angga, Dina, bahkan Reihan lakukan demi menariknya pada dunia yang lebih menyenangkan ini, apakah mereka pantas mendapatkan sikap abai dirinya?

Step ForwardWhere stories live. Discover now