s e m b i l a n b e l a s

25 9 0
                                    

Hari itu, Dina tidak hadir lagi. Segera setelah menyelesaikan quiz yang diberikan dosennya, Reina keluar dari kelas dan menuju perpustakaan dengan perasaan cemas yang tidak bisa ditahan lagi. Ia terus berpikiran negatif, membayangkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi pada Dina, dan akhirnya menghela napas saat menyadari ia melakukan hal sia-sia.

Tinggal tiga hari, Reina menyakinkan dirinya sendiri. Kalau Dina tidak juga datang sampai tiga hari ke depan, Reihan berjanji akan membawanya ke kost-an tempatnya tinggal. Tidak ada gunanya memikirkan hal itu sekarang. Ia hanya harus fokus pada belajar, untuk saat ini.

Reina mengeratkan pegangan pada tas ranselnya sembari mengembuskan napas panjang. Ia terhenti tepat di depan pintu masuk perpustakaan saat menyadari suara dering ponselnya berbunyi. Gadis itu mengerutkan dahi, mengambil ponselnya yang berada di dalan tas dan menepi menuju samping gedung itu untuk menerima telepon tanpa membuat keributan.

Setelah melihat nama Dina di layar, tangan Reina dengan cepat menerima telepon. Dadanya berdegup kencang hingga rasanya sulit bernapas. Merasakan sensasi kelegaan yang amat dalam karena akhirnya sahabatnya itu kembali menghubungi.

"Dina?"

"Ah hei, Rei."

Reina bisa merasakan bibirnya tertarik ke atas. Entah kenapa ia bisa merasakan sesuatu telah membaik hanya dengan suara Dina yang lebih jernih. Mengembuskan napas lega, Reina akhirnya menyandarkan tubuhnya pada tembok gedung dan bertanya pendek, "Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa, kok. Cuma ingin bilang, kamu tidak perlu khawatir lagi. Karena besok, aku akan kembali kuliah."

Reina menahan napas saat mendengar suara gadis di ujung telepon. Merasakan sinar matanya melembut dan tertawa tanpa suara. Ia mungkin tidak tahu masalah apa yang menimpa Dina, tapi paling tidak, sepertinya masalah itu telah selesai sekarang.

Mendongak dan menatap langit cerah itu dengan sebuah senyum yang manis, Reina berkata, "Begitu? Bagus. Datanglah lebih cepat dari jadwal. Kamu tidak berpikir tugasmu ikut berhenti saat kamu absen, kan?"

"Astaga …, kamu benar juga. Ada berapa tugas untuk besok?"

Terdengar suara gugup di ujung telepon. Reina menggeleng-gelengkan kepala lalu tersenyum miring, "Dua. Hm … sepertinya tidak akan cukup kalau hanya dikerjakan beberapa jam sebelum kelas dimulai."

Terdengar suara erangan di seberang telepon. Dina panik dan mulai menggumam tidak jelas di sana. Reina merasakan hatinya semakin lega; Dina telah kembali pada dirinya yang biasa.

"Kamu sibuk hari ini? Bagaimana kalau pergi ke perpustakaan saja hari ini untuk mengerjakannya?"

"Baiklah! Aku akan segera ke sana. Tunggu, ya!"

Telepon diputus. Reina segera bangkit dari tempatnya dan menuju ke dalam perpustakaan dengan perasaan yang benar-benar lebih nyaman sekarang. Satu bebannya telah terlepas dan sepertinya ia akan bisa belajar dengan lebih fokus setelah ini.

Setelah meletakkan tas di salah satu kursi perpus, Reina menuju rak-rak buku dan mencari materi yang diperlukan untuk mengerjakan tugas Dina. Lagipula dia telah menyelesaikan tugas miliknya sendiri. Jadi prioritas utamanya sekarang adalah membantu Dina.

Reina terlalu fokus pada kegiatan mencari materinya; melihat dengan teliti judul buku, membaca daftar isinya, dan menumpuk buku itu pada tangan kiri ketika merasa isinya cocok. Ia sama sekali tidak menyadari kalau sudah ada dua orang gadis yang berada beberapa meter di samping kirinya. Mereka sedang berselisih dan saling dorong untuk menentukan siapakah yang akan memanggil Reina.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Step ForwardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang