16 | 25 November 2016☆

99 6 3
                                    

[Halo! Kirito, ha...ha... Ini gawat!]

"Apa maksudmu, Eugeo?" tanya Kirito sedikit mengerutkan alisnya.

[Eh! Ha.. Ha.. Kami sedang terkepung di rumah tua dekat tempat konser Yuki, apa kau dalam perjalanan ke sini?] tanya balik Eugeo dari seberang sambungan panggilan dengan terengah-engah.

"Belum, aku masih menunggu di depan rumahnya. Memangnya ada apa? Apanya yang gawat?" jawab Kirito menatap ke sekeliling.

Hawa disekitar sedikit aneh, tetapi kali ini tak mengancam sama sekali. Hawa ini...

"Mereka sedang berpencar dimana-mana" gumam Kirito gelap.

[Ya, itu yang sebenarnya. Kau harus memakai kacamata dan sedikit merubah penampilan. Kalau tidak—!?]

"Aku tau" potong Kirito.

Ia masuk dan membuka laci mobil dan mencari kacamata beningnya. Itu bisa sedikit natural dengan penampilannya yang akan sedikit berbeda malam ini.

Walau ancaman mendekat, tetapi Kirito sebisa mungkin harus menghindari segala bentrok.

"Ah... Ketemu"

Sebuah kacamata bisa dengan lensa yang akan merekam dan menampilkan apapun. Bisa dikatakan ini adalah salah satu teknologi masa depan yang hanya dimiliki oleh beberapa orang.

Memakainya dan melihat ke arah rumah feminin Asuna yang berwarna cream suram itu. Dalam pikiran Kirito, ia merasa ada sesuatu yang salah dengan Eiji. Wallau bagitu, pria yang pernah bertemu dengan Asuna dalam audisi teedahulunya memang bertindak secara transparan.

Mengambil nafas dan menatap langit, Kirito melihat sebuah drone terbang di langit Kota Tokyo.

"Apa-apaan itu?" tanyanya dengan tatapan tajam.

Jika ada drone di tempat seperti ini, apa mereka masih bersiaga?

Bisa gawat jika mereka mengenali Kirito dalam tampilan biasa. Oleh karna itu, Kirito memang telah memakai jas dan tatanan rambut yang berbeda. Itu membuat wajah beserta tampilan luarnya benar-benar diganti dengan sosok lelaki idaman yang tampan.

Kembali ke topik, pemuda bermanik obsidian itu berjalan ke halaman depan rumah Asuna. Menatap pintu masuk dan mengangkat tangannya.

Tok! Tok! Tok!

Beberapa menit kemudian, hentakan demi hentakan menginjak lantai dalam rumah Asuna. Dapat dipastikan jika dua pasang hentakan dengan ritme berbeda itu adalah Asuna dan Yukki, si gadis penasaran.

Klek!

Benar saja, Asuna dan Yukki datang dan membukakan pintu. Asuna dengan senyuman merekah di wajahnya. Dan Yukki yang membawa sebuah wajan dan spatula, apa dia berharap untuk bisa memukul seorang panjahat?

Jika iya, Kirito lah penjahatnya.

Mengambil nafas dan membuangnya, "Aku sudah datang" ujar Kirito dengan suara mengema di dalam ruangan.

"Ya, silahkan masuk, Kirito" sahut Asuna ramah.

Sedangkan Yukki, gadis itu mlaah mengacungkan spatula ke arah Kirito. Apa dia sedang miring? Batin Kirito mengerutkan alisnya heran.

"Ada apa, Yukki?" tanya Kirito tak tahan bertanya.

Mengelengkan kepalanya, "Siapa kau?" tanyanya.

"Ha?"

Entah kenapa ada jarum yang menusuk hati Kirito, rasanya sakit.

Pemuda bersurai gelap ity hanya bisa menghela nafas resah. Tenyata penampilan bisa membuat orang bingung.

Menatap biasa Yukki, walau gadis ini ambisius. Tetapi tetap saja, Yukki adalah gadis yang tak akan menatap orang dua kali. Dengan kata lain, dia takkan menatap dengan teliti— sangat teliti orang lain. Walau demi mendapatkan identitas sebenarnya orang lain, termasuk Kirito saat ini.

"Aku Kirigaya Kazuto" jawab Kirito memasuki rumah itu dan melepas sepatu.

"Eh?" kaget Yukki.

Sedangkan sahabat di sampingnya, Asuna hanya bisa tersenyum masam. Kenapa Yukki tidak memperhatikan wajah tak asing lelaki kesukaannya itu?

Di sisi lain, Kirito berjalan ke ruang tamu di rumah Asuna. Gaya penataannya lumayan sederhana, meja dan sofa tertata rapi di depan tv.

Pemuda bersurai gelap itu hanya bisa menghela nafas panjang, rumah gadis yang dekat dengannya memang sepi. Mau bagaimana lagi?

Orang tua Asuna memang sangat jarang pulang, namun keduanya sering memintanya untuk menemani Asuna ketika masih SMP.

"Asuna?" panggil Kirito mengambil remote tv dan menyalakannya.

"Ya" sahut Asuna menatap pemuda yang duduk di sofa itu.

"Hampir jam delapan malam, apa kau dan Yukki bisa mempersiapkan penampilan kalian sekarang?" tanyanya tersenyum lebar.

"Ah! Sebelum kau datang saat kami berniat mandi, jadi sekarang kau bisa menunggu sambil menonton tv" jelas Yukki dengan suara permusuhan.

"He... Baiklah. Silahkan, Nona Jaha—!?"

Buk!

Sebuah bantal melayang dan menapuk wajah tampan— tidak, rata-rata Kirito. Membuat pemuda itu hanya bisa menatap datar.

"Selamat menunggu, tuan sinting!" kesal Yukki menarik Asuna yang hanya bisa tersenyum masam.

Yukki memang tak begitu menyukai keberadaan seorang Kirigaya Kazuto. Ketika ditanya, hanya dijawab jika lelaki ini memiliki aura aneh.

Setelah punggung kedua putri itu hilang, Kirito mengambil ponsel dan menelpon seseorang.

"Halo?"

[Halo! Apa kau telah sampai, kami akhirnya bisa mengalihkan mereka ke kota lain]

"Ah! Syukurlah, sekarang kalian bisa membersihkan mereka dengan bius itu. Tetapi harus nelakukannya di tempat sepi atau hutan" jelas Kirito memainkan remote.

Saluran televisi berhenti di acara berita, sesaat Kiriti mengerutkan alisnya.

"Apa-apaan itu?" tanyanya menatap seorang yang disiarkan di tv rumah Asuna itu.

Seorang gadis dengan wajah datar dan kecantikan bagai malaikat. Tetapi aslinya dia adalah penghuni neraka yang kejam. Gadis dengan surai ungu muda dan kornea mata tajam serasi.

"Bagaimana mungkin dia ada di sini?" tanya Kirito mengigit bibir bawahnya.

Jika gadis itu ada di sini, keadaan akan semakin keruh.

"Quenella Rivolfe, kah? Cih! Apa-apaan maoapetaka itu datang!" gumam kesal pemuda itu mengepalkan tangannya sampai buku-bukunya memutih.

Catatan Penulis:
Hai reader sekalian!^^

Maaf, minggu kemarin nggak bisa update tepat waktu. Kuota data saya limit banget... Dan abis, deh...

Kesampingkan itu, bagaimana kabar kalian?

Saya harap nggak marah karna saya nggak up minggu kemarin, lho!^^

Jangan lupa di vote (★), saran dan kritik serta komentar^^

Salam hangat,
Imadiaz Harukou

AIID : My Instrument To YouWhere stories live. Discover now