08. "Can we begin again?"

1.9K 209 5
                                    


mohon. mohon. mohon. baca chapter delapan sambil dengerin youtube videonya ya! demi kelancaran pesan yang ingit author sampaikan, terima kasih.

*****

02.47 am
Bangkok, Thailand

A years ago...

"Bright? Kau sudah pulang?"

Remaja sembilan belas tahun itu menutup pintu rumahnya pelan, menatap sendu wanita paruh baya yang menyambutnya pulang. Alih-alih menyuruh membersihkan diri seperti biasa, wanita paruh baya itu tersenyum lembut.

Membuka tangannya penuh kasih sayang, "Kemari, lah, Bright."

Air matanya yang mengering kembali mengalir. Bright lupa kapan terakhir kali ia memeluk ibunya. Tubuh lelahnya melangkah perlahan sebelum membungkuk dan menyandarkan lelahnya. Menikmati hangatnya pelukan seorang ibu.

"Tidak apa-apa, sayang. Semua akan baik-baik saja pada waktunya."

Bright terisak dengan bahu berguncang pelan. Perasaan bersalah merengkuh hatinya erat. Matanya melirik punggung tangannya yang lebam, kemudian memeluk erat ibunya. Entah berapa lama dekapan itu berlangsung, Bright masih merasakan usapan halus di punggungnya.

Melepaskan dekapannya, Bright membiarkan jemari halus ibunya menghapus air matanya. Hatinya merasa tenang melihat wajah ibunya. Setelah berkata Bright dapat bercerita kapan saja, Bright pamit ke kamar.

Sesaat pintu kamarnya tertutup, Bright menghempaskan tubuhnya ke pintu. Lututnya yang terasa lemas tidak lagi kuat menopang tubuhnya. Bright menekuk lututnya, membenamkan kepalanya dan membiarkan air matanya kembali mengalir.

Tidak ada isakan, tidak ada ekspresi, Bright hanya diam dalam kegelapan kamarnya. Merangkak naik ke kasur empuknya, Bright menarik selimut putih dan menyembunyikan badannya sampai leher. Matanya perih tapi ia tidak tahu bagaimana agar mereka berhenti mengalir.

Malam itu, hingga saat ini, tidak ada satu orang pun yang tahu sebanyak apa air mata Bright Vachirawit yang mengalir.

"Maaf... Win," bisik Bright sebelum kesadarannya menipis dan Bright terbangun dengan sekujur tubuhnya yang panas.

Ia jatuh sakit.

*****

The River Thames
London, UK

Kapal berhenti tidak jauh dari Tower Bridge, para pengunjung berlomba keluar untuk mengabadikan momen saat itu. Bising pekikan senang, decakan kagum, flash yang berlomba-lomba menusuk mata. Saat semua orang sibuk menikmati pemberhentian kapal, Win termangu dengan tubuh yang kaku.

Ia tidak menyangka jika Bright sudah memiliki rasa itu sejak lama. Sejak Win menemukan pemilik bola mata hitam legam dari balik tirai kamarnya, Win tidak pernah tahu senyum hangat yang dilemparnya menjadi pembuka pintu hati seorang Bright Vachirawit, pria tampan yang sekarang menunduk dalam.

"A-aku jujur tidak tahu mengapa aku memukulmu malam itu," Bright meringis saat kuku panjangnya melukai kulitnya, ia terlalu gugup, "Aku menyesali perbuatan itu seumur hidupku. Percaya, lah."

"Kenapa kau marah aku membalas ciuman pertama kita, huh?"

Bright melirik sekilas wajah Win sebelum kembali menatap sungai yang damai. Ia menarik nafas dalam-dalam dulu sebelum menegapkan punggung dan mencoba memberanikan dirinya. Ini pertama kalinya ia bercerita tentang hal yang benar-benar pribadi.

Through & Through [REVISION]Where stories live. Discover now