18. "For God sake, stop acting like a child!"

1.1K 130 1
                                    

Bangkok, Thailand

Januari 30, 20XX

     "Berlebihan kau bilang?"

     "Win, aku bahkan lupa menceritakan tentang Dylan saat bersamamu!"

     "Lalu kenapa memperhatikan bibirnya, huh?"

     "Aku. Tidak. Memperhatikan. Bibirnya. Demi Tuhan, berhenti bersikap seperti anak kecil, Win. Aku dan Dylan hanya sebatas teman. Dylan bahkan tahu kau adalah kekasihku!"

    "Anak kecil, katamu?"

     "Tidak. Bukan itu maksud-"

     "Kau tahu seberapa khawatir aku menunggu kabarmu setiap hari? Menunggu panggilan darimu! Tidak tahu apa yang kau lakukan jauh disana dan tiba-tiba aku melihat kau bersama pria bernama Dylan itu!"

     "Win, kumohon dengarkan penjelasanku."

     "Sekarang aku tidak punya hak untuk cemburu? Lucu sekali, Bright."

     "Tidak- maksudku tentu saja kau-"

     "Sudahlah, Bright. Aku lelah."

     "Metawin-"

     Win melempar ponselnya ke kasur setelah memutuskan panggilan sepihak. Jemarinya memijat kepalanya yang terasa sangat pening. Jarum jam menunjukan pukul sebelas malam, Win baru saja pulang dari hotel tempat mereka makan malam.

     Melepas blazer putihnya, Win bangkit berdiri lalu melangkah memasuki rumahnya yang kosong. Melepaskan pakaian dan menyisakan celana pendek selututnya. Air dingin kolam renang dan angin malam Bangkok menyambut tubuh polosnya.

     Byurrr!

     Win selalu menyukai berenang di malam hari. Rasanya seperti menenggelamkan beban dan hal-hal yang mengusiknya. Menarik nafas dalam, Win membawa tubuhnya ke dasar kolam. Menenggelamkan tubuh jangkungnya ke dalam air.

     Sejujurnya, Win merasa bersalah.

     Ingatannya tertarik pada saat bibirnya menyentuh bibir Pluem. Tentu saja Bright tidak tahu insiden itu. Win tidak siap memberitahu Bright. Ia bahkan tidak tahu apakah akan memberi tahu Bright atau tidak.

     Memang tidak masuk akal, tapi Win membayangkan Pluem sebagai Bright saat itu. Ini hampir sebulan sejak terakhir kali Win membawa Bright dalam dekapannya. Kesibukan pria itu merebut Bright dari Win.

      Win tahu yang Bright lakukan untuk dirinya juga. Tapi bisakah mereka berbicara setidaknya tidak hanya lima belas menit. Win merindukan Bright yang menceritakan hari-harinya. Bahkan otaknya tidak ingat kapan terakhir kali mendengar tawa Bright.

     Ia hanya takut kehilangan Bright.

     Win takut kehilangan Bright.

     "Hhhh...."

     Menarik tubuhnya ke pinggir kolam, Win menarik nafasnya dalam-dalam. Ini gila, berenang tidak juga memulihkan emosinya. Mata sayunya menatap langit Bangkok yang dipenuhi awan gelap.

     "Dasar bodoh," Win berbisik. "Mereka hanya berangkulan dan kamu marah padanya, Win."

     Win berbicara pada dirinya sendiri kemudian tertawa pelan. Membawa tubuhnya mengambang di air.

     "Kamu mencium temanmu sendiri. Bahkan, Bright tidak mengetahuinya."

     Egois.

     Win memang egois.

Through & Through [REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang