29. "Take a rest, Win."

1.8K 143 1
                                    


Bug!

Win meringis saat tubuhnya membentur tanah dengan keras. Kepalanya berdenyut, pandangannya ikut memburam.

"Hal selalu mudah bagimu, bukan, Win?"

Kening Win berkerut dalam melihat bayangan Dylan yang semakin jelas. Pria dengan beanie hitam itu menunduk menatapnya rendah.

"Kembali lalu menjelaskan semuanya pada Bright. Memasang wajah menyedihkan dan menangis layaknya anak kecil. Mudah bukan, Win?"

"Apa yang kau bicara- Argh!"

Dylan mendengus melihat darah Win yang terciprat di tangannya. "Kau tahu, brengsek.

"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Sehancur apa Bright saat kau tidak lagi disisinya. Amukan dan jeritannya. Semua itu tidak akan hilang dari ingatanku, bajingan."

Win menelan salivanya.

Menatap tepat manik mata Dylan.

"Apa yang anak buahmu laporkan? Bright baik-baik saja? Ya?" Dylan mengeratkan cengkramannya di rahang Win, membuat Win terbatuk.

"Tidak becus! Seharusnya kau tidak usah kembali! Bright nyaris terbiasa hidup tanpamu, Metawin!"

"Dylan..."

Brak!

"Jangan sentuh aku."

"Kumohon-"

"Menyedihkan sekali. Pengusaha besar yang terpandang mengemis di kakiku. Lupakanlah, Win. Pada akhirnya kau akan pergi lagi, kan."

Kepala Win berdenyut bukan main. Lebam di pipinya tidak lagi terasa perih. Win menatap punggung Dylan yang menjauh.

Terbatuk, Win dapat merasakan darah kental yang meresap di salju. Sebelum kesadarannya menghilang sempurna, Win mendengar suara samar memanggil namanya.

"Metawinnn!"

*****


"Win? Kau baik-baik saja?"

Tepukan halus di pipi Win menjadi hal pertama yang Win rasakan. Sepasang mata cokelat jernih itu terbuka. Menemukan Bright yang menatapnya dengan wajah khawatir.

"Bangun, lah. Aku membuat cokelat hangat untukmu."

"Kita dimana?"

"Flatku. Tidak ingat?"

Win meneguk cokelat hangatnya. Membiarkan Bright mengusap rambut cokelatnya lembut.

"Salju turun dengan deras."

Win ikut menoleh pada jendela kamarnya yang dihias salju. "Kau menyukai mereka?"

"Tidak."

Alis Win terangkat.

"Mereka hanya indah dari jauh. Salju bisa membekukan dan membunuh. Mempersulit pekerjaan manusia. Aku tidak menyukai mereka."

"Dulu kamu bilang bagian terbaik dari Eropa adalah saljunya, Bright."

"Tidak lagi, Metawin. Aku mulai membenci mereka."

"Kenapa memilih kembali ke Eropa?"

"Eropa adalah aku, Win."

Bright menatap embun di kaca kamarnya. Mengingat semua hal yang pernah terjadi di dalam ruangan itu.

"Semi atau gugur, dingin Eropa tetap mencengkram. Matahari di musim panas sebatas hiasan. Menerangi tapi tidak mampu menghangatkan. Eropa mencerminkan diriku, kau tahu?"

Through & Through [REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang