Place, Akashi's Mansion

1.3K 140 74
                                    

Sudah terhitung sebulan lamanya Tetsuya bekerja di pub itu. Hari ini, dia libur. Libur karena pub itu akan ditutup pula hari ini. Alasannya? Tetsuya juga tidak tahu menahu soal itu. Hal itu pula yang menyebabkan kegembiraan di hati Tetsuya hari ini.

Libur. Itu artinya, dia bisa menghabiskan waktunya bersama Gaara juga teman-temannya. Mengganti waktu yang seharusnya ia gunakan untuk berkunjung ke rumah Gaara dengan kedua sahabatnya yang lain.

Pagi ini, pagi yang seringkali didambakan Tetsuya. Pagi yang hening, tenang, dan hanya dipenuhi kicauan burung. Buku pada tangannya tersampul dengan rapi dan terlihat begitu terjaga.

"Apa yang kau baca?" tanya seseorang.

Tetsuya mengenal suara ini. Suara serak yang khas. Matanya berpaling dari buku yang dibacanya menuju ke sosok bersurai hijau dengan warna emerald yang indah terpatri di maniknya.

"Midorima-kun," gumamnya ragu.

Tangan panjang lelaki itu menyentuh pipinya lembut, tubuh Tetsuya bergidik ngeri merasakan sentuhan itu. Tubuhnya meremang, rasa panas menjalarinya. Sesegera mungkin, ia menampik tangan berbalut perban itu.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Midorima Shintaro, seorang keturunan satu-satunya keluarga Midorima, menginginkannya. Mengejarnya meski dengan paksaan sekalipun. Ah, bukan. Bukan mengejar secara terang-terangan, tapi itu terlihat jelas. Tentu, karena sifat tsunderenya yang terlihat jelas tiap kali bersangkutan dengan Tetsuya. Ingin khawatir, namun selalu ia tampik dengan kata 'ini tidak seperti...' atau 'bukannya aku peduli... " atau bahkan lainnya.

Dan hal yang sama berlaku bagi Tetsuya. Rahasia umum jika Tetsuya akan selalu blak-blakan menolak Shintaro. Bahkan tak segan-segan menepis sentuhan sekecil apa pun dari lelaki penerima alpha gen berlevel dua ini. Penguasa elemen bumi, seorang lelaki yang menurut Tetsuya memiliki ego tinggi hingga membuatnya muak.

"Kudengar kau sudah resmi menjadi kekasih Gaara sekarang?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat, jelas tak suka.

Akashi Gaara adalah sepupunya. Dia tidak pernah akur dengan Gaara. Meski hanya sekali seumur hidup, dia tidak pernah akur dengan lekaki pemilik mata tosca itu.

"Kenapa kau mengejarku? Takao-kun jauh lebih baik dariku," kata Tetsuya, tidak peduli sama sekaki dengan pertanyaan Shintaro.

"Kau masih tetap membahas anak elang itu," gumam Shintaro, jelas tidak suka.

"Anak elang? Apa kau ayahnya?" tanya Tetsuya dengan suara kecil, menahan tawanya.

"Well, aku tidak perlu lagi mengejarmu," katanya yang membuat Tetsuya tersentak.

Binar di matanya terlihat, membuat Shintaro gemas bukan main. Rasa penasaran melihat reaksi Tetsuya manakala kehilangan Gaara mulai menghantuinya.

"Benarkah? Terimakasih sudah mau mengerti, Midorima-kun," ujar Tetsuya, begitu polos dan lugunya.

"Setidaknya, biarkan aku menyentuhmu sekali," katanya dengan wajah memelas, terlihat dibuat-buat, namun Tetsuya tidak peduli.

Menurut Tetsuya, dengan polosnya, Shintaro memang tidak bisa membuat wajah imut. Itulah alasan ia tidak curiga sedikit pun dengan gerak-gerik Shintaro.

"Baiklah," putus Tetsuya.

Tangan mungilnya menyentuh jemari Shintaro yang sebesar wajahnya. Dia mengarahkan tangan Shintaro pada kepalanya, membiarkan Shintaro mengacak-acak lembut surainya yang sehalus sutra tanpa menyadari tatapan licik lelaki berkacamata itu. Karena, ketika ia menolak seekor elang, ia menarik perhatian seekor singa yang tertidur.

Pain of LoveWhere stories live. Discover now