Chapter 6

232 42 9
                                    

A. N
Hi YUU back! Huaaa Ga kerasa udh jam enam. Eh typo, mksd gue chapter enem! Gilee ga kerasa yaaa.. hahaa btw, terus ikutin cerita ini ya, sori kmren ga updet, soalnya sibuk bnget! Huaaa.

TBC
.....

****

SELAMAT PAGI!!! Hari Selasa yang indah bagi seorang Anindyah Tsania Putri! Dan kalau Dita tau pagi ini, mungkin ia juga bakal lebih senang. Tapi Dyah sengaja tidak memberi tahu Dita, anggap saja itu kejutan sebelum hari ulang tahunnya besok.

Selesai mandi dan sholat shubuh, Dyah langsung menuju dapur. Ia memilih untuk tidak memakai seragam sekolah, karena takut kotor. Kan ia harus bantu masak di dapur.

"Mama!" Panggil Dyah Yang sedikit keras. Rina yang sudah di dapur itu, hanya bisa menggelengkan kepalanya karena tingkah bahagia Dyah itu berlebihan.

"Dyah, kalau bahagia sewajarnya saja, karena itu ga bagus." Ucap Rina saat Dyah sudah berada disampingnya.

"Emang kenapa Ma?"

"Karena terkadang, kebahagiaan yang berlebihan itu yang akan menjadi sebuah kesedihan. Intinya, perbanyak bersyukur saja Dy"

Dyah menelan ludahnya, ia baru sadar kalau rasa senangnya itu berlebihan. "Maaf Ma, Dyah kelepasan."

"Iya gak papa, yuk bantu masak."

Ya ampun, calon Papa. Batin Dyah sambil tersenyum sendiri saat mulai memotong bawang.

=====

Masakan pagi ini sudah siap, Rina dan Dyah menata sangat rapi di atas meja makan. Dyah yang dari tadi cerewet dan harus terlihat perfeksionis hari ini, dan hal itu membuat Rina harus mengiyakan.

Pukul setengah enam, Dyah sudah turun dari kamarnya dengan pakaian yang sudah lengkap. Ah tak lupa Dyah membawa Bobby ke bawah.

Sudah ada Dita, Rina, dan Roy di meja makan. Dyah antusias bahagia melihat pemandangan yang indah pagi ini.

"Pagiiii semuanya!" Seru Dyah sambil menggendong Bobby. Dyah duduk sebelah Dita yang berhadapan langsung dengan Roy. Dengan teliti, Dyah memperhatikan setiap gerak gerik Roy. Sudah pas buat calon ayah. Pikirnya.

"Pagi om! Kenalin, aku Dyah, dan ini Dita. Adik cokelat aku." Kata Dyah memberikan senyum lebar dan memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Sedangkan Dita juga ikut antusias bahagia melihat suasana makan paginya. Dyah meletakkan Bobby di lantai karena takut ganggu sarapan pagi ini.

Dita melihat Roy yang terus tersenyum ramah, seperti Dita mendapatkan kedamaian melihat Roy. "Om,, sering-sering main kesini ya," pinta Dita.

Rina menelan salivanya, setelah ia selesai memberikan nasi pada setiap piring, Rina semakin kehabisan nafas. Karena pagi ini jantungnya berdetak kencang. Padahal udah beranak dua, rasanya ia kembali remaja. Remaja yang berada di posisi gitu, jadi dag dig dug. "Dita, Dyah, langsung makan. Ntar telat." Timpal Rina seraya mengalih topik pembicaraan.

Roy memegang tangan kiri Rina, sudah pasti kedua anaknya melihat itu. Soswit. "Rina gak papa, saya bakalan sering kesini. Dan, ini sarapan yang paling saya rindukan. Salam kenal ya, Dyah dan Dita. Ya udah makan gih. Masakannya enak banget loh," balas Roy yang sudah melahap makanannya, dan semuanya langsung ikut menyantap.

Ah, seperti itu rasanya sarapan bersama sosok figur ayah, tepatnya calon. Bagi Rina, hal ini berat, karena ia harus mempertimbangkan dua hal. Perasaannya dan kedua anaknya, Rina yang masih cukup takut akan kehilangan, dan kedua anaknya yang sudah berharap lebih akan suasana pagi ini.

1KM [TERBIT]Where stories live. Discover now