2.0

5.5K 1.5K 258
                                    

"Luka ini gara-gara gue didorong. Gue hampir jatuh ke jurang apalagi tanahnya licin gara-gara hujan, tapi gue pegangan sama daun. Gue didorong sama siapa gue gak tau." Chan memaparkan penjelasan mengenai luka di pipinya.

Jeongin melipat kedua tangannya di depan dada. "Tapi itu gak bisa jadi bukti kuat kalo lo didorong."

Chan menghirup nafasnya dalam-dalam, menahan emosinya yang ingin meluap. "Lo masih gak percaya? Nih liat."

Chan menunjukkan dengkulnya yang luka. Darahnya bahkan belum mengering, juga ditambah lukanya yang ada di siku tangan kanannya. Ia juga menyibak poni rambutnya, menunjukkan pelipis kanannya yang lecet juga.

"Gue yakin lo gak buta, hehe." kekehnya sarkas.

Jeongin dibuat bungkam karena itu. Ada benarnya juga kalau Chan betul-betul didorong. Tidak mungkin melompat keluar dari jendela lukanya sebanyak itu.

"Jadi, si pelaku itu hampir mau bunuh kak Soobin. Tapi gagal, dan dia kabur lewat jendela. Kak Soobin bilang, waktu pelakunya mau kabur mukanya kegores kaca. Dan di pipi lo sekarang ada goresan itu. Makanya kita langsung curiga. Apalagi lo tadi gak ada di luar bareng yang lain." jelas Jeongin.

Chan mengangguk pelan. "Waktu si Changbin teriak-teriak itu, gue langsung keluar kamar dan keluar lewat pintu belakang. Gue harus secepatnya liat listriknya kenapa bisa mati, biar nanti bisa gue benerin dan kalian gak kesulitan gelap-gelapan gitu. Terus sialnya itu malah hujan, jadi gue kehujanan. Udah gitu susah banget benerin listriknya yang kayaknya sengaja dirusak gitu." Chan menjeda sejenak.

"Terus tiba-tiba gue didorong. Itu yang dorong gue kayaknya niatnya mau jatuhin gue ke jurang, tapi gue langsung pegangan. Gue kira dia bakal berusaha bikin gue jatuh, tapi dia justru langsung kabur gitu aja kayak terburu-buru gitu."

Jeongin menjentikkan jarinya. "Nah! Itu pasti pelakunya!! Eh berarti lo liat dong mukanya kayak apa, atau perawakannya?"

Chan menggeleng tak yakin. "Dia pake masker. Tangannya dibalut sarung tangan yang udah ada darahnya gitu. Tapi gue yakin dia tinggi kok."

Jeongin menghela nafas berat. Padahal tinggal sedikit lagi saja pelakunya bisa tertangkap. Tapi dia gesit sekali.

"Lino." ujar Chan, lalu duduk menyilangkan kakinya. "Gue rasa dia nyimpen suatu hal yang besar."

"Dia ngasih clue."

Chan mendekat penasaran. "Cluenya apa? Kok gue gak tau?"

"CHS. Lo tau maksudnya apa?" tanya Jeongin.

Chan mematung, bahkan tidak berkedip sama sekali. Entah kenapa firasatnya mengarah ke sana.

"Kak?" panggil Jeongin yang melihat Chan sama sekali tidak bergerak.

Chan tersentak kaget di tempatnya, dan mengusap wajahnya gusar. "Gue gak tau ini bener atau nggak, tapi-"

"Lo beneran tau?!" seru Jeongin, memotong ucapan Chan.

"CHS itu.." Chan menggantung kalimatnya, nampak ragu untuk mengatakannya. "B-bukan inisial nama. Tapi itu singkatan dari suatu tempat."

Kening Jeongin mengerut. "Singkatan dari suatu tempat?"

Chan mengangguk kaku. Di pikirannya hanya terlintas satu orang begitu teringat tempat itu.

"Coba lo tanya lagi sama Lino." suruhnya.

"Kamarnya ketutup terus." balas Jeongin.

Chan mendecak. "Ck, tinggal ketuk aja sih ribet amat. Kalo nggak, buka langsung aja sana."

"Hmm yaudahlah." Jeongin melangkah keluar, menghampiri kamar Lino yang masih tertutup.

Ketika tangannya terangkat ingin menyentuh knop pintu, justru ia mengurungkannya karena melihat ada bercak darah disana.

Jeongin mengernyit. Tapi dia tidak sepenakut itu, jadi ia pun langsung membuka pintunya menggunakan bahunya.

Gelap.

Matahari mulai menunjukkan sinarnya sedikit demi sedikit, jadi penerangan di dalam kamar tidak terlalu gelap sekali. Jeongin melangkah masuk, namun sosok yang dipanggil Lino itu tidak ada di dalam kamar maupun di atas kasurnya.

Jeongin bingung kenapa Lino tidak ada? Jendela dipasang teralis, sedangkan pintunya sedari tadi tertutup. Aneh pikirnya.

Ia melangkah mendekati lemari besar didekat ranjang. Tidak tau kenapa, instingnya membawanya kesana. Jeongin nampak ragu, namun ia dengan berani membuka pintu lemari itu.

"Gausah main petak umpet kalo gak ja—WAAAA!!!" teriaknya, lalu lari terbirit-birit keluar dari kamar untuk menghampiri Chan.

"Kenapa?!!" Chan bertanya panik.






















































"KAK LINO DIGANTUNG DI LEMARI, TERUS BIBIRNYA GAK ADA!!"

[2] Alarm | TXT ft. SKZ『√』Where stories live. Discover now