19 : Mereka lagi

144 19 20
                                    


Udara pagi ini terasa begitu segar. Matahari pun bersinar sangat terang di ufuk timur, menyapa Syafira lewat celah-celah gorden yang masih tertutup. Membuatnya terbangun karena sialauannya. Ia terduduk sebentar diatas tempat tidurnya sambil meregangkan otot-otot badannya yang kaku. Syafira tersenyum seketika. Kenapa tidak berolahraga saja?,pikirnya. Ia pun bangkit dari tempat tidurnya pun melangkah mengambil alat olahraga yang disimpan di lemarinya lalu bergegas ke teras depan rumah.

Sampai diteras depan rumah, Syafira meregangkan otot-ototnya terlebih dahulu atau sering disebut pemanasan agar ototnya tidak kaku ketika bergerak. Ia memilih membelakangi matahari agar punggung nya bisa tersinari matahari, sekalian berjemur. Selesai dengan pemanasannya Syafira mengambil alat olahraga miliknya yaitu tali skipping berwarna oranye.

Hanya sekedar skipping kurang lebih setengah jam. Tiba-tiba Adam muncul di teras rumahnya ketika melihat Syafira sedang berolahraga. Syafira belum menyadari jika sedari tadi ada yang melihatnya sedang olahraga pagi karena posisi Syafira sekarang mengarah ke arah terbitnya matahari.


"Hey! Bayi beruang!"

Syafira mendengar panggilan dari Adam, namun Ia tidak ingin menggubrisnya. Lebih baik Ia melanjutkan aktivitasnya sekarang. Lebih bermanfaat, pikirnya.


"Hey! Dipanggil malah ga nyahut!"

Adam berjalan mendekat ke arah Syafira. Ia terus mengamati Syafira yang sedang berolahraga sambil memasukan kedua tangan ke dalam saku trening hitamnya.


"Apa sih Dam! Liat gue lagi olahraga!", balas Syafira sedikit ketus.


Adam berjengit kaget. Bukan sekali dua kali Adam menghadapi Syafira yang seperti ini, tetapi kali ini Adam sedikit kaget. Entahlah. Ada sesuatu yang aneh yang Ia rasakan.


"Elah biasanya gue gangguin juga lu kagak marah.", ucap Adam.



Syafira masih bergeming. Ia terus melompat dengan tangan yang bergerak memutar talinya. Tidak ingin membalas ucapan Adam. Biarkan saja dia seperti patung melihat Syafira sedang berolahraga, nanti juga lelah sendiri.


"Fir ntar ke kampus bareng yuk.", tawar Adam.

Syafira langsung berhenti melompat. Ia menoleh ke arah Adam dan menatapnya. "Bukannya lu nganterin Kak Raisya ke kantornya?. Udah mending sekarang lu anterin aja Kakak gue, gak usah nganter-nganter gue lagi.", balas Syafira.

Syafira harus mengerti sekarang. Ia harus benar-benar menjaga jarak dengan Adam. Ia tidak ingin Kakaknya sedih atau bahkan sakit hati jika melihatnya masih dekat dengan Adam. Syafira juga harus melindungi perasaan Kakaknya.

"Lah gampang ntar abis dari kantornya Raisya gue bisa balik lagi kesini kan jemput lu.", balas Adam tak mau kalah.


"Lama. Makan waktu. Gak usah gue bisa naik ojol.", balas Syafira kali ini benar-benar ketus.

Syafira membereskan alat olahraganya lalu masuk menuju rumahnya menyisakan Adam yang masih berdiri sendirian di depan rumah Syafira.

Adam jadi termenung. Ia melihat perubahan sikap Syafira yang tadinya dekat dengannya, sekarang terlihat menghindar dan menjaga jarak. Semenjak Adam melamar Raisya, tepat pada hari itu dan sampai sekarang Syafira sudah berbeda. Tak ada lagi Syafira yang sering menyapanya, mengobrol atau bahkan bercanda bersama. Tersenyum saja tidak. Malahan seringnya menghindar.

Adam rindu Syafira yang dulu sering manja padanya. Adam rindu Syafira yang dulu sering berceloteh tak henti padanya. Adam rindu Syafira yang dulu setiap malam sebelum tidur mengobrol ringan di balkon keduanya.


temps est révoluKde žijí příběhy. Začni objevovat