Prolog

3.8K 460 14
                                    

Namlea, Buru, 2120.

          Gadis kecil berparas manis terduduk di depan gedung pusat peragaan IPTEK. Kakinya yang menggantung ia goyangkan beberapa kali. Sesering itu pula tersenyum semringah, melihat keceriaan anak-anak seusianya di halaman luas wilayah I Distrik Namlea. Ia takjub pada sekumpulan robot burung yang bisa ditaiki dan berterbangan di udara. Terkesima pada para android¹) yang menemani anak-anak bermain VR.

          Hari ini, tepat tanggal 2 Mei, hari pendidikan nasional. Sang gadis kecil baru pertama kali mengunjungi pameran sebesar ini. Meski ia belum mencicipi wahana yang disediakan, juga tidak berbaur dengan mereka yang berlarian girang, ia tetap merasa senang. Hatinya menghangat. Ia menunggu dengan setia seorang teman, sambil memperkirakan hal-hal apa saja yang akan mereka lakukan di dalam gedung IPTEK nanti.

          "Jangan pegang-pegang sembarangan ya, Dek!"

          Gadis kecil itu menoleh cepat. Dilihatnya ibu paruh baya tergopoh-gopoh memasuki gedung IPTEK. Sedikit ia telengkan kepala seraya menyipit, lantas fokus netranya tertuju pada anak laki-laki yang kira-kira usianya lebih muda darinya, melompat-lompat ringan menuju sisi luar paling ujung dari gedung IPTEK. Anak itu mendekati sekumpulan awan hitam yang membentuk bulatan. Kilatan listrik mengelilingi awan itu.

          Sang gadis kecil mengamati saat si anak laki-laki sudah berjarak kisaran lima meter di hadapan gumpalan awan hitam bermuatan listrik. Ia menelan liur. Mendadak gelisah.

          Gumpalan awan hitam itu tiba-tiba membesar. Si anak laki-laki yang berada di sana, memundurkan langkah perlahan. Lalu bola mata sang gadis kecil menyorot teman yang sudah beberapa menit ditunggunya, berlari-lari riang sambil membawa sesuatu. Ia turut berlari menghampiri sang teman. Panik. Resah. Semua itu tercurah pada mimik wajahnya. Tepat ketika ia menubruk dan memeluk tubuh temannya, ledakan terjadi, membuat mereka terpelanting jauh. Awan hitam menyapu daratan dan muatan listriknya menggetarkan lempeng bumi.

          Ratusan pengunjung panik. Para anak kecil menangis mencari orang tua mereka. Belum sempat keterkejutan itu mereda, ledakan kedua menyusul dengan jangkauan yang lebih luas. Kebakaran terjadi. Manusia tak berdosa tertimpa beton yang seyogyanya sangat kuat pada guncangan apa pun. Lantas sirine nyaring terdengar di mana-mana. Suasana begitu kacau.

          Sementara itu, tubuh gadis kecil tadi membentur keras dinding beton sebuah gedung. Ia merosot jatuh, terasa sakit yang teramat sangat di sekujur tubuh. Perlahan ia membuka mata untuk melihat keadaan sekitar. Untuk memastikan apakah anak laki-laki tadi, temannya, berhasil ia selamatkan. Dalam penglihatan yang redup itu, ia sama sekali tidak bisa memastikan apa pun—kecuali teriakan panik serta sirine yang bersahut-sahutan dan berdengung-degung di telinga. 

          Ia mengerang lemah. Rasa terbakar menjalari punggung hingga lengan. Saat ingin menggerakkan jemari, jari-jari itu kaku. Berat. Seperti benda yang sudah diberikan cairan semen. Lalu pelan-pelan bau timah menguar begitu menyengat, bersamaan dengan munculnya kristal-kristal di bagian tubuh yang terbakar, dan kesadaran gadis kecil itu pun lenyap.



======== Footnote ========

1) Robot yang menyerupai bentuk manusia

                                                                       

KATASTROFEWhere stories live. Discover now