25 | Titik Awal [END]

577 70 0
                                    

Rintik-rintik air berjatuhan dari langit. Pelan dan perlahan ia turun, membasahi puing serta arang yang berserak, menghapus noda-noda merah para pejuang yang gugur di tanah pertiwi. Rintik-rintik itu turun dengan konstan. Tidak deras, tidak pula teramat pelan. Tetumbuhan yang layu menegak karenanya. Mereka seakan hidup kembali setelah mati dalam jangka waktu lama. 

          Usai hujan mereda, hewan-hewan hutan berdengkur dan bercicit. Sahutan dari suara-suara yang menenangkan itu menyambut datangnya sinar cerah yang menyusup di antara dedaunan serta ranting-ranting pohon. Raga-raga yang tergeletak di lahan luas diberikan penghormatan terakhir, sebelum dikuburkan satu per satu pada kawasan pekuburan dekat Distrik Waleman. Lantunan Indonesia Raya bergema. Tangisan haru bercampur sedih mengiringi kepergian mereka. Upacara penaikan bendera merah-putih dilaksanakan setelahnya, dihadiri oleh beberapa pejuang yang tersisa dari berbagai wilayah. 

          Jajaran pejuang BIU berada di barisan paling depan. Rektor mereka, Bille, memberikan simbol penghargaan berupa lambang cengkih yang ia sematkan pada masing-masing pangkal lengan mereka. Karen berada di barisan paling ujung. Setelah lambang cengkih tersemat, Bille menatap intens padanya, menyiratkan perasaan yang bercampur-baur. Lantas ia peluk gadis itu. Ia peluk hangat seraya terpejam.

          "Maaf ...," ujarnya penuh penyesalan. "Maaf yang sebesar-besarnya. Bapak benar-benar bodoh karena tidak memercayai kamu." Suara itu bergetar menandakan tangis sebentar lagi menderai.

          Karen membalas pelukan Bille. Kelopak matanya memanas. Ia sama sekali tak sanggup berbicara. 

          Di belakang lengan yang tengah memeluk itu, Bille menggenggam lambang cengkih terakhir. Ini teruntuk Ray. Seharusnya ia serahkan pada anak itu dan meminta maaf banyak-banyak, tetapi sosok Ray tidak ada di sini. Ia tahu Ray masih hidup. Maka ia genggam kuat lambang itu, akan ia simpan baik-baik sampai dapat menjumpai Ray di kemudian hari. 

          Kini mereka sudah terlepas dari kekangan dan ancaman penjajah, yang menyerang dengan kekuatan di luar batas logika, dan menggugurkan lebih banyak nyawa. Namun, mereka tahu ini bukanlah akhir. Mereka harus memulai semuanya dari awal. Membangun kembali kota yang sudah hancur. Menguatkan kembali pertahanan. Membentuk barisan-barisan pejuang berbekal kemampuan baru untuk lebih siap tempur di kemudian hari. 

          Para pejuang di lapangan itu membubarkan diri menjelang sore. Dengan ditemani oleh Vian serta beberapa petinggi BIU terutama Bille, Karen sempatkan waktu mengunjungi makam Teddy dan Irene. Mereka letakkan setangkai krisan putih pada masing-masing pusara. Mereka panjatkan doa, meminta pengampunan serta ketenangan pada Sang Kuasa atas jiwa kedua orang ini di alam sana. 

          Mata Bille berkaca-kaca kala menatap nisan Irene. Gadis yang sudah ia jaga selama bertahun-tahun. Yang sudah ia anggap sebagai cucu sendiri. Yang sudah melindungi negara melampaui ekspektasinya, melampaui keberanian yang sebelumnya tidak dimiliki gadis itu. Ia tutupi wajah dengan sebelah tangan. Berusaha kuat menahan isakan.

          Karen dan Vian beranjak ke Hutan Kayeli ketika semburat jingga masih bersinar di atas sana. Tetumbuhan di hutan ini sudah kembali, tidak lagi artifisial, tidak lagi bercampur dengan bahan kimia. Karen bahkan menghirup udara dalam-dalam demi merasakan segarnya atmosfer. Nyanyian serangga-serangga hutan menambahkan ketenangan baginya.

          Mereka berpisah setelah Karen memutuskan untuk segera mendatangi Lamahang. Sudah tidak ada lagi yang berjaga pada dua pintu gerbang di sana. Dan, ia dapat memasuki wilayah karantina tanpa halangan. Berdiri depan pintu rumah di mana Amabea Luksita dirawat, ia merenung sejenak dengan tangan terangkat di udara, hendak membuka pintu tetapi ia belum siap. Dadanya berdebar-debar. Hatinya penuh akan harapan. Setelah memantapkan diri, ia raih gagang pintu, mendorongnya hingga pintu terbuka. 

KATASTROFEWhere stories live. Discover now