20 | Intai

189 64 2
                                    

Sinar pagi mulai menyelimuti Lamahang. Teddie menjatuhkan dirinya pada lahan parkir di antara gedung-gedung usang, berselimutkan rerumputan kotor yang lebih cocok dianggap sebagai lumut. Dadanya naik-turun selagi mengatur napas terengah. Ia pejamkan mata demi menikmati udara pagi. Meski Lamahang tidak memiliki persediaan oksigen yang segar, dengan kebebasan seperti ini saja sudah membuat Teddie senang. 

          "Jangan kelamaan di luar. Bisa-bisa kamu jadi umpan empuk buat penguntit."

          Teddie membuka matanya dan sekumpulan burung melintas jauh di langit. Ia bangkit perlahan. Dengan posisi duduk, ia melihat keadaan sekeliling. Apa tidak bisa ia istirahat sebentar dan menikmati kebebasan? Sedetik kemudian Teddie berpikir bahwa memang seharusnya begitu. Jangan harap ada waktu istirahat jika masih dihantui oleh kehadiran musuh. 

          Sebetulnya ia sedang amat lelah. Ia turuti keinginan Karen untuk mengikuti mobil si penculik, semalaman. Sekali lagi. Mobil si penculik. Teddie belum pernah melakukan hal heroik sebelumnya seperti mematai-matai penculik untuk meringkus mereka. Menggunakan bom kecil untuk meledakkan mobil penculik saja sudah membuat ia ketakutan setengah mati. 

          Dan sekarang, di sinilah ia, kembali ke habitat yang seharusnya—Kawasan Lindung Lamahang. Bukan sebagai Teddie biasa yang mengais puing-puing bangunan untuk dijual kemudian dirundung oleh sekumpulan preman, melainkan Teddie yang akan melakukan aksi heroik. 

          Ia embuskan napas berat atas kenyataan itu. 

          Teddie beranjak masuk ke gedung di belakangnya. Di dalam sana, Karen sedang mengelap banyak senjata yang dicuri dari BIU. Entah kenapa Teddie merasa kata 'mencuri' lebih tepat lantaran Karen mengambilnya diam-diam dan dengan gelagat seperti penyamun. Beberapa di antaranya saja ada yang tidak begitu Karen mengerti cara menggunakannya saat pertama kali dipakai. Kalau sekarang, karena gadis itu tekun mencoba, jadi sudah cukup mahir. Teddie sendiri pun jadi tahu berbagai jenis senjata yang menurutnya asing itu. Tapi dari segi fungsinya saja. Ia tak pandai menghafal nama-nama senjata yang susah itu. 

          Ia perhatikan pangkal lengan kiri Karen yang dibalut perban. Juga beberapa luka kecil lainnya. Tanpa banyak bertanya, ia berspekulasi bahwa pasti kejadian semalam yang memberikan hadiah di tubuh gadis itu.

          "Kamu seorang cyboarg," Karen berucap setelah menyadari kehadiran Teddie, tanpa mengalihkan perhatian dari senjatanya, "berarti kamu pernah terjangkit kinetoksis?"

          Teddie merenung. Jika ditanya seperti itu sebetulnya Teddie tidak yakin. Tak pernah ada cyboarg yang ingat masa lalu mereka kala masih menjadi manusia seutuhnya. Tapi ia tahu yang Karen tanyakan bukanlah ingatannya mengenai kejadian itu, melainkan ingatannya atas informasi yang ia curi dengar dari si penculik. 

          "Kalau nggak salah dengar, saya ... orang pertama yang terkena patogen itu." Karen hentikan sebentar gerakan tangannya yang mengelap sejenis pistol, lantas melirik Teddie. "Sekaligus orang pertama, yang jadi objek percobaan penyembuhan kinetoksis dengan Kristal Velositi. Tapi nggak tau kenapa, saya malah jadi cyboarg begini."

          Teddie mendekat. Ia ambil benda panjang seperti pedang listrik dari meja Karen, sementara gadis itu mengamatinya. 

          Wajah Teddie terlihat begitu muda seperti anak-anak. Tubuhnya pun kecil nan ringkih, dengan jakun yang hanya menonjol sedikit, persis remaja tanggung. Karen sampai mengira usia Teddie kisaran 11-13 tahun. Jika penyintas pertama, maka seharusnya saat ini umur Teddie sudah dewasa. Kinetoksis pertama kali muncul kisaran lima belas tahun lalu. Boro-boro dijadikan cyboarg sejak masih dalam kandungan. Anak berusia di bawah tiga tahun saja hanya bisa bertahan satu hari jika sudah terpapar kinetoksis. 

KATASTROFEWhere stories live. Discover now