6 | Menjelajahi BIU

420 102 3
                                    

Tur keliling universitas dimulai dari lantai menara paling dasar. Sebelumnya, saat pertama kali memasuki menara, Ray memijaki sisi utara saja, wilayah terdekat dengan pintu utama menara. Tak disangka bangunan yang diberi nama 'menara' ini begitu luas, terutama di wilayah selatan yang memiliki tampilan agak berbeda dengan bagian utara. Di utara suasananya terasa lebih formal, kaku, hanya terdiri dari lobi luas serta sofa-sofa kosong ditambah tangga besar di kedua sisinya. Tidak ada bedanya dengan lobi rektorat di universitas mana pun. Sedangkan pada wilayah selatan .... 

          Ray memandang kagum situasi serta atmosfer di sini. Di depannya, Karen memimpin perjalanan sambil menjelaskan ruang-ruang serta benda-benda yang mereka lewati.

          Banyak android berlalu-lalang. Beberapa di antaranya mengikuti langkah dosen sambil mengeluarkan apa saja yang dibutuhkan. Para mahasiswi bercengkerama dengan mengenakan pallent glasses11) hingga membuat mereka seolah berada di tempat lain sesuai perintah otak. Pallent glasses hanya bisa digunakan pada menara lantai dasar, di ruangan khusus, dan tempat yang mereka pikirkan itu terefleksi oleh monitor yang menempeli permukaan luar ruangan tersebut. Ada pula yang betah berjalan-jalan sambil tetap serius menatap layar hologram dari jam tangannya.

          Pada tiap dua puluh kaki terdapat di lantai dasar itu, terdapat lima bulatan besar yang terdiri atas sekumpulan asap. Permukaannya dikelilingi aliran listrik berwarna ungu, seolah siap menyengat siapa pun yang menyentuhnya. Ray penasaran. Sekilas merasa pernah melihat sesuatu seperti itu. Namun, saat ingin bertanya pada Karen, matanya segera teralihkan dengan hal lain. Ia mendongak. Ruang-ruang bola kaca beterbangan di atas kepalanya. Terlihat para mahasiswa asyik membaca buku di sana. Ia picingkan mata lalu nampaklah sederetan rak buku di dalamnya.

          "Itu perpustakaan mini."

          Ray menurunkan pandangan. Didapatinya sorot mata Karen tetap tajam dengan mimik yang masih sama datarnya, menujukan netra itu ke atas sana.

          "Orang-orang biasa menyingkatnya jadi permini. Cuma disediakan khusus untuk riset mahasiswa bidang IPTEK." Karen melanjutkan penjelasan.

          "Memangnya, di sini ada berapa bidang?"

          Alih-alih menjawab pertanyaan itu, Karen justru mengedarkan pandangan mencari-cari entah apa. Ia lalu menunjuk ke sebuah meja bar yang dijaga oleh android berseragam barista. "Mau duduk sebentar di sana? Saya mau jawab pertanyaan kamu tapi ini bakal jadi penjelasan yang panjang. Jadi supaya nggak ngantuk, kamu bisa sedikit minum kopi atau apalah sambil makan camilan."

          Ray menelengkan kepala. Ia bersedekap tak terima meski sebenarnya Karen tak bermaksud menyinggung. "Kamu nggak percaya dengan kemampuan fokus saya? Nih ya, walaupun ada lansia yang ngasih ceramah atau kuliah selama lima jam non stop, yang namanya ngantuk itu selalu sungkan ngusik saya." Netra Ray menantang tatapan tajam yang selalu diberikan oleh Karen. Tapi hanya berlangsung sebentar, karena gadis itu segera mengalihkan pandangan. Ray merasa gadis itu sedang menghela napas berat yang nyaris tak terlihat.

          "Jadi Anda mau saya kasih penjelasan sambil tetap berdiri layaknya patung di sini? Yah ... sebetulnya tidak masalah. Tadinya saya mau sekalian ngajak Anda nyicipin menu khas yang cuma dijual di BIU. Ini seringkali jadi perbincangan orang-orang di kota, lho."

          Ray melirik bar yang tadi ditunjuk Karen. Tempatnya memang kecil, tapi ia bisa melihat banyak terpajang makanan serta minuman yang belum pernah ia temui di tempat lain. Ia juga beberapa kali mendengar berita tentang menu-menu itu, jadi ia tahu ucapan Karen tadi tidak dibuat-buat. Tapi ia agak risih dengan betapa formalnya Karen mengganti kata ganti 'anda' padanya. Bagi Ray, itu lebih seperti gertakan. "Okelah." Ia menjeling Karen sekilas. "Teknik persuasi Anda," lantas mengacungkan jempol di depan wajah Karen, "good."

KATASTROFEWhere stories live. Discover now