Part 9 : September (2)

967 175 3
                                    

Xiao Zhan tidak terbiasa dengan gaya hidup barunya yang seperti itu. Dia terhuyung-huyung masuk ke kamar tidur pada malam hari, berbau anggur, namun tetap tidak bisa tidur. Kalaupun dia tertidur, dia bermimpi buruk.

Pagi hari itu dia terbangun dengan kepala pusing, suasana hati marah, dan berjalan tersaruk-saruk menuju ruang tengah. Di sofa panjang, Paul duduk seorang diri, menantinya.
Xiao Zhan termangu bingung.

"Sejak kapan kau ada di sini?"
Dia menghempaskan diri di sofa di hadapan Paul.

"Sudah hampir satu jam."

Xiao Zhan berteriak memanggil Shanshan, minta disiapkan jus lemon, minuman itu biasanya bisa menetralkan efek mabuknya.

"Aku dengar sudah hampir tiga pekan kau sering terbangun pagi hari dalam keadaan mabuk," ujar Paul.

"Siapa yang mengatakannya padamu?"

"Shanshan."

"Ahh seingatku dia seorang pelayan, bukan mata-mata."

"Zhan," sela Paul,  "Sejak kapan kau menganggap aku orang lain? Kau melarikan kesedihan dan rasa frustasimu dengan mabuk."

"Aku hanya bosan. Kau tak bisa selalu berada di sini atau bicara panjang lebar denganku di telepon, mendengarkan ocehan orang yang frustasi, bukankah itu akan membuang waktumu yang berharga?"

Paul menarik nafas.

"Zhan, kau berkeliaran tengah malam dari satu bar ke bar yang lain di seluruh Beijing, membeli anggur-anggur yang terbaik dan mahal. Di masa-masa buruk ini, kau tidak memiliki banyak pemasukan. Dan dengan prinsip serta kepribadianmu, kau tidak mungkin menggunakan uang orang lain. Kau tidak boleh menghabiskan simpananmu."

Xiao Zhan tidak menjawab. Dia berpura-pura memejamkan mata.
"Suatu hari kau akan mengalami krisis keuangan karena kebiasaan baru yang buruk ini. Kau akan menjalani hidup pensiun selamanya."

"Aku tidak sebangkrut itu Paul, kau mengetahuinya lebih baik dariku. Masih ada beberapa perusahaan advertising yang memakai aku sebagai duta merk mereka."

"Mereka akan segera memecatmu jika tahu kau mulai hidup seperti ini. Image mu akan hancur."

Xiao Zhan memaksakan diri tertawa. Dia terkejut mendengar suaranya sendiri, serak dan aneh.

"Lagipula reputasiku sudah jatuh," sahutnya datar dan enteng.

Paul menatapnya dengan pandangan menantang, membuatnya merasa bersalah.
"Aku tidak bermaksud mengacaukan kerja kerasmu membantuku selama ini, tapi aku benar-benar bingung sekarang," lanjutnya lagi.

"Jika kau memang harus jatuh, maka jatuhlah dengan anggun. Tak ada seorangpun yang bisa merusak reputasimu atau menjatuhkanmu, kecuali kau sendiri yang membiarkannya."

Xiao Zhan tidak menjawab, untuk sesaat dalam kekaguman ia menyadari bahwa ucapan Paul benar.

"Kenapa kau harus menghukum dirimu sendiri? Mereka yang seharusnya malu karena melanggar batas. Aku akan berusaha menyelesaikan masalah ini secara hukum."

Xiao Zhan tidak bereaksi, bahkan mungkin ia tidak sadar kalau sedang diajak bicara. Paul menepuk-nepuk bahunya lagi. Merasakan sentuhannya, otot-otot Xiao Zhan mulai mengendur.

"Kau harus menemui dokter," Paul menyarankan.

Tanpa sadar Xiao Zhan mengangguk.

Mereka saling berdiam diri untuk beberapa menit. Xiao Zhan menatap kosong ke atas, mengamati kandelar yang tergantung di langit-langit.

"Zhan, kau ingat penguntit itu? Yang menerobos ke dalam rumah dan memasang kamera pengawas?"

"Ah yaa.. Kenapa dengan dia? Bukankah kau bilang dia tertangkap lalu dibebaskan?"

𝐁𝐋𝐀𝐂𝐊 𝐍𝐨𝐭𝐞𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang