Part 10 : September (3)

982 169 2
                                    

Pagi ini sangat murung. Cuaca suram lembab dan menyesakkan. Untuk kesekian kali, Paul memasuki rumah Xiao Zhan dan ia mendapati Xiao Zhan duduk lesu di ruang tengah sambil bersungut-sungut. Paul bertanya-tanya dalam hati apakah ia mencampurkan opium ke dalam minumannya. Xiao Zhan mengawasi Paul dengan sepasang matanya yang kemerahan efek tidak tidur semalaman.

Mungkin saat itu karena tidak ada orang lain yang bisa menghibur, Xiao Zhan cukup senang dengan kehadiran Paul. Diantara mereka tak ada hubungan yang sentimental, karena itulah Xiao Zhan tidak terseret kemarahan dan rasa kecewa yang timbul dari pengharapan.

Paul menyentuh bahunya lembut.

"Zhan, kau baik-baik saja?"
Pertanyaan bodoh.

Xiao Zhan menyeringai.
"Apa aku terlihat baik?"

"Kau harus memulihkan dirimu. Kau sudah menemui dokter?"

Xiao Zhan mengangguk sambil mendesah malas.

"Apa kata dokter?"

"Dia bilang aku mengalami post traumatik disorder."

Dia berhenti sedetik. Memejamkan mata. "Itu semacam sindrom karena ketegangan, kelelahan dan kecemasan. Dia bilang aku bisa membaik jika santai. Katanya jangan terlalu khawatir."

Xiao Zhan tertawa getir.
"Menyuruh seseorang tenang saat situasi seperti yang kualami, sama saja dengan menyuruh seorang pemabuk berhenti minum."

Paul mengamati Xiao Zhan dengan prihatin.
"Kau harus rutin cek ke dokter. Buatlah janji pertemuan berikutnya."

"Aku tidak sakit," sahut Xiao Zhan setengah menggerutu.
"Aku hanya tidak bisa tidur dengan benar."

"Insomnia?"

"Seperti itulah."

Paul menimbang-nimbang.
"Kau bisa minta resep obat tidur."

"Madam Xia sudah beberapa kali membelikannya untukku."

Paul nampak terkejut.
"Kau masih tidak bisa tidur?"

Xiao Zhan tidak menjawab.

"Kalau begitu, kau memerlukan dokter yang lain."

"Maksudmu?"

"Aku tahu seorang psikiater yang cukup handal. Namanya dr. Haikuan. Salah seorang temanku yang nyaris bunuh diri, dia menemui dr. Haikuan dan melakukan terapi. Sekarang dia hidup dengan sangat bahagia."

Xiao Zhan nyaris tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.
"Kau mengira aku sakit jiwa?" protesnya dengan nada sarkastis.

"Tidak. Tapi jika kau terus begini, perlahan-lahan kau akan sakit jiwa."
Kata-kata Paul cukup tajam.

Xiao Zhan mendecakkan lidahnya. Dia menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa.
"Kau kemari hanya untuk mengasihaniku? Atau ada kabar buruk lagi?"

Paul mengerutkan dahinya.
"Situs Weibo mengunggah sebuah postingan resmi yang menyarankan agar para idola mengatur dan mengendalikan para penggemarnya."

Xiao Zhan menyipitkan mata.
"Jadi sekarang waktunya aku bereaksi?"

"Ya. Aku sedang memikirkan untuk mengunggah permintaan maaf di akun resmi kita."

"Mengapa kita harus meminta maaf? Mereka bertengkar satu sama lain menganalisa rumor-rumor yang tak berdasar."

Dalam hal ini Xiao Zhan benar, walaupun Paul punya pendapat lain.
"Lagipula," lanjut Xiao Zhan,     "Seorang idola tidak perlu untuk mengendalikan penggemarnya, itu membuat mereka terkesan lebih rendah."

𝐁𝐋𝐀𝐂𝐊 𝐍𝐨𝐭𝐞𝐬Where stories live. Discover now