Part 19 : November (4)

966 160 12
                                    

15 November 2020

Kau di sini, tapi tetap ada jarak dan membuat hidupku terasa tidak lengkap. Kesehatanku semakin membaik tapi suasana hatiku semakin memburuk. Seolah-olah kau benar-benar tak ingin aku disini.
Setiap hari-hariku selalu dipengaruhi oleh suasana hatimu. Senyuman atau kemarahanmu bisa membuat perubahan yang signifikan. Bagaimana aku bisa cepat pulih kembali kalau sikapmu terus-menerus seperti itu. Aku sudah tidak bisa menjalani hidupku sendiri. Jiwaku dan ragaku sudah menjadi milikmu. Tapi sepertinya kau belum menyadarinya.

Yibo, jarak terjauh di dunia ini bukanlah antara hidup dan mati
Melainkan aku berdiri di hadapanmu dan kau tak mengerti
Betapa aku mencintaimu

* * *

Xiao Zhan menaruh cangkirnya dengan keras sehingga menimbulkan suara berdenting.
"Baiklah! Katakan sekarang kemana aku harus pergi?" tanya Xiao Zhan dengan nada sedingin mungkin.

"Apa..???" Wang Yibo yang sedang mengiris roti menatapnya bingung.
Pagi itu mereka sedang sarapan bersama di meja makan dan saling berdiam diri seperti biasanya.

"Sampai kapan kau akan mengabaikanku? Kau tak pernah bicara apapun selama seminggu."

Wang Yibo sedikit tersinggung. Dia sudah berjuang untuk menjaga keramahan pada Xiao Zhan dan perawat menyebalkan itu dan kini Xiao Zhan menuntut dirinya.

"Apa maumu?" sembur Wang Yibo.
"Aku sudah tidak mempermasalahkan apapun sekarang."

Xiao Zhan menghadapkan wajah ke atas dan menghirup udara.
Sungguh rumit.

"Kau masih marah padaku?"

Wang Yibo mengangkat alis sambil memfokuskan diri mengiris roti.

"Tidak," jawabnya datar. Berbohong. Entah pada siapa dia berbohong. Pada Xiao Zhan atau pada dirinya sendiri.

Xiao Zhan tercengang dengan sikap santai pemuda itu.
"Lalu katakan apa salahku?" tegasnya dengan nada kesal.
"Kau masih cemburu dengan Liu Enji?"

Wang Yibo mengernyit. Wajahnya yang sehalus porselen itu mengeras.
"Kau tahu, topik itu terlarang!" dia berseru tertahan.

"Apa kau ingin aku pulang ke rumahku?" tanya Xiao Zhan.

Wang Yibo berjuang menahan air empedu yang tiba-tiba nyaris naik ke tenggorokannya. Mulutnya terasa pahit. Membayangkan Xiao Zhan pergi dari rumahnya dan sulit untuk bertemu lagi membuat lambungnya perih. Dia memandang wajah Xiao Zhan yang masih agak pucat.

"Jangan bicara omong kosong," ujar Wang Yibo akhirnya.
"Bukankah kau sudah pulang," lanjutnya enggan.

Dia menundukkan wajah menatap roti di piringnya, berusaha menyembunyikan raut wajah yang berubah sendu gara-gara ide kepulangan Xiao Zhan barusan.

Bukankah ini rumahmu juga

Batinnya memelas.

Mereka sama-sama terdiam. Wang Yibo terus berpura-pura lahap meskipun selera makannya sudah hilang. Dia akhirnya berhenti makan setelah dirasakannya mau muntah. Dia mendorong piringnya.

Xiao Zhan tidak bisa makan sama sekali. Dia masih memandangi Wang Yibo yang terus bersikap seolah-olah tak ada siapapun di hadapannya.
Xiao Zhan menenangkan dirinya, tangannya terulur menyentuh jemari Wang Yibo yang terkulai di samping secangkir kopi. Xiao Zhan menumpangkan tangannya pada tangan Wang Yibo, berusaha mencairkan suasana.

Tidak siap dengan sentuhan tangan halus dan ramping itu, Wang Yibo merasa bagai tersengat listrik. Dia terkejut dan menyentakkan jemarinya, membentur cangkir di sampingnya. Kopi itu tumpah menggenangi meja.

𝐁𝐋𝐀𝐂𝐊 𝐍𝐨𝐭𝐞𝐬Where stories live. Discover now