Althea Jemi Xiaojun

1.4K 254 63
                                    

Bel istirahat berdering. Anak - anak berbondong - bondong menuju kantin dengan teman - temannya. Beberapa ada yang duduk diam di kelas. Entah karena tidak nafsu makan atau mungkin karena tidak mempunyai teman untuk ke kantin. Jemi, Althea, dan Jeno duduk diam di kelas. Biasanya Jemi dan Jeno pergi ke kantin bersama - sama. Namun hubungan mereka sedang tidak bagus. Anehnya, lagi - lagi Jeno dan Cesa tidak menghabiskan waktu istirahat berdua. Mungkin mereka bukan tipe pasangan yang harus selalu berdua kapanpun dan dimanapun.

"Thea" Jemi menghampiri Althea yang sedang sibuk menyusun catatan untuk mengejar ketertinggalan materi akibat membolos.

"Ada apa?" Althea menghentikan aktivitasnya dan menoleh pada Jemi yang berdiri di samping mejanya.

"Gue pinjem catatan matematika minat lo dong, sekalian ajarin gue materi kemarin." Pinta Jemi.

"Catatanku tidak begitu lengkap dan aku tidak berbakat dalam menjelaskan hitung - hitungan. Biasanya kamu minta diajar oleh Jen–" Althea hampir saja mengucapkan kata "Jeno". Biasanya kalau Jemi tidak paham, Ia selalu minta Jeno untuk mengajarinya. Ajaibnya, setiap Jeno yang menjelaskan, Jemi bisa mengerti dengan mudah. Ya, walaupun hari besoknya lupa lagi.

Mendengar Althea yang hampir keceplosan menyebut namanya, Jeno menoleh, memandang Jemi dan Althea. Sadar dengan hal itu, Jemi dan Althea ikut menoleh ke arah Jeno. Mata mereka bertemu. Namun, Jeno mengalihkan pandangannya secepat kilat.

"Ya sudah, sepulang sekolah nanti, ayo belajar bersama. Aku akan mencoba untuk menjelaskan sebisaku. Ini catatanku, coba dibaca dulu dan disalin sambil dipahami sedikit demi sedikit." Ucap Althea. Jemi tersenyum lebar dan mengambil buku catatan Althea.

"Tapi.. kayaknya gue ga bisa nulis.." Althea melirik ke tangan kanan Jemi.

"Ah, kalau begitu fo–"

"Gue nyoba nyatet sebisa gue deh, biar lebih nempel juga, jelek gapapa yang penting gue udah berusaha." Ujar Jemi. Althea tersenyum mendengarnya.

"Widih, usaha lo patut diacungi jempol" sahut Xiaojun.

"Jempol kaki maksud gue" lanjutnya. Jemi memutar bola matanya malas, lalu kembali ke bangkunya.

Ia mulai mencoba menulis dengan tangan kanannya terlebih dahulu. Kemarin rasanya baik - baik saja dan Ia masih bisa mengendarai motor. Kalau hanya menulis, pasti bisa kan?

"Akh! Perasaan kemarin ga sakit.. mana kaku banget rasanya" keluh Jemi. Jeno yang mendengar keluhan Jemi, menoleh untuk melihat keadaan "sahabatnya".

"Jem.. tangan lo.. gapapa..??" gumam Jeno, namun masih bisa terdengar oleh Jemi.

"Gapapa dari mananya? lo bisa lihat sendiri kan." Jawab Jemi sambil menulis catatan dengan tangan kirinya. Jeno terdiam. Tidak menyangka kalau Jemi mendengar ucapannya.

"Lo pake make up buat nutupin luka lo ya? Gue nggak lihat luka sama sekali." Tanya Jemi. Namun, Jeno tidak menjawabnya.

"Oh, yaudah kalo nggak mau jawab." Ujar Jemi. Sedetik kemudian, Jeno bangun dari bangkunya dengan tiba - tiba. Jemi yang duduk di samping meja Jeno tentu terkejut dengan hal itu.

Xiaojun yang melihat itu bergegas membisikkan sesuatu pada Althea. Tak lama setelah itu, Althea ikut bangun dari kursinya dan mengikuti Jeno dari kejauhan. Jemi sebenarnya juga ingin ikut membuntuti Jeno. Akan tetapi, Xiaojun memberi kode agar Jemi tetap diam di tempat duduknya.

Althea dan Xiaojun terus mengikuti kemana Jeno melangkah. Namun, langkah mereka berhenti saat Jeno memasuki toilet laki - laki di dekat gedung serbaguna. Xiaojun mengerutkan dahinya.

"Jadi.. kamu mau menunjukkan kalau Jeno laki - laki normal yang bisa merasakan yang namanya kebelet?" Tanya Althea.

"B-bukan.. kok aneh.. bentar, lo tunggu di toilet cewek aja deh, nanti kalo Jeno keluar, gue kasih tau." Ujar Xiaojun.

FUTURAE | XiaojunWhere stories live. Discover now