The Beginning of The End

1.7K 260 192
                                    

"Lo gugup banget ya?" Tanya Jemi pada Althea yang sedari tadi menghela nafasnya berkali - kali.

"Eum.. siapa yang tidak akan gugup saat akan bertemu dan berkumpul dengan orang - orang hebat.." balas Althea.

Sudah 4 tahun sejak kejadian "itu" berakhir. Tidak banyak yang berubah. Mereka, orang - orang yang terlibat, hanya perlu melupakan sosok yang sudah tidak lagi dianggap di dunia ini.

Sudah 4 tahun pula, Dejun masih saja menganggap Althea hanya sebatas teman. Ya, sebuah kemajuan, yang tadinya dianggap orang asing, kini sudah dianggap sebagai seorang teman.

"Lo juga orang hebat kok. Jadi, perwakilan koas buat ikut acara sepenting itu." Althea tersenyum mendengar pujian yang keluar dari mulut Jemi.

"Jangan senyum manis gitu. Gue masih berusaha buat move on."

Iya. Jemi dan Althea sudah tidak lagi menjalani hubungan spesial. Keduanya kini hanya berteman dekat. Mereka mulai sibuk di tahun akhir masa studi mereka. Praktik di berbagai rumah sakit, KKN, hingga skripsi. Untuk saling menelepon saja sudah sangat jarang. Baik Jemi maupun Althea tidak ingin mengganggu satu sama lain. Tidak ada yang salah di sini. Keduanya memang sepakat untuk mengakhiri hubungan dengan catatan tetap berteman baik.. atau teman tapi mesra?

"Kak Dejun gimana?" Tanya Jemi.

"Biasa saja. Tidak ada yang berubah. Aku tidak bisa sering - sering bertemu dengannya. Lagipula, saat ini kak Dejun sedang fokus mengejar gelar S2-nya. Aku tidak mau mengganggunya." Jelas Althea.

"Dia.. masih sering ngeluh soal lo yang terus - terusan muncul di mimpinya?" Tanya Jemi lagi.

"Sudah tidak begitu sering. Terakhir kali, satu minggu yang lalu. Kak Dejun mengeluh tidak bisa tidur nyenyak karena aku terus muncul di mimpinya. Ya... aku tidak bisa berbuat apa - apa soal itu.. bukan keinginanku juga untuk menghantui kak Dejun di mimpinya."

"Lo udah ceritain semuanya kan?"

"Iya, sudah–"

"Termasuk fakta kalau lo itu masa depannya?"

Althea menyandarkan kepalanya pada bantalan kursi mobil. Ia menghela nafas, lalu menoleh Jemi.

"Aku tidak bisa menceritakan tentang hal itu. Kak Dejun akan menganggapku aneh."

"Tapi emang itu kan faktanya?"

"Jemi, tidak semua orang bisa menerima fakta. Apalagi fakta yang datang dari masa depan."

"Perasaan lo ke kak Dejun sendiri gimana?"

"Aku tidak tahu. Aku terlalu sibuk dengan pendidikanku dan melupakan tentang perasaanku. Tidak ada yang aku rasakan selama ini... kecuali.."

Jemi mengangkat kedua alisnya. Hal itu jelas membuat Althea menjadi sedikit gugup. Iya, sedikit.

"Kecuali??"

"Ehm, tidak jadi. Aku harus masuk sekarang. Terima kasih sudah mau mengantarku. Hati - hati di jalan."

"Iya, sama - sama. Semoga acaranya lancar ya!! Semangat sayang– oh bukan sayang lagi ya.. hehe"

Althea hanya tersenyum simpul. Ia keluar dari mobil Jemi dan masuk ke dalam gedung acara. Dokter Daniel sudah menunggunya di dalam. Iya benar, dokter Daniel. Althea tidak menyangka kalau Ia akan menjalani masa koas di bawah bimbingan dokter Daniel. Kesan pertamanya memang tidak bagus, tapi di samping itu dokter Daniel ternyata sangat kompeten. Pantas kalau Ia mendapat jabatan sebagai kepala instalasi ICU, di umur yang terbilang masih muda. 36 tahun.

Begitu masuk ke dalam gedung, Althea disambut oleh keramaian dalam berbagai bahasa. Sebagian besar sudah memposisikan diri di kursi yang sudah disediakan. Sebagiannya lagi masih asyik berbincang sambil berdiri.

FUTURAE | XiaojunWhere stories live. Discover now