16. Swastamita

118 16 14
                                    

16. Swastamita

Dua orang itu, sudah sampai di sebuah pantai terluas Yogyakarta. Setelah perjalanan panjang menggunakan motor, kini keduanya berjalan beriringan menuju bibir pantai.

Maya menarik seulas senyum, ketika angin lepas itu menerpa wajahnya. Gadis ini berjalan mendahului Sakti. Berbeda dengan lelaki yang berjalan santai itu, Maya justru terlihat seperti berlari kecil saking girangnya.

Satu pekan sudah ia lalui di kota ini. Dan, Maya sering kali meminta waktu agar berhenti ketika Sakti menyuguhkan wujud harapannya yang beberapa tahun lalu telah ia katakan.

Kemarin dan beberapa hari sebelumnya, mereka menghabiskan waktu untuk berkeliling kota. Menjelajah puluhan tempat bersama-sama. Mereka mengisi beberapa jeda dengan saling bercerita tentang masa lalunya.

Hari ini, 31 Desember 2022, tepat jam tangan yang Sakti pakai menunjukkan pukul 16.00, Sakti menemani Maya menikmati senja Pantai Parangtritis. Sakti tertawa melihat badan gadis itu semakin ditelan jarak saking senangnya menyambut pemandangan alam.

"SAKTI, CEPETAN SINI!" Beberapa ratus meter dari tempatnya, Maya berseru memanggilnya.

Sakti hanya melambaikan tangan, bermaksud memberitahu Maya untuk menunggunya. Lelaki berpakaian kaos putih dipadu celana selutut itu kemudian berlari. Mengejar langkah Maya yang semakin cepat. Mereka bahkan masih cocok terlihat sebagai anak remaja.

Maya terus berlari mendekati bibir pantai. Ia tak peduli sepatunya sudah banyak dimasuki pasir. Ketika Sakti sudah hampir mendekat ke arahnya, Maya pun berniat untuk meninggalkan lagi. Maka, gadis itu berlari ke arah utara.

"WOI, KENAPA GUE DITINGGAL, ELAH!" Sakti berseru kesal. Sudah capek-capek ia mengejar, tetapi gadis itu masih semangat juga lari-larinya.

"YA, KAMU KALAU CAPEK DI SITU AJA," balas Maya. Gadis itu merentangkan kedua tangannya. Badannya berputar pelan. Kepalanya menengadah ke langit. Matanya terpejam. Dengan cara seperti ini, satu per satu beban tersembunyi di dalam otaknya pasti akan lepas.

"Rangga, nanti kalau ada waktu lagi, aku pasti ngajak kamu ke sini," gumam Maya. Mata yang masih terpejam itu, mengiringi ucapan doa dalam hatinya. Ia berharap, semoga kekasihnya itu cepat kembali keadaannya seperti dulu. "Rangga, aku di sini udah dijagain sama Sakti. Kamu jangan khawatir di sana," monolognya. Maya seperti sedang mengirim telepati.

Maya menghembuskan napas lega. Ia semakin tersenyum lebar. Lalu, beberapa saat kemudian ia tersentak dan membuka mata ketika badannya terasa melayang.

"ARGHHH!" Gadis itu berteriak kaget.

Dan, pelaku dari semua ini adalah Sakti. Lelaki itu memeluk pinggang Maya dari belakang, mengangkatnya bak patung manekin, lalu mereka sama-sama berputar.

"Sakti, udah! Pusing!" Maya memejamkan mata saat badannya masih terasa berputar di udara. Tangannya berpegangan pada tangan Sakti yang memeluk pinggangnya erat. Sesekali, gadis itu mencengkeram ketika putarannya dipercepat. Sakti terbahak-bahak melihat ekspresi Maya. Gadis itu sama sekali tak berani membuka mata.

Setelah dirasa kepalanya pusing, Sakti akhirnya melepas rengkuhan itu dengan cepat. Badan kecil Maya seketika seperti dihempas. Gadis itu sedikit membuka matanya, tetapi badannya tak seimbang akibat pusing. Maya merentangkan tangannya mencari keseimbangan. Namun, karena tak kuasa menahan rasa pusing itu, ia akhirnya terduduk.

Denotasi (End)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن