Extra part-Kamu kembali

395 25 15
                                    

=Kamu kembali=
___________________

Tiga tahun pun berlalu. Kalender telah menampilkan bulan ke-lima tahun 2026.

Seorang lelaki berkemeja hitam dengan celana bahan senada, baru saja keluar dari mobilnya. Ia menatap tulisan besar di hadapannya. Bandara Soekarno-Hatta. Tempat di mana ia bertemu untuk kali terakhir dengan sahabatnya. Hari ini, ia akan membayar semua hutang rindunya yang menumpuk bertahun-tahun.

Sakti Artajuna. Lelaki berusia 27 tahun itu berjalan dengan tergesa menuju bandara. Ia tak sabar melihat wajah Maya. Ia tak sabar ingin segera memeluknya secara nyata. Gadis itu pasti sudah dewasa, sama sepertinya.

Pesawat dari London sudah landing beberapa menit yang lalu. Jantungnya berdebar-debar mengiringi langkahnya yang lebar. Karismatik seorang Sakti sudah bertambah kali lipat. Jakunnya, pahatan wajahnya sangat menawan. Ia memakai kaca mata hitam ketika memasuki tempat itu.

Sakti melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 5 sore. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah. Senyumnya lepas begitu saja ketika ia melihat seorang gadis cantik tengah menarik sebuah koper besar.

Sakti berlari ke arahnya. "MAYAAA," serunya tak mengindahkan orang-orang yang menatapnya aneh.

Gadis itu berhenti. Ia menoleh ke sumber suara. "SAKTI," teriaknya. Maya berinisiatif lari ke arah Sakti. Membantu lelaki itu mengikis sang jarak. Mereka bertemu di titik tengah.

Saat jarak mereka tinggal satu meter, mereka sama-sama berhenti. Saling bersitatap tanpa bersuara. "May," panggil Sakti.

"Iya?"

"Ini beneran lo?"

"Iya, ini Maya-nya Sakti. Maya sahabatnya Sakti. Maya udah kembali."

Mendengar itu, Sakti langsung memeluk badan Maya, mengangkatnya, lalu berputar. Saking bahagianya, keduanya sama-sama menahan rasa haru yang membuncah dalam dada. Sakti terengah-engah setelah menurunkan Maya. "Huh! Lo makan apa sih, di sana? Tambah berat tau, gak? Beda sama yang di Parangtritis waktu itu."

Maya cekikikan. "Aku banyak makan di sana."

"Ya udah. Gak apa-apa. Lo tambah imut kalau berisi kaya gini," ujar Sakti tertawa-tawa.

Mereka saling terdiam beberapa saat. Sepertinya, semua rencana yang sudah dibangun beberapa hari lalu, terkalahkan oleh besarnya rindu hingga membuat mereka mati kutu. Bibirnya tak mampu mengucap kata-kata saking bahagianya.

"May." Sakti memecah keheningan di antara keduanya.

"Hm?"

"Lo inget janji kita di Parangtritis?" Maya pun mengangguk. "Lo mau gak, ngubah janji kita yang dulu?"

Maya berkerut kening. Tidak paham dengan maksud perkataan Sakti. "Gimana?"

"Kita pernah janji bakal tetap jadi teman yang gak akan saling meninggalkan. Tapi sekarang, gue pengin ngubah janji itu dengan kalimat, 'jadi teman hidup yang tidak akan meninggalkan sampai maut memisahkan'." Sakti berusaha menahan getaran dalam dadanya.

"Ma-maksudnya?"

Sakti tersenyum. Ia mengambil tangan Maya. "Lo gak menyadari satu hal dari gue, May."

"Apa?"

"Gue punya perasaan lebih ke lo. Gue ... suka sama lo." Maya terperangah mendengarnya. "Harusnya, gue menyadari ini dari awal. Tapi gue gak peka sama diri sendiri. Gue takut, kalau ada perasaan lebih kaya gini, malah gak ada lagi cerita tentang 'kita'. Gak ada Sakti yang selalu support Maya seperti khasnya seorang sahabat. Mungkin gue malah bakal bikin lo lupain Rangga dari awal. Tapi nyatanya, takdir gue seindah ini. Gue harus berhadapan banyak hal dulu, sebelum akhirnya gue dikasih kesempatan buat nyatain perasaan ke lo."

Denotasi (End)Where stories live. Discover now