6. Bercerita

256 34 11
                                    

6. Bercerita

Maya sedang duduk di lantai teras. Matanya menikmati senyuman sang rembulan juga kemerlipnya bintang-bintang. Udaranya sangat dingin. Tetapi, hal ini membantunya untuk menyegarkan pikiran. Bibir ranumnya nampak memucat. Mungkin karena penyakit maag-nya belum mereda. Ia hanya memakai kaos pendek berwarna hitam, dipadukan celana jeans selutut. Maria dan Bama pergi sejak setengah jam yang lalu. Dan dia sedang berada di rumah sendirian, juga satpam yang berjaga di pos depan.

Ia mengerjap beberapa saat. Sadar akan melupakan satu orang yang saat ini entah sedang di mana. Maya pun akhirnya memilih beranjak dari duduknya. Saat ia berbalik, bertepatan itu juga Sakti hendak melempar sebuah jaket ke arah Maya. Membuat kepala gadis itu langsung tertutup total oleh jaket yang baru mengenainya.

"Oh my God. Sorry, sorry. Gak maksud ngelemparin lo tadi," ujar Sakti sambil mengatupkan tangan di depan muka. "Gue tadi ambil jaket buat lo. Masih sakit, suka di luar gak pakai baju hangat." Tidak marah seperti biasanya, Maya malah tertawa pelan. Hal itu membuat Sakti meringis sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kamu dari tadi ke mana aja?" tanya Maya santai. Kemudian ia kembali duduk di lantai teras seperti tadi dengan kedua tangan menumpu di atas lutut.

"Gue kan, baru mandi, May. Masa lo lupa, sih?" Sakti mengikuti apa yang dilakukan Maya. Yaitu dengan mengambil duduk di sampingnya. "Oh, atau jangan-jangan lo amnesia lagi. Gara-gara jatuh tadi?" Ia pun mengetuk-ngetukkan jarinya di atas kepala Maya.

Teringat kejadian tadi, Maya kembali merengut sebal. Bagaimana tidak? Waktu ia sedang asyik-asyiknya menonton televisi, ia mendengar suara derap langkah kaki yang terdengar mengendap-ngendap. Bulu kuduknya sedikit meremang. Maya tahu, kalau papanya sedang berada di depan untuk memanasi mobil. Sedangkan mamanya masih berdandan di kamar. Lantas, batinnya bertanya-tanya, siapa pemilik suara itu. Maya yang penakut akhirnya berinisiatif untuk segera meninggalkan ruang tengah tanpa melihat ke belakang sedikitpun.

Kemudian, saat ia berdiri, mulai melangkahkan kaki, seseorang di belakangnya menyentuh bahunya dengan keras sembari berteriak.

"KYAAA!"

Jantung Maya rasanya langsung berhenti. Bersamaan dengan itu, ia juga menjerit sembari hendak berlari. Namun, semua tak seperti ekspektasi di mana Maya bisa langsung terbang sampai kamarnya. Maya malah menabrak stoples berukuran sedang berisi camilan yang berada di dekat kakinya. Dan....

BRAK

Maya pun tersungkur bersamaan dengan suara tawa yang menggema. Maya yang sedang mengelus kepalanya akibat sedikit menabrak sudut sofa pun menoleh. Alangkah bertambah kesalnya, ketika melihat Sakti sedang cengengesan memandangnya tanpa berniat membantu.

"SAKTI!" Maya geram. Lutut dan dahinya sedikit nyeri.

"Ups, sorry, May! Gak maksud ngagetin lo," kata Sakti pura-pura tidak tahu apa-apa.

Maya menatap Sakti dari ujung rambut sampai kaki. Merasa ada yang berbeda dengan penampilan lelaki itu sebelumnya, Maya pun berkomentar, "Tumben rapi?"

"Lah, emang kapan Sakti Artajuna gak rapi?"

"Tiap hari," ketus Maya. "Kamu gak ada niatan bantuin aku gitu?" tanya Maya dengan nada tinggi.

Sakti langsung maju beberapa langkah. Mengulurkan tangannya agar dijadikan Maya pegangan. Kemudian, ia membantu gadis itu berdiri. "Tumben lo marahnya gak banyak?" tanya Sakti begitu menyadari Maya tidak seperti biasanya.

"Marah sama kamu? Lebih baik aku tidur dan melupakan semua ulah setan kamu!" tukas Maya kesal. Sakti hanya mengangguk saja. Membiarkan Maya yang 'berbeda' ini kembali duduk sambil makan camilannya. Dan beberapa menit berlalu, Sakti akhirnya disuruh menemani Maya sampai pasangan suami istri itu pulang.

Denotasi (End)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz