4. Jawaban

305 40 5
                                    

4. Jawaban

Maya menghembuskan napas lega. Acara meeting hari ini berjalan dengan lancar. Beberapa tanggapan baik juga ia terima dari rekan kerjanya terhadap desain haute couture yang ia buat untuk kali pertama. Presentasi singkat, jelas, dan padat yang ia lakukan tadi berhasil membuat para client berebutan untuk mengajak kerjasama dengannya.

"Capek, May?" Syakila bertanya langsung pada Maya yang menghempaskan tubuhnya di sebuah sofa.

"Banget." Maya meneguk segelas air putih yang baru saja dia ambil. "Namanya juga kerja."

"Aku akui haute couture yang kamu buat tadi bener-bener bagus." Syakila yang tengah sibuk menggunting kain itu tertawa menatap Maya. "Gak nyangka aku, kamu bisa sehebat ini. Itu gak mudah loh, May."

Maya pun menyunggingkan senyum mendengar perkataan Syakila. Memang benar. Tidak mudah bagi seorang desainer membuat konsep high fashion atau yang biasa disebut haute couture. Untuk membuatnya pun diperlukan konsep matang, inovasi, dan ribuan jam kerja untuk menjadikan karya penuh cita rasa yang tinggi di atas panggung mode. Menariknya, haute couture sering kali dibuat secara manual dengan tangan. Sulaman dan untaian mutiara yang akan dipasang pun juga dibuat secara manual.

Tenang. Maya masih dalam tahap membuat storyboard atau sketsa ide-ide yang dia dapat. Mungkin, seiring waktu, semua akan selesai dengan sendirinya. Bagi Maya, ketika ia berani mengawali untuk membuat sesuatu, maka ia akan berkomitmen untuk menyelesaikannya.

Maya kembali mengamati setiap pergerakan Syakila yang cekatan menggunting muslin atau biasa dikenal sebagai kain kasa. "Sya, kamu gak capek, dari tadi gunting-gunting terus?" Merasa penasaran, ia pun melangkah mendekati Syakila.

"Ya mau gimana lagi, May. Namanya juga kerjaan. Kalau aku suka, kenapa harus ngeluh?"

Maya manggut-manggut mendengar jawaban Syakila. Benar, sesuatu yang didasari dengan rasa suka, pasti akan mudah dalam mengerjakannya. Semacam, otak dan hati selalu selaras. Tanpa mengenal kata 'tidak sinkron'.

"Bentar lagi jam makan siang. Jangan lupa," kata Maya mengingatkan Syakila.

"Siap, May. Ini juga hampir selesai." Sembari menunggu Syakila menyelesaikan pekerjaannya, Maya memilih ke toilet sebentar untuk sekedar cuci muka dan merapikan penampilannya.

Gadis itu melangkah santai setelah pamit pada Syakila. Melewati beberapa lorong yang agak sepi, ia akhirnya sampai di toilet khusus wanita. Ia memandangi pantulan dirinya di cermin. Rambutnya sudah tak se-rapi pagi tadi cepolannya. Matanya juga terlihat sayu karena lelah. Tiba-tiba, ia teringat dengan masa SMA-nya dulu. Ketika jam istirahat, dulu, Maya selalu meluangkan waktu ke kamar mandi hanya untuk sekedar cuci muka. Kemudian, saat ia menuju kantin, Rangga--pacarnya di SMA-- sudah menunggu di balik dinding dekat toilet. Kadang kala, Rangga selalu menjahilinya dengan tiba-tiba mengeluarkan suara tanpa menampakkan batang hidungnya. Maya yang penakut sering dibuat badmood oleh Rangga.

Menghembuskan napas berat, Maya merasa lelah dengan masa lalunya. Seharusnya, ia sudah bisa melupa. Sayangnya, nama Rangga terlalu erat dalam benaknya ... juga hatinya.

Maya berniat memanggil Syakila dan hendak mengajaknya ke kantin biasanya. Namun, langkah kaki gadis itu terhenti ketika ia melihat seorang lelaki yang pernah dia lihat, sedang berada di tempat yang sama seperti kemarin.

Maya pun akhirnya berinisiatif menghampiri. "Assalamualaikum."

Lelaki itu terlihat sedikit terkejut. "Eh, waalaikumsalam, Mbak. Mau beli korannya?"

Senyum yang Maya terbitkan di wajahnya tadi, kini perlahan memudar. Hatinya terasa diiris melihat kondisi lelaki di depannya. Sedari dulu, ia memang paling tidak tega jika dihadapkan dengan manusia tak sempurna juga hidup yang mungkin, hanya sebatas menikmati udara. Tidak ada kesenangan, tidak ada kemewahan, tidak ada kemakmuran. Tapi, Maya yakin, mereka tetap bertahan, karena sebuah kebahagiaan yang didasari rasa syukur dalam hatinya, selalu mereka sematkan. Maya jadi memandang dirinya sendiri. Ia masih bisa melanjutkan cita-cita, bisa mencari uang dengan mudah--yang berarti tidak sesulit para pejalan kaki dengan harapan mendapat beberapa lembar rupiah.

Denotasi (End)Where stories live. Discover now