1. Lembaran lama

1.5K 91 16
                                    

1. Lembaran Lama

20 Mei 2016. SMA Cendika Bangsa. Di sinilah mereka berada.

Langit berwarna putih semburat biru. Mengiringi setiap perasaan suka, duka, haru, dan bahagia yang bercampur menjadi satu. Semua orang yang berseragam abu-abu dan putih itu saling berpelukan. Melingkar memenuhi lapangan sekolahan.
     
Tiga tahun telah usai. Dan kini, saatnya perjuangan hidup sebenarnya akan dimulai. Mereka saling merangkul, seolah memberitahu dunia, bahwa di SMA ini mereka menghadirkan temu untuk mencipta tawa. Bersama dalam suka maupun duka, bersama berjuang mempersiapkan diri untuk mencari jati diri yang sesungguhnya.

Suasana pagi itu, mungkin adalah hal yang akan teringat sepanjang masa. Katanya, masa SMA adalah masa yang paling indah. Kisah SMA adalah kisah yang paling indah.  Semua orang yang berangkulan itu menatap ke atas. Matahari yang tak begitu terik, membuatnya masih bersemangat berlama-lama di sana.

Dalam hitungan mundur, kini saatnya mereka berteriak bersama. "GOOD BYE, PUTIH ABU-ABU." Beberapa detik kemudian, menggema alunan musik di sekitar mereka. Banyak lagu-lagu yang mengisahkan masa SMA, terputar satu per satu begitu saja.

Seorang gadis bermata lentik, memandangi seluruh teman seangkatannya. Senyum tipis yang terlihat sedikit sendu itu terlukis di wajahnya. "Terima kasih telah memberiku tempat untuk mengukir cerita indah yang akan terkenang sepanjang usia. Jaya selalu SMA Cendika." Ia berucap pelan, melontarkan ucapan di hari terakhir ia menyandang sebagai murid SMA Cendika Bangsa.

Kemudian, seseorang menepuk bahunya dari belakang. Gadis itu segera menoleh. Ia kembali tersenyum lebar. "Selamat, kamu lulus," katanya.

Lelaki di depannya itu terkekeh pelan. "Emang aku aja yang lulus? Kamu enggak?"

Gadis itu tertawa dibuatnya. "Iya, maksud aku, selamat untuk kita."

"Maya Dianova," panggil lelaki itu.

"Iya? Ada apa Rangga?" Gadis itu bertanya balik.

"Ada yang mau aku omongin." Rangga menarik pelan tangan Maya agar mengikutinya. Beberapa pertanyaan mulai muncul di benak Maya. Ada apa dengan Rangga? Kenapa ia terlihat gelisah? Apa yang akan Rangga bicarakan? Dan, kenapa ada nada sendu dalam bicaranya? Hati Maya sedikit berdesir, khawatir.

***

Rooftop SMA Cendika Bangsa.

Lelaki bernama Rangga itu masih bungkam di hadapan Maya. Bibirnya kelu untuk mengatakan semuanya kepada Maya. Tetapi, ia harus segera memberitahu gadis itu. Besok adalah hari terakhirnya berada di tanah kelahiran.

"Kenapa kamu kaya gini? Ada masalah?" Maya menembak pertanyaan yang mungkin akan Rangga jawab dengan dua kata nantinya. Maya mengerutkan kening. Lelaki ini semakin bungkam. Hanya menatap manik mata Maya saja yang ia lakukan. "Are you okay?" Maya menyentuh bahunya.

Rangga memandang bangunan-bangunan yang terlihat kecil dari tempat ini. Angin berhembus dengan lepas. Menerpa mereka dengan leluasa tanpa ada penghalang apapun.

Lelaki itu kemudian menunduk sejenak. Memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya. Tak sadar, tangannya mengepal erat dengan peluh-peluh yang mulai menetes di pelipisnya. Melihat itu, jantung Maya berdebar. Enggak, jangan sampai itu terjadi, batin Maya meyakinkan perasaannya.

Denotasi (End)Where stories live. Discover now