4. Tidur

72 14 4
                                    

Kanjeng ratu keluar kamar sambil membawa separuh nyawaku dengan ekspresi puas. Beliau meninggalkanku sendiri di sini, dengan perasaan kosong, melompong, bagaikan tahu kopong. Hiks. Kata Ibu, aku cuma boleh main pakai VR di akhir pekan. Bayangkan Senin sampai Jumat tanpa VR, hampa! Macam tahu kopong!

Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan sekarang. Belum ngantuk karena masih terbawa euforia bermain tadi, tapi ini sudah tengah malam. Kalau tidak tidur sekarang, bisa-bisa terlambat bangun besok. Ibu sudah berangkat ngantor pagi-pagi sebelum aku bangun. Ayah malah lebih pagi lagi karena kantornya lebih jauh. Aku cuma mengandalkan alarm, dan kalau lewat beberapa menit, bisa-bisa aku kelewatan angkutan sekolah.

Mematikan lampu, aku mencoba memejamkan mata di kasur. Padahal tadi aku sudah diserang ngantuk saat sedang main, tetapi karena sudah diusir sepenuh hati, sepertinya dia ogah datang lagi.

Kembali menyalakan lampu, aku menghidupkan handphone untuk mencari tentang metode agar cepat tidur. Salah satu teknik yang direkomendasikan adalah 4-7-8. Awalnya kupikir si penulis artikel salah ketik atau tidak lulus sempoa karena tidak tahu bahwa angka sebelum tujuh dan delapan adalah enam, ternyata memang nama tekniknya begitu.

Yang perlu kulakukan hanyalah menarik napas sambil menghitung sampai empat, menahan napas sambil menghitung sampai tujuh, dan membuang napas perlahan sampai hitungan delapan.

Oke, kucoba. Aku mematikan lampu, kemudian kembali ke posisi siap-siap tidur.

Tarik, satu, dua, tiga, empat. Tahan, satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh. Buang, satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan. Wah, gampang. Aku bisa melakukan ini sepanjang malam!

Tapi pada kenyataannya aku betulan melakukan ini sepanjang malam. Menghitung, menghitung, menghitung, membuat otakku bekerja terus. Jadi aku semakin tidak bisa tidur gara-gara si situs laknat.

***

Ada yang menyengat tapi bukan lebah. Ada yang terang tapi bukan lampu. Ada yang membangunkanku tapi bukan alarm. Bangun, mengucek mata, kulihat matahari sudah bertengger di depan jendela. "Oh, hai matahari. Makasih udah bangunin. Sering-sering, dong, biar aku nggak perlu pakai alarm yang superberisik itu lagi." Ini aku lagi melantur. Tahu, kan, orang kalau masih setengah bangun itu biasanya masih kacau sarafnya.

Turun dari kasur, aku secara alamiah langsung menuju ruang makan. Sudah ada nasi goreng dan segelas susu yang berkeringat---mungkin karena kepanasan. Masih setengah ngantuk, aku perlahan mengambil sendok dan melahap sesuap. Aw, sendoknya sedikit panas.

Kok tumben nasinya dingin, ya ... padahal sendoknya saja panas. Kehausan, aku meneguk susu yang permukaan gelasnya berkeringat. Seperti ada yang beda, deh. Perasaan menunya masih sana, nasi goreng dan susu. Apa yang beda, ya ....

Tidak pedulu, lah. aku mau lanjut makan saja.

Eh tapi, kok tiba-tiba aku kepanasan, ya? Biasanya, kan, pagi-pagi begini masih adem-adem menuju dingin. Membuka mata sedikit lebih lebar, aku terpaksa harus menutup lagi. Silau. Tunggu, tunggu, sepertinya betulan ada yang tidak beres. Biasanya ketika aku mulai sarapan sekitar jam enam, belum ada, tuh, silau-silauan.

Kepo, aku menengok ke jam. Ternyata betulan ada yang tidak beres. Sekarang jam sepuluh. 

Untuk beberapa detik berikutnya pikiranku blank. Aku bingung harus apa. Ketika mulai sadar, diriku cepat-cepat mengambil handphone kemudian mengabari Ibu---maklum, anak jujur dari lahir, nggak suka bohong.

"Kenapa, Nak? Bukannya lagi sekolah?"

"Terlambat bangun, Bu. Hehe."

"HAH? KOK BISA?"

"Nggak tahu, Bu. Alarmnya nggak kedengaran."

"Ish, alasan aja kamu. Pasti terlambat bangun gara-gara begadang semalam."

"...." Aku terdiam, memang benar.

"Kalau begini, ibu perpanjang sita VR-mu! Liburan semester baru boleh pegang!"

Sekali lagi, kalau ini di anime, pasti kepalaku disambar petir. Sungguh, nggak main-main perpanjangan sitanya. Aku cuma bisa elus dada.

"Udah, ibu mau lanjut ngantor dulu! Inget izin ke sekolah, bilang ada yang meninggal, jadi nggak bisa sekolah."

"Me-memang siapa yang meninggal?" dengan sisa-sisa tenaga, aku bertanya.

"Kucing tentangga sebelah."

***

Oke, ini setengah porsi dari biasanya karena beneran blank sama temanya :(
Credits untuk Xiu, karena sudah mencerahkan bagaimana mengaplikasikan tema ke cerita ini 🤧

Walaupun lebih pendek tapi daku pribadi ngerasa ini lebih lucu dari bab sebelumnya ahaha .... #kambuh lagi narsisnya

Name ShammingDonde viven las historias. Descúbrelo ahora