6. Jhazone L

88 16 15
                                    

Memang bermain di handphone tidak seenak ketika pakai VR, cuma mau bagaimana lagi. Jari kiri kugunakan untuk analog, jari kanan untuk memencet-mencet opsi. Sebuah earphone warna hitam bertengger manis di kedua telinga, sementara bagian mikropon sesekali kudekatkan ke mulut menggunakan tangan kanan saat ingin berbicara. Tidak sepraktis waktu pakai VR memang, tapi oke juga.

Tidak mau dimarahi lagi, aku memutuskan untuk melihat jam sesekali, dan menargetkan jam setengah sepuluh selesai bermain. Sekarang baru jam delapan, habis makan malam. Masih banyak waktu yang tersisa. Aku masuk ke halaman depan Avatar, kemudian memilih opsi bermain tanpa VR.

Begitu masuk tiba di halaman depan padang rumput Avatar Land, tanpa mengecek surat lagi aku langsung masuk ke forum. Aku memang belum dapat teman dekat yang bisa diajak bicara privat seperti Stretho lagi.

"Hoi!" seruku. Beberapa avatar yang sebelumnya sering kuajak bicara menoleh, aku segera berjalan ke arah mereka.

"Hei, Lyn! Lama kita nggak bertemu!" seru Rhyvnne, gadis berkulit cokelat dengan tompel besar di pipi kanan.

"Ah, baru juga sehari."

"Biasanya kau selalu datang setiap malam, sih." Kali ini yang muncul Jherrzhy, lelaki gempal dengan rambut botak. "Jadi semalam terasa beda saja di perkumpulan kita-kita ini."

Aku tergelak. "Bisa aja kalian. Eh, ngomong-ngomong---"

"HEI, YO!" Terdengar suara mencicit dari pintu masuk forum. Tumben sekali suara avatar yang jaraknya jauh bisa kedengaran seperti ini. Biasanya, yang suaranya jelas masuk hanya dari yang berada di dekat avatar kita, atau yang sedang berteriak. "SELAMAT MALAM ANAK-ANAK CULUN!"

Aku, Rhy, dan Zhy langsung berbalik, mencoba melihat ke sumber suara. Agak kesulitan mengenali rupa ketika mode handphone begini, untung masih kelihatan sedikit-sedikit. Ternyata yang barusan berteriak adalah lelaki berkulit cerah, dengan mata agak sipit, ditambah pipi tembem.

Melihat mukanya aku mendadak kesal, semacam ada dendam kesumat yang terjadi di kehidupan sebelumnya. Begitu fokus ke baris nama di atas kepala avatarnya, aku mengerti kenapa ada rasa ingin menampar.

JHAZONE LEO.

Oh, L itu untuk Leo, kukira untuk Lampir. Tapi lebih cocok nama Lampir, sih.

"HAI ANAK-ANAK CULUN YANG BERANINYA PAKAI NAMA PALSU!"

Bah, kan suruhannya memang pakai pseudonym. Aneh-aneh saja anak ini.

Di belakangnya, dua laki-laki mengekor laksana bodyguard. Dari namanya dan wajahnya yang khas---mata lebar dan bibir dower---aku jelas dan yakin bahwa mereka adalah antek-antek Jhazone zaman SMP dahulu, Marcxuz dan Amthore.

Jhazone dan dua babunya mulai berjalan lurus, tampak menikmati atensi yang mereka dapatkan. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari mangsa---tiba-tiba aku jadi kangen pakai VR, karena di handphone agak lebih sulit melakukannya. Ketika melewati tempatku, sebisa mungkin aku berusaha untuk tidak melontarkan makian yang sedari tadi bertahan di bibir.

Jhazone berhenti di depan salah seorang laki-laki berkulit cerah dengan rahang kotak. "Pffft ...." Dia tertawa. "Wah, namanya unik, yah," Jhazone menjeda sebentar, "Budi Susanto. Pfffft, hahahahahaha!"

Aku déjà vu. Ini adegan diriku dibully Jhazone dan antek-anteknya beberapa tahun lalu, direkayasa ulang dengan latar dan pemeran yang berbeda. Cih, dia mau makan korban lagi! Ketika aku sudah bersiap-siap menggerakan analog karena geram, Jhazone kembali bertingkah.

"Namamu mengingatkanku pada salah satu cewek di SMP. Siti dan Budi, hmm, pasangan serasi! Atau jangan-jangan, kau kakaknya?" Dia kembali tertawa.

Aku mengepalkan tangan kanan diam-diam, ingin sekali menghajar muka tembem Jhazone. Untung aku sadar, kalau kuhajar Jhazone sekarang, malah tanganku yang sakit karena menjotos layar handphone. Ini memang terlihat seperti drama-drama di anime, tapi Jhazone memang drama sekali orangnya.

Si Budi Susanto masih terdiam. Aku tak habis pikir, kenapa tidak melawan, sih?---Sejenak aku lupa pernah terdiam saat dikata-katai Jhazone. Karena tidak ada tanda-tanda counterattack dari si Budi Susanto, aku inisiaif maju. Trobos, lah, anjay!

"Hee? Lyn?" Rhy---atau mungkin itu Zhy, entahlah---mencicit saat aku tiba-tiba maju.

"HEI ANAK CULUN YANG SOK MENGATAI ORANG CULUN!" Aku berteriak di belakangnya. "MEMANGNYA KENAPA KALAU PUNYA NAMA BUDI ATAU SITI? BAGUS-BAGUS AJA, KOK!"

Aku berbohong kepada diri sendiri. Aku selalu menganggap Siti adalah nama yang superjelek. Tapi untuk kali ini tidak apa-apa berbohong sedikit, biar kelihatan keren di depan Jhazone---dan yang lain.

"Wah, siapa lagi ini? Si sok jagoan?" Jhazone tertawa. "Aku tidak punya waktu meladeni orang-orang bodoh seperti kalian. Ayo kita pindah forum ke yang lebih elit seidkit." Dia dan dua antek-anteknya melewati avatarku tanpa rasa gentar sedikit pun. 

"Cih, dia pergi ...." Aku sok-sokan menggeram biar semakin mirip drama di anime. "Halah, bisanya menggertak saja!" ujarku lantang, biar yang lain mendengar dengan jelas. sekalian cari relasi, ahaha ....

Walau antiklimaks karena Jhazone main minggat, aku merasa super puas sekarang, karena bisa membalas adegan masa lalu walau dalam wujud yang berbeda. Lain kali, kupermalukan dia sampai trauma tiga tahun!


PS: Mahap kalau banyak yang kelewat, disunting sambil mabar.

Name ShammingDonde viven las historias. Descúbrelo ahora