7. Budi

49 11 0
                                    

Warning dulu. Dari sini dan seterusnya kayaknya makin sedikit porsi komedi, mau banyakin romance ala-ala. Mahap kalau tiba-tiba jadi garing.

***

Suasana ketika Jhazone pergi awkward sekali, hening tanpa ada yang insiatif bicara. Yah, kemunculan Jhazone membuat kehebohan, sih. Semua orang berpaling dari aktivitas sebelumnya. Kini, semua orang menatapku, seakan-akan aku adalah Beyonce yang mau konser.

Hngg ... walau aku sudah lebih percaya diri saat menyandang nama Arvellyn, tetap saja ditatap semua orang begini rasanya aneh. Jadi, aku berjalan kembali ke tempat semula, tempat Rhy dan Zhy. Jalan balik pun, semua pandangan masih tertuju padaku, jadi malu ....

"Hei!" ada yang memanggil. Sialan. Karena semua suara diubah jadi mencicit, aku super kesulitan mengenali ini suara siapa karena tidak bisa melihat mulut siapa yang bergerak.

"Ih, kok jadi kayak orang lingung dia sekarang, padahal tadi gahar," celetukan dari entah siapa yang masuk samar-samar kembali membuatku insekscyure---ini bukan typo, aku memang lupa ejaannya. Dari yang awalnya berjalan lurus ke arah Rhy dan Zhy, kini aku menggerakkan analog untuk mengedarkan pandangan, mencoba mencari siapa yang memanggil---yang jatuhnya kelihatan seperti orang linglung.

"Hihihihihihi ...." Gara-gara melengking, suara tertawa mereka kubayangkan sebagai suara kuntilanak.

"Hmm ... Arvel ... lyn. Ya, Arvellyn, yang memanggil aku, Budi." Yang memanggil akhirnya menjelaskan siapa dirinya, aku tak perlu lirik-lirik bingung lagi. 

"Eh, hahaha ...." Aku berbalik dengan kikuk. Sepertinya orang-orang sekitar sudah kembali nyambung dengan kawannya, tidak lagi memperhatikan diriku.

"Hai, Nona Arvellyn."

"Oh, halo, Budi," sapaku. Duh, jadi déjà vu sama Stretho. Waktu itu masih awal-awal diriku masuk forum rasanya. Stretho yang sepertinya terpesona dengan namaku yang bagus dan cemerlang mengajakku bicara duluan saat aku sedang sendiri---Rhy dan Zhy belum datang-datang. Mengobrollah kami, walau sebetulnya aku tidak paham apa yang dia sampaikan. Di akhir sesi mengobrol, dia menambahkanku ke daftar teman, biar bisa ngobrol lagi katanya.

"Terima kasih, ya, sudah membelaku. Kalau tidak ada kamu, aku mungkin bakalan terus pasrah dihina. Makasih, ya, kamu penyelamatku."

Wah, kata-katanya kok kayak scripted banget, sih, bicara sama diam macam lagi dengar audiobooks.

"Eh ... iya tidak apa," balasku seadanya.

"Apakah dirimu mau berbicara di sini sejenak? Berdua saja."

Aku berbalik sekejap, melihat ke arah Rhy dan Zhy. Tapi sepertinya mereka tidak begitu mencariku, seperti sudah paham kalau aku tidak balik-balik artinya masih mengobrol dengan cowok. "Ya, boleh."

"Kalau diriku boleh tahu, mengapa engkau mau menolongku?"

"Emmm ...." Aku berpikir sejenak. Nggak mungkin, kan, mengaku bahwa aku pernah dihina si Jhazone karena nama asliku Siti. Jadi kujawab saja, "Agak kesal sama orang itu, datang-datang tiba-tiba teriak-teriak kayak OSIS mau sidak."

"Oh, seperti itu. Kupikir engkau kenal orang itu secara pribadi dan kesal dengannya, kemudian mau balas dendam di tempat ini."

"Hehe, enggak, kok." Aku menelan ludah dengan kasar. "Ngomong-ngomong ... kamu baru di sini? Di mana teman-temanmu yang lain?" Melihat dia dari tadi sepertinya sendirian terus, aku insiatif bertanya.

"Aku belum pernah punya teman di sini. Orang-orang yang kuajak berbincang, tiba-tiba pergi begitu saja setelah beberapa dialog. Diriku pun bingung kenapa seperti ini."

Yah, mereka nggak salah, sih. Siapa coba yang tahan bicara dengan audiobooks?---Padahal aku tahan-tahan saja, mungkin sudah terbiasa mendengarkan ocehan Stretho yang macam kereta api, jadi ini mah kecil.

"Engkau bersedia berteman denganku?" tanya Budi tiba-tiba.

"Kenapa tidak?" jawabku. "Ayo, saling add!"

***

Selesai kerjain tugas kimia yang nggak ngotak susahnya, aku mencoba menghilangkan penat dengan bermain Avatar. Masuk ke aplikasi, begitu tiba di halaman padang rumput khas Avatar Land, seperti biasa diriku mengecek notifikasi dulu, siapa tahu ada chat penting.

31 notifikasi belum dibaca.

"Hee?" Aku sedikit terkejut. Daftar temanku saja bisa dihitung jari. Paling-paling Rhy, Zhy, entah siapa lagi. Saat kubuka, ternyata isinya undangan roomchat pribadi dan telepon berkali-kali dari satu orang, berturut-turut dari jam pulang sekolah sampai sepuluh menitan yang lalu.

Ini dari si Budi. Sebegitu baru punya temankah dia?

***

Wah, akhirnya nggak jadi romance di bab ini, malah jadi nggak jelas. Betewe tema: teman baru.

Name ShammingWhere stories live. Discover now