4. Teman Baru

22.2K 2.1K 41
                                    

orang yang bisa membuatmu tertawa terbahak-bahak, maka orang itu juga yang bisa membuatmu menangis hingga tersedak-sedak
🎆
sahdaelsabian

Bukannya mengerjakan tugas yang diberikan, para penghuni 11 IPS 1 lebih memilih menyibukkan diri dengan cara mereka sendiri. Ada yang bermain handphone, memakan snack, berkumpul untuk ngegibah, tiduran, bahkan ada yang berkeliling untuk mengamen.

Ashya? Dia lebih memilih mengerjakan tugas yang diberikan. Ia tak mau jika di hari pertamanya kembali bersekolah di Indonesia membuat kesan buruk bagi hidupnya.

Sedangkan Arel, pria itu lebih menganut Bayu—salah satu siswa yang memilih memejamkan mata. Dengan tangan dan kepala yang bertumpu pada meja, mata Arel mulai  terpejam. Rasa dingin yang diciptakan dari AC membuatnya semakin nyaman dalam posisi itu.

Merasa tak mempunyai teman. Ashya berdehem, mencoba berinteraksi dengan teman sebangkunya yang baru.

Sebenarnya Arel tak terusik. Namun karena deheman yang Ashya ciptakan semakin keras, Arel membuka matanya, mencoba memastikan bahwa gadis disebelahnya ini memang sengaja untuk memanggilnya. "Kenapa?"

Ashya menoleh. Ia memasang wajah sepolos mungkin dan menggeleng dengan sedikit cengengesan. "Ha? Enggak apa-apa...."

Dan Arel hanya mengangguk tak peduli.

"Boleh tanya?" ujar Ashya setelah merasa semakin tak nyaman karena tak ada lawan bicara. Katanya mau ngerjain tugas?...

"Hm," gumam Arel.

"Em... yang tadi disuruh keluar kelas itu temen kamu?" ucap Ashya basa basi.

Arel mengangguk singkat. Ia menegakkan badannya seraya membuka LKS dan buku tulis miliknya. "Halaman berapa?"

"Buku paket halaman tiga puluh dua, LKS halaman tiga belas empat belas," jawab Ashya.

Arel mengangguk dan mulai mengerjakan tugas tersebut.

Selang beberapa menit, Ashya sudah kembali fokus dengan tugas miliknya, sesekali ia membuka halaman lain untuk melihat rumus penyelesaiannya.

Dalam diam, Arel melirik Ashya. Bulu mata yang lentik, bola mata coklat yang indah, alis yang terbentuk sempurna, bibir merah alami, kulit putih yang mulus. Semua dalam tubuh Ashya memiliki proporsi yang pas. Cantik, batinnya

Ashya yang mendengar hal itu memelototkan mata kaget. Ia bertanya-tanya, untuk siapa kalimat yang manusia di sebelahnya ini ucapkan? Apa untuk dirinya? Atau untuk... Aku?

"Lo tahu rumusnya ini?" tanya Arel mengetukan bolpoinnya di lengan kanan Ashya.

Ashya menoleh. Ia mengamati soal yang ditunjuk Arel.

"Coba kamu buka halaman dua puluh lima di LKS, pakai rumus yang A," jawab Ashya.

"Delapan belasnya dikali sama bilangan yang ini?"

"Iya... Bilangan yang satunya juga di hitung pakai cara yang sama."

Arel mengangguk. Sejujurnya ia sangat benci matematika. Menghafalkan rumus, menghitung, menyamakan, mengkoreksi ulang. Ish! "Terus bilangan yang dimasukin yang mana dulu?"

"Sama aja mau yang mana dulu, tapi kalau aku mending yang delapan belas dulu, jadi urut."

"Oke." Setelah itu, keduanya kembali diam mengerjakan pekerjaan milik masing-masing.

ARESHYA [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang