23. The Game Begins

1.8K 371 36
                                    

VENTITRÈ

Rose mendengus sebal, high heels Versace logo strap slingback pums seharga 5 juta miliknya patah di bagian heels, luar biasa. Rose memandanginya sedih, sebenarnya itu bukanlah high heels termahalnya, juga bukan high heels kesayangannya. Hanya saja, ia berpikir, bagaimana ia bisa berkeliaran di kantor tanpa alas kaki? lalu bagaimana Rose pulang nanti?

"Rose, kenapa?" tanya Greta, teman Rose di kantor.

Ia menunjukan high heelsnya yang telah rusak ke depan wajah Greta. Wanita itu tersenyum kecil, lalu mengambil sebuah sandal jepit dan memberikannya pada Rose.

"Pakai itu dulu, itu punya anakku. Kayaknya kakimu cukup di sandal ini."

Ia memakai sandal itu, Greta memang selalu membawa sandal ke kantor, alasannya karena ia tak nyaman memakai heels berlama-lama. Itu akan membuat kaki lecet dan tumit menjadi sakit, itu benar-benar sangat menyiksa baginya.

"Grazie mille, ini pas di kakiku."

"Prego, jadi bagaimana? Siang ini kita mau lunch di kantin atau restoran depan?" tanya Greta, memang selama beberapa minggu bekerja, Greta lah yang selalu mengajak Rose makan siang bersama. Wanita dengan satu anak itu sangat baik pada Rose, umur mereka terpaut 10 tahun. Tapi sama sekali tak ada rasa canggung saat Rose memperlakukan Greta layaknya teman seumuran, begitupun sebaliknya.

"Aku lagi pengen makan fetucini," jawab Rose.

"Oke, kita makan di restoran sekarang."

Greta merangkul bahu Rose, lalu mereka berjalan ke luar ruangan.

"Alano bilang dia suka sama kamu lho."

Rose menoleh, ia tertawa geli. Mana mungkin anak laki-laki berusia 10 tahun bertubuh tinggi besar itu suka padanya? Hahaha, umur mereka bahkan berbeda jauh, ada-ada saja.

"Hei, malah ketawa... Aku serius."

"Bilang ke Alano, aku ini lebih cocok jadi Kakaknya atau bahkan Tantenya. Lagipula aku udah punya Maxi Gerardo."

"Wah Alano pasti akan sakit hati, anyway pacarmu itu tidak bosan terus antar jemput kamu seperti supir?" canda Greta.

"Apakah ada kata bosan untuk bertemu pacar?" tanya Rose balik.

Greta tertawa kecil sambil mengangguk mengerti. Masa-masa pacaran itu memang paling indah. Tak pernah ada kata bosan untuk bertemu, apalagi jika pasangan baru. Ia jadi ingat suaminya yang sedang bekerja, tiba-tiba rindu.

"Ahh, memang indah kalau baru berpacaran."

Rose hanya tertawa menanggapi perkataan Greta.

Dari koridor kantor, tepat di depan ruang produksi Jeffrey memperhatikan Rose yang baru saja pergi dari hadapannya. Ia sedari tadi sudah memperhatikan Rose. Memperhatikan wajah kesal gadis itu yang sangat lucu dan menggemaskan saat heelsnya copot.

Jeffrey berjalan menuju ruang HRD, matanya melihat heels mahal itu tergeletak di lantai dengan mengenaskannya.

Kemudian keluar, mencari suatu barang yang saat ini ia butuhkan. Setelah ketemu dengan barang tersebut--sebuah lem sepatu, Jeffrey langsung membenarkan heels milik Rose. Hingga akhirnya heels tersebut kembali menyatu dengan sepatunya.

"Sip, udah selesai!" guman Jeffrey, setelah itu ia kembali ke tempatnya. Setidaknya walaupun tak sempat bertemu tatap dengan Rose. Jeffrey sudah berhasil melihatnya walau sekilas, ia juga sudah membantu membetulkan heels milik gadis itu. Jadi bayi marshmallow pirang tersebut tak perlu lagi memakai sandal jepit tipis kebesaran tersebut di kaki mungilnya.

Juliet's House Donde viven las historias. Descúbrelo ahora