28. Cherish, Cherry, Cheap, and Chilly

1.8K 398 62
                                    

VENTOTTO

Maxi sepertinya sudah cukup lelah mengingatkan wanita di hadapannya untuk tidak muncul lagi di hidup Maxi. Ia lelah! Sudah berapa kali ia mengatakan pada wanita itu bahwa kisah mereka berdua telah usai sejak lama, sejak wanita itu pergi tanpa kabar dan tiba-tiba mengatakan putus lewat telepon satu tahun yang lalu. Perasaan Maxi pun telah lenyap begitu saja, bersama rasa sakit hatinya yang kini sudah mulai menghilang.

"Maxi, aku gak boleh masuk?"

Maxi menghembuskan nafasnya, hendak menutup pintu. Namun dengan lancangnya tangan si wanita bernama Alesia itu menahan pintu tersebut, lalu masuk ke dalam flat tanpa permisi. Mengabaikan wajah penuh amarah si pemilik.

"Alesia, please get out from my flat right now!" usir Maxi, nada bicaranya masih pelan walaupun menunjukan penekanan. Ia tak mau amarahnya terpancing hanya karena wanita egois dan menyebalkan di hadapannya.

"No! I don't!"

Maxi berdiri di hadapan Alesia, dengan celana boxer dan tanpa pakaian. Ia sedang membersihkan toilet saat Alesia datang dan memencet bell flatnya. Lihat saja bagaimana peluh yang jatuh dari dahinya, juga tubuhnya yang basah karena keringat. Padahal cuaca sedang super dinginnya.

"Maxi, aku datang kesini buat berkunjung. Apa kamu gak rindu? Kita udah lama gak ketemu."

Lagi, Maxi mendengus sebal. Rose akan datang ke flat hari ini, walaupun gadis itu tak bilang akan datang jam berapa. Ia harus segera mengusir ular betina ini agar Rose tak salah paham. Ia takut Rose akan melihat Alesia begitu sampai di flatnya.

Alesia mendekati Maxi dengan sensual, membelai pipi kanan Maxi dengan tangannya. "Maxi, aku rindu kamu..."

"Aku gak!"

"Maxi... apa kita gak bisa mengulangi lagi kisah lama kita?"

Maxi menggeleng keras, yang lalu biarlah berlalu. Ia tak ingin mengulangi lagi segala kenangan pahitnya bersama Alesia. Sudah cukup dulu ia yang selalu berkorban, lagipula dia sudah memiliki Rose, gadis yang sangat ia cintai sepenuh hatinya.

"Kenapa?" tanya Alesia dengan wajah sedihnya.

"Semua itu sudah berlalu lama sekali, kamu dan aku sudah selesai Alesia. Semenjak kamu pergi berbulan-bulan tanpa kabar, setelah itu kamu minta putus lewat telepon. Saat itu juga perasaan aku ke kamu perlahan lenyap, dan sekarang sudah menghilang tanpa sisa." jawab Maxi.

Alesia menggeleng, ia tak ingin. Baginya Maxi masih lah satu-satunya pria yang ia cinta. "Kamu masih sendiri kan?" tanya Alesia.

"Gak, aku sudah ada pacar."

"Gak mungkin!"

"Terserah kalau kamu gak percaya, sekarang silahkan kamu pergi!" usirnya.

"Gak mau!" Alesia perlahan membuka jaket hitam tebalnya, menyisakan pakaian crop top dengan belahan dada super rendah, serta hot pants. Ia memeluk Maxi erat, sedangkan Maxi langsung mendorong tubuh wanita itu. Lalu melempar pakaian itu kesembarang arah, hingga sampai di depan pintu kamar Maxi.

"Maxi, i want you."

"And i don't want you, Alesia! Go away!" Maxi marah luar biasa saat Alesia memeluknya, bahkan gadis itu tadi hendak mencium bibirnya. Dengan langkah tergesa sambil menahan amarahnya Maxi masuk ke dalam kamar, membanting pintu lalu menyalahkan musik sekencang-kencangnya. Ia tahu Alesia tak akan pergi jika ia terus ada di hadapan gadis itu. Jadi biarkan saja gadis itu pergi sendiri karena lelah menunggunya.

Juliet's House Where stories live. Discover now