VII

5 1 0
                                    

Dalam kamar , Seunghwa diam sementara matanya menatap lama layar ponsel. Menatap foto sewaktu dia bersama gang Beomgyu jalan – jalan ke Gwanghwamun Square minggu lalu. Dalam batin , ia ingin melindungi mereka berserta keluarganya dari seragan jahat Jisoo bahkan yang 'tersembunyi'. Seunghwa sadar jika hari ini ia merasa merepotkan orang lain hanya gegara dia mengalami deep dream hingga—nyaris melayang nyawanya—bukan meninggal. Bukan berniat untuk berbalas budi , tetapi untuk membuktikan dirinya memang orang berguna bagi orang lain.

Gelang yang kini tergelayut di lengan kanannya ditatap berbinar – binar. Cantik , bening berwarna biru—warna kesukaannya. Semejak menggunakan gelang ini , Seunghwa merasa kondisinya jauh lebih baik ketimbang yang tadi. Saat itu , dirinya masih setengah sadar , dia hanya bisa mengingat Seongmin hendak membawanya ke rumah. Sisanya... tidak ingat.

+

Beomgyu masih sibuk di lab. Matanya sangat fokus menatap layar laptop sesekali melirik ke layar sebuah komputer , mempersiapkan sesuatu untuk besok. Sebenarnya , besok adalah hari pertama Ujian Tengah Semester di laksanakan tetapi Beomgyu sudah merasa dirinya pintar jadi tidak perlu hafalin lama – lama bahkan beberapa hari sebelumnya , dia juga telah mempersiapkannya.

Menurutnya , situasi lebih penting daripada pelajaran. Tiba – tiba saja , ia menerima telepon dari seseorang tidak dikenal. Alih – alih mengabaikannya , ia mengangkatnya.

"Apaan?!" Beomgyu nge gas. Terdengar suara gelak tawa di balik telepon.

"Aku ingin darah temanmu." Kata si penelpon itu , Beomgyu cukup menghela napas.

Belum sempat Beomgyu menimpali perkataannya sudah diputus sebelah. Selanjutnya , ia menghubungi Seongmin.

"Annyeonghaseyo. Iya , ada apa kak?" Seongmin bertanya duluan ;

"Kamu sekarang lindungin Seunghwa,"

Seongmin langsung terkejut , "wah?! Ada apa kak?"

"Udah , sekarang fokus ke Seunghwa!"

15 menit kemudian yakni pukul 10 malam , Seongmin melakukan tutulak alias mengunci semua benda yang digunakan sebagai jalan masuk dan keluar seperti pintu dan jendela rapat – rapat , tak lupa juga menyalakan alarm rumah. Seongmin tampak belum mau tidur meskipun di sekitarnya sudah cukup hening kemudian dia naik ke lantai dua , mengecek apa Seunghwa sudah tidur atau belum—rupanya kamarnya sudah gelap berati orangnya sudah tidur.

Selagi di atas , ia menyempatkan diri masuk ke kamar untuk sekedar mengambil buku pelajaran yang akan di ujiankan besok hari dan turun ke bawah lagi. Dalam suasana seperti ini—sunyi , ia tidak takut sedikitpun karena sudah biasa. Seongmin fokus lagi kepada pelajaran hingga matanya terasa kantuk.

Sementara itu , Seunghwa yang sudah memejamkan mata sejak 15 menit lalu terbelalak kembali , merasakan ada yang memerhatikan dari balik tirai—jendela samping ranjang. Disertai keberaniannya , ia duduk di atas ranjang lalu menyibak tirai biru. Tidak ada siapapun di luar , di balkon lebih tepatnya.

Seunghwa memindahkan pandangannya ke salah satu sudut ruangan yakni ke arah pintu warna coklat , dimana pintu itu memberi akses ke balkon. Karena takut pintu itu belum di kunci , ia menghampirinya , memegang gagang pintu dan ditekan ke bawah. Syukurlah pintunya terkunci. Akan tetapi ia merasakan ada suatu hal mengganjal dalam batinnya , tepat saat itu juga ponselnya mendadak menyala sendiri dan bergetar , alhasil membuatnya terperanjat.

Seongmin mengirimkan pesan singkat. "Wa , ada masalah gak?"

Seunghwa membuka pesan lantas menjawabnya. "Gak ada kayaknya , kak."

Tiga detik berikutnya Seongmin mengirimkan satu emot thumbs up yang berati baik atau oke. Tak lama setelahnya ia mengirimkan pesan lagi. "Yaudah , tidur ya. Kalau ada masalah ke kamarku aja."

Beautiful StrangerWhere stories live. Discover now