┆dix-neuf┊

20K 6.2K 4.7K
                                    

Semua orang menjauhi kantin yang terbakar. Penyebabnya adalah si iblis alias Woonggi. Matanya hitam pekat, sayap seperti burung berwarna hitam timbul di punggungnya.

Apinya tak terkendali, menyebar dengan cepat membakar semua yang ada di kantin. Yang di luar berusaha memadamkan, namun api tak kunjung padam. Si pembuat api marah, itulah penyebabnya.

Woonggi menatap nyalang Samuel yang panik mencari cara agar bisa keluar dari api. Dia mendesis, menaikkan tingkat kepanasan api agar Samuel tidak bisa keluar.

"Ternyata lo ya..."

Samuel semakin panik ketika Woonggi berjalan mendekatinya, api semakin besar dan bisa membakarnya jika sang iblis menginginkan.

"Lo yang bunuh mama," lanjut Woonggi dengan api di tangannya.

Mama yang dimaksud Woonggi adalah ibu manusianya, bukan ibu iblisnya. Ibu iblis alias ibu kandungnya ada di dunia lain, dia tinggal di dunia manusia karena disuruh belajar sama Yoshi.

Ibu manusianya juga tahu kalau Woonggi adalah iblis, namun dia tetap menyayangi Woonggi seperti anaknya sendiri. Tapi... tiga bulan lalu sang ibu ditemukan meninggal di gang kecil dekat sekolahnya. Polisi bilang ibunya diserang hewan buas, namun nyatanya bukan, dan hanya Woonggi yang tahu.

Dan sekarang, dia bertemu dengan pembunuh ibunya, Samuel.

Tangan kanan Woonggi berwarna hitam sampai sebatas siku, kukunya runcing dan tajam. Dibalik sifat lawaknya, dia adalah iblis yang tak kenal ampun jika membunuh, berbeda dengan Jerome yang kerjaannya melawak terus.

"Kenapa lo bunuh mama?" Tanya Woonggi bersamaan dengan ledakan dari kompor di belakang.

"G-gue gak tau itu ibu lo!"

"Nyawa dibayar nyawa, iya kan?" Woonggi terkekeh, mengeluarkan api dari tangannya dan menyerang Samuel dengan brutal.

Samuel menghindar dengan gesit, namun pergerakannya terbatas. Api semakin panas, udara semakin sesak. Dia harus keluar secepatnya.

Woonggi tertawa, bukan tawa yang biasanya. Woonggi mulai menunjukkan sisi iblisnya.

Seharusnya Samuel bisa menang, tapi kondisinya belum pulih akibat disihir oleh penyihir tadi malam. Sekarang yang bisa dia lakukan hanyalah menghindar dan mencari jalan keluar.

"Jangan menghindar dong, nanti gak mati-mati lo nya," kata Woonggi mengunci pergerakan Samuel.

Kini, Samuel tak bisa kemana-mana. Dia dikelilingi meja yang terbakar, apinya begitu besar.

"Hmm, apa gue bawa dulu lo ke dunia bawah ya? Biar disiksa, baru dibunuh. Ah, sekalian deh kepalanya dipenggal, terus gue jadiin makanan kerberos, hahahaha! Gak kok, gak jadi."

"Lo pikir gue cuma satu-satunya disini?!" Seru Samuel lantang.

"Hahaha! Gue tau kok, tapi dia bukan di kubu musuh, dan dia beda sama lo, lo nya aja yang salah kira. Gak deh, bukan lo doang, tapi kalian," ujar Woonggi menyeringai. "Nah sekarang giliran gue, Cursed or Die. Gue pilih Die ya, ngeliat orang jahat mati itu seru loh hehehehe."

Woonggi menyeringai, mengangkat tangan kanannya ke arah belakang. "Selamat tinggal, Samuel. Lo terlalu gegabah, dasar ghoul."

Tepat setelah itu, Woonggi mengarahkan apinya ke gas-gas yang ada. Menyebabkan ledakan besar bersamaan dengan dirinya yang menghilang dari sana.

Dan Samuel tewas terbakar.
















































































Hyeongjun bisa merasakan aura iblis milik Woonggi. Dia ingin masuk ke dalam, namun Minhee mencegah dan menahannya. Walaupun Hyeongjun hantu, tetap saja berbahaya karena iblis sedang marah.

Hyeongjun khawatir, dia tahu betul bagaimana iblis jika marah. Semoga saja Woonggi bisa mengendalikan emosinya agar satu sekolah tidak terbakar.

Dia membutuhkan Hueningkai sekarang, karena dia bisa menghentikan Woonggi. Tapi entah dimana dia berada, masa iya masih di ruang kepala sekolah.

"Gimana nih? Lo beneran gak bisa berhentiin Woonggi?" Tanya Hyeongjun pada Minhee.

"Lo mau gue kepanggang disana? Gue juga cari aman, kalau gue ketauan pasti hunter langsung ngincar gue."

"Terus gimana dong?" Hyeongjun gelisah.

"Woi Woonggi! Berhenti atau gue potong uang jajan lo!" Seru Jerome tiba-tiba datang menerobos kerumunan.







DUAR!






Kantin meledak, orang-orang memekik akibat puing-puing bangunan dan api mengarah ke mereka.

"EH AYAM-AYAM!" Jerome sampai melompat lalu jatuh, masuk ke dalam got.

Hyeongjun dan Minhee membelalakkan mata mereka. Apa-apaan ini...

Sebuah dinding pelindung terpampang nyata di depan mereka, melindungi semua orang dari ledakan. Dinding pelindung berwarna putih itu tak hancur sedikitpun saat terhantam puing-puing bangunan.

Semua orang kecuali manusia biasa terkejut bukan main setelah merasakan energi yang keluar dari dinding itu.

Itu adalah dinding buatan tiit. (Sensor awokawok)

"Hoi Minhee."

Badan Minhee menegang, nada bicara itu seakan-akan ingin membunuhnya. Dia dan Hyeongjun berbalik ke belakang, ada Woonggi berdiri tepat di belakang mereka dengan mata hitamnya.

"Lo beneran bukan di kubu musuh, kan?"

Minhee menelan salivanya, mengangguk kaku. "I-iya, gue juga dikasih tau banyak hal sama Taehyun."

Woonggi mengangguk-angguk, membuat mereka mereka berdua was-was.

"Lo gak bakal bakar Minhee, kan?" Tanya Hyeongjun penuh selidik.

"Asal dia baik, gue gak bakal bunuh dia," kata Woonggi santai. "Lo memang sejenis kayak Samuel, tapi lo beda. Gue harap lo gak makan temen sendiri. Kalau lo lakuin itu, gue bunuh lo sekarang juga."

Minhee terbelalak, Woonggi tahu siapa dia?! Aduh, dia kan sudah menyembunyikannya dalam waktu yang lama, kalau sampai bocor ke orang lain hidupnya tidak akan tenang.

"Lo beneran tau siapa Minhee?" Tanya Hyeongjun lagi. Dia juga sudah tahu Minhee itu apa, tapi dia hanya ingin memastikan. Karena orang-orang yang tahu identitas Minhee selalu salah kira di awal.

Woonggi menjawab disertai senyum miringnya. "Gue tau dia itu apa, tinggal dimana, dan apa yang dia lakuin saat gak masuk sekolah."

Minhee terkejut untuk yang ke sekian kalinya, membuat Woonggi terkekeh melihat reaksinya.

"Oni, huh? Jarang-jarang gue nemu oni di kota ini."

Cursed or Die | 02 Line ✓Where stories live. Discover now