Yayuk Maheswari, seorang remaja perempuan yang hidup di jaman yang mewajibkan semua gadis remaja untuk menikah, menyebabkannya harus menghancurkan masa depan dan semua cita-citanya. Sungguh malang nasib Yayuk, nama yang bersandingan dengannya adalah...
"Hmm, tidak apa-apa." Sulastri, sinis kembali kepada mereka.
Tak beberapa lama kemudian, datanglah Laras. Laras mengenakan sweater dan celana pendek, ia juga membawa tas ransel. Laras, Zahra dan Putri pun pergi dengan mengecup tangan Sulastri. Di depan rumah, Zahra dan Putri meminta maaf atas kelalaian dan kelancangannya tadi malam. Mereka juga menuturkan kejadian yang terjadi tadi malam, Laras tersenyum. Ia memaklumi perbuatan mereka, meskipun di hatinya sangat marah besar kepada Zahra ataupun Putri. Laras juga memaparkan alasan, mengapa rumahnya hancur saat Zahra sholat.
"Kemarin gue keluar, Ra, Put. Gue jalan-jalan ke supermarket, terus nenek gue lagi ngelakuin ritual malam satu suro di gudang. Hmm, memang rumah ini nggak pernah sama sekali ada yang sholat ataupun mengaji. Rumah ini selalu dipenuhi dengan kemusyrikan yang tiada henti, gue mau sholat juga nenek larang, malah gue dimarahin habis-habisan sama dia."
"Nah, bener kan!" Putri, menatap Zahra.
"Bener apa, Put?" tanya Laras.
"Itu lho, kemarin malam si Zahra denger suara ada tabuhan gendang jawa dan si Zidan noh, liat awan hitam di rumahnya si Laras. Jadi fiks di rumah Laras ada ritual setan besar-besaran, tapi karena lo sholat, Ra. Semuanya hancur!" jelas Putri, kepada mereka berdua.
"Iya, Put. Ternyata bener ya, kekuatan agama memang bener-bener kagak ada tandingannya!" cakap Zahra.
"Bener banget, gue jadi kepengen cepet-cepet belajar agama deh sama lo, Ra!"
"Wokeh, besok ya!"
Setelah berbincang-bincang, mereka bertiga pun datang ke kampus. Di kampus, mereka bertiga masuk ke aula tempat acara pentas seni di hari ospek yang terakhir, yang akan diadakan malam ini oleh para kakak kelas senior. Mereka bertiga melihat ada spanduk di bertuliskan pentas seni di pamggung, spanduk itu sudah dipersiapkan oleh Zidan sejak jauh-jauh hari. Selain itu banyak sekali kursi yang telah diatur oleh Zidan dan kakak-kakak kelas yang lain.
"Eh, Zidan! Sini!" teriak Putri, memanggil Zidan yang sedang mengatur mikrofon di samping panggung.
"Tunggu!"
Zidan pun datang ke mereka bertiga, Zidan saat itu menggunakan kaus putih dan jaket berwarna hitam pekat.
"Laras, gue ke rumah lo kemarin. Tapi lo malah kagak ada."
"Iya, gue tau. Maaf ya, Dan." Laras, tak enak.
"Gak apa-apa, Ras."
"Eh, Dan! Jadi apa nih tugas kita bertiga di sini?" tanya Putri.