chapter 21 - kebenaran (2)

13 3 0
                                    

Ferdi menekukkan lutut dan menangkup wajah Valerie dengan jemari besarnya. Perlahan ia mengusap air mata yang membasahi pipi Valerie.

"Val, maafkan aku yang saat itu menikahi dia. Aku tahu aku salah, tapi pada akhirnya kita bersama bukan? Apakah kesalahanku masih belum bisa kamu maafkan?"tanya Ferdi dengan nada yang melembut.

Menepis seluruh perlakuan baik Ferdi, Valerie malah lebih mengerutkan keningnya,"Aku tau kamu mencintainya. Dan apakah kamu sadar... kalau dia tidak mati, aku tidak akan pernah berkesempatan untuk menjadi istrimu!"

Ferdi terdiam akan hal itu.

Teringat di masa lalu, ketika Valerie dan Ferdi telah menjalin kasih sejak Valerie duduk di bangku kelas satu SMA, sedangkan Ferdi telah menamatkan kuliahnya dan mulai bekerja. Ia pun hendak dipromosikan menjadi pemimpin perusahaan dikala itu.

Hubungan mereka sangat baik, Ferdi yang pengertian dan Valerie yang penuh kasih sayang.

Suatu hari ketika Ferdi mulai sibuk dengan pekerjaannya, ia mulai tidak memiliki waktu kepada Valerie. Dan komunikasi merekapun mulai buruk. Dan yang terburuk yaitu ketika Ferdi dipaksa untuk menikahi anak dari seorang investor teratas. Ferdi berusaha menolak tawaran-tawaran yang diberikan kepadanya. Namun, mengingat orang tuanya yang sakit-sakitan bahkan sudah diprediksi hanya dapat hidup beberapa bulan lagi, ia akhirnya menyerah. Orang tuanya ingin mereka menikah.

Kekecewaan Valerie tidak ada habisnya terhadap Ferdi. Sumpah serapah selalu ia hadiahkan kepada Ferdi setiap mereka bertemu. Apakah Ferdi tidak mencintainya lagi? Apakah ia sengaja ingin menyakiti Valerie?

Walaupun Ferdi terus menjelaskan bahwa semua yang ia lakukan dengan sebab terpaksa, tidak membuat Valerie merasa baikan. Ia tetap membenci keputusan yang dibuat oleh Ferdi. Ia tetap mengutuk calon istri Ferdi. Seharusnya Valerie lah yang berada di posisi itu.

Sejak hari Ferdi menjelaskan semua hal yang terjadi, Valerie terus mengurung diri di kamarnya, tidak mau makan dan minum sama sekali. Sesekali Ferdi datang ke rumahnya dan membujuknya untuk makan. Namun yang ia terima hanyalah makian Valerie.

Hingga tiba hari pernikahan antara Ferdi dan Atha, calon istrinya. Valerie yang kerjaannya hanya termenung dan menangis di kamarnya pun mulai membuka pintu kamarnya dan sudah mulai makan. Namun matanya terus tertuju ke arah pisau dan tali. Seolah memilih diantara keduanya, mana yang lebih baik. Kondisi psikis Valerie benar-benar buruk. Rasa sakit hati yang ia pikul sangatlah besar. Sesekali ia teringat masa-masa indah mereka berdua, ia tersenyum, lalu berubah tangisan dan teriakan tidak jelas olehnya. Keluarga Valerie pun bingung harus bagaimana menyikapinya.

Valerie benar-benar kehilangan orang yang ia cintai. Benar-benar merasa dikhianati. Satu hari ketika semua keluarga di rumah Valerie sedang sibuk dengan kerjaannya masing-masing, Valerie nekat mengambil pisau dan menancapkannya ke tangannya. Namun pisaunya meleset dan tertancap miring, tidak mengenai nadinya, melainkan hanya kulit yang terpotong sedikit. Kelurganya pun langsung membawa Valerie ke rumah sakit. Atas anjuran dokter pun, mereka setuju membuat janji dengan psikolog untuk Valerie.

Terlalu banyak hal yang terjadi di masa lalu. Kisah cinta mereka, patah hati, mulai kembali, namun hubungan mereka tetap retak.

"Kau tahu, Mas? Aku sangat mencintaimu. Emangnya kamu paham perasaanku?" Tatapan Valerie yang terus berlinang air mata tertuju kepada Ferdi.

"Aku memang salah Val, tentang aku mencintainya.. aku bahkan tidak tahu bagaimana perasaanku saat berada satu kamar dengannya."

Plakk!!

Perkataan Ferdi justru membuat Valerie tidak habis pikir. Kata-kata itu membuat hatinya teriris begitu dalam. Mengingat kembali bahwa ia pernah menghabiskan malam dengan wanita lain. Bahkan pernah bercinta hingga dikaruniai seorang anak, yaitu Mel.

"Kamu.. kamu... Hiks.." Valerie berlari menuju kamarnya dan menangis sebesar-besarnya di bawah selimut.

Sedangkan Ferdi terdiam, tentu saja ia merasa telah salah bicara. Ia tidak dapat mengatakan bahwa ia sebenarnya sempat menyukai Atha. Sempat merasakan kenyamanan terhadap Atha karena sikapnya yang baik dan sabar. Apalagi mereka pastinya bertemu setiap harinya. Ia juga tetap sabar saat Ferdi masih sering memikirkan Valerie. Intinya Atha merupakan perempuan yang sangat baik di mata Ferdi.

~~~^-^~~~

Dokter menyuruh Mel untuk beristirahat di rumah, namun keributan yang ditimbulkan oleh orang tuanya tentu memberikan ketidaknyamanan yang luar biasa terhadap Mel. Ia hanya mengharapkan ketenangan.

"Ck, kalau begini jadinya, mending aku tetap di rumah sakit." Mel berdecak kesal di bawah selimutnya.

Gadis tersebut merasa bosan, mengingat ia tidak memiliki ponsel menambah kegalauannya di malam hari. Mel tidak tahu harus melakukan apa kecuali tidur.

Berulang kali ia berusaha memejamkan mata ketika mulai sunyi, namun kemudian suara melengking nan nyaring kembali terdengar melalui dinding yang tentunya tidak kedap suara.

Mel lelah, ia hanya ingin beristirahat.

Seketika, ia membayangkan suasana yang mirip seperti saat berada di rumah sakit, ketika Nath berada di samping Mel untuk menemaninya tidur.

"Yuk tidur." Ucap Nath lembut dengan senyuman khasnya. Ia terlihat duduk di samping Mel, lalu mengecup keningnya perlahan.

"Tapi berisik, Nath." Mel mengeluh terhadap Nath,"Mereka selalu bertengkar dan membuat keributan, padahal aku cuma mau istirahat."

"Tidak apa-apa, anggap saja hanya derau yang tak perlu dipikirkan." Nath kembali menenangkan Mel, tanpa melepaskan senyum dari wajahnya.

Mel kembali menutup mata, berharap alam mimpi segera menjemputnya.

"Selamat malam, Mel."

Bayangan Nath di pikiran Mel pun menghilang bersamaan dengan Mel yang telah tidak sadarkan diri, menandakan ia telah berhasil tidur.

>>Bersambung>>

Melyavaritta Where stories live. Discover now