Chapter 13 - Percaya (1)

11 3 3
                                    

Mel memainkan game arcade berjenis jepitan boneka. Ia terlalu fokus terhadap teddy bear berwarna ungu di dalam box kaca tersebut. Nath yang berdiri di sebelahnya pun sampai bosan melihatnya.

"Mel, ayo pergi dari sini.. " ajak Nath dengan nada manja sambil menempelkan dagunya di bahu kanan Mel.

"Bentar lagi, hampir dapat nih!" ucap Mel antusias. Ia terus mencapit boneka yang ia inginkan, namun mesin tersebut tidak juga mengizinkan Mel menang. Jangankan dapat, tersentuh saja tidak.

"Aih.. Sini lah, aku yang main." Nath mengambil alih permainan. Ia memasukkan koin, dan fokus ke capitan boneka. Sedangkan Mel hanya bisa mengalah.

"Kamu mau yang ungu, kan?" Mel mengangguk. Nath memainkan tuas seolah dia ahli dalam hal ini.

Dan benar saja, boneka yang diinginkan Mel didapatkan dengan sekali coba!

"Nih! Ayo pergi!" Mel menerima teddy bear berwarna ungu tersebut dengan mata berbinar. Nath menarik tangan Mel untuk pergi dari sana. Beberapa orang yang melihat aksi 'pro' Nath bertepuk tangan secara spontan.

Nath langsung menaiki sepeda motornya ketika sampai di tempat parkir. Mel mengikuti di belakang, ikut menaikinya.

"Mel.. Sekarang kita kemana?" tanya Nath, menghidupkan mesin sepeda motor.

"Gak tau. Kan kamu yang ajak pergi.." jawab Mel. Ia memeluk Nath dari belakang. Yang dipeluk malah senang sendiri.

"Eum.. Pulang yuk?"

"Ke rumah kamu?" tanya Mel.

".. Iya." jawab Nath pelan. Ia takut salah ucap.

Bingung ingin menjawab apa, Mel mengiyakan ajakan Nath.

"Ya sudah.. Ayo."

~~^0^~~

Matanya menatap nanar nama yang tertera di kontak ponsel. Bingung apakah ia harus menelepon, mengirim pesan, atau mendiamkannya saja.

"Ah.. Sepertinya aku tidak perlu memberitahu tentang ini kepada Mel.. " ucap Riata, menutup ponselnya. Riata membaringkan tubuhnya di kasur, kasur yang berhadapan langsung dengan televisi yang tertempel di dinding. Walau televisi diletakkan disana untuk dinikmati pasien, namun acara televisi sudah terlalu membosankan bagi Riata.

Kasur yang sama, aroma yang sama, suasana yang sama, dan juga hanya seorang diri, sama seperti hari-hari sebelumnya. Ia ingin keluar dari penjara tak kasat mata ini.

Hidup itu relatif, terkadang senang, terkadang susah. Namun kita dipaksakan oleh kehendak hati untuk menerima takdir.

"Aku hanya perlu sembuh kan, Nath?" tanya Riata pada dirinya sendiri. Ia tersenyum miris.

~~~^0^~~~

Mereka sampai di rumah Nath dengan selamat. Nath mengajak Mel untuk masuk ke dalam rumahnya. Rumah Nath lumayan besar, namun tidak semewah yang Mel pikirkan. Hal itu membuat Mel sedikit tidak sungkan untuk menginjakkan kaki di dalam rumahnya.

"Mel, kamu mau bertemu dengan ibuku?" tanya Nath saat memasuki rumah.

Mel masih melihat-lihat keadaan rumah Nath yang sepi, "Mama kamu ada di rumah, ya?"

"Yah.. Ada di kamar, mungkin?" Nath menerka-nerka. Ia meninggalkan Mel di sofa ruang tamu.

Keadaan rumah ini yang sangat tenang telah menghangatkan hati Mel. Mel merasa nyaman di lingkungan ini. Tiada hawa mencekam yang harus ia takutkan.

Ponsel Mel berbunyi. Ketakutan yang dikhawatirkan Mel akhirnya datang juga. Itu telepon dari mama tirinya, hal yang paling ia hindari.

Mel berpikir dua kali kenapa ia lupa mematikan ponselnya. Tak ingin membuat keributan, Mel mengangkat telepon tersebut untuk mengutarakan niatnya untuk minggat dari rumah sementara.

"Dimana kamu?" tanya Valerie sesaat setelah Mel menekan icon berwarna hijau.

"Aku tidak pulang ke rumah hari ini. Tolong sampaikan ke papa." ucap Mel dingin.

"Apa!? Kamu dimana, hah!? Cepat katakan- tuuuutt." Mel mematikan sambungan telepon secara sepihak, ia langsung menghidupkan airplane mode, pada ponsel pintarnya.

Mel menghembuskan napasnya berat. Bingung bagaimana ia akan menghadapi sosok ayah yang selama ini mendukungnya. Tidak, ayah bukan mendukung karena sayang, tapi kasihan.

Beberapa saat kemudian, Nath datang dengan seseorang di sampingnya. Seorang wanita setengah baya yang masih tampak cantik. Rambutnya diikat kebelakang memberi kesan rapi dengan balutan dress rumah berwarna merah. Hm, tipikal orang kaya mungkin?

"Wah, jadi dia pacar kamu, Nath?" kalimat pertama yang didengar Mel dari mulut wanita tersebut membuatnya tertegun sekaligus malu.

"Emh.. Begitulah." Nath bereaksi tak jauh beda dari Mel.

"Kamu ada masalah di rumah ya? Yah, menjadi nakal sekali-sekali tidak masalah, bukan begitu, Nath?" Ibu Nath memegang kedua pundak Mel sambil tersenyum ke arahnya. Memang benar.. As son, as mom. Wajah ibu Nath sebelas dua belas dengan putranya!

Nath menganggukkan kepalanya.

"Nah.. Kamu bisa tinggal di kamar ini.. " Sang Ibu menuntun Mel menuju sebuah kamar,"Ini bekas kamar kakak Nath. Dan di dalam lemari itu masih ada beberapa bajunya yang tidak terpakai lagi, sepertinya muat untukmu."

Kamar ini berdinding putih, namun penuh dengan stiker princess. Sepertinya kakak Nath pecinta Disney Princess.

"Em.. makasih ya, tante." ucap Mel. Bergantian melihat antara Ibu Nath dan Nath sendiri.

"Oke.. Sepertinya Mel perlu ganti baju, bu! Ayo tinggalkan dia." Nath menarik-narik lengan baju Ibunya untuk pergi dari sana.

"I.. Iya deh. Nak, kalau sudah siap ganti baju, ayo kita makan malam." ajak Ibu Nath.

"Terima kasih, tapi saya sudah makan, Tante." ucap Mel tanpa menghilangkan sifat sopannya.

"Oh, begitu ya.. Ya sudah. Kamu istirahat saja, Mel." Ibu dan Nath pergi meninggalkan Mel.

Mel menutup pintu kamar sambil menghela napas lega, sudah lama ia tidak berbicara sopan dengan seseorang selama ini. Ia takut kemampuannya berbicara sopan berkurang.

Menelusuri kamar tersebut, Mel berusaha menyesuaikan diri dengan ruangan yang masih asing baginya. Semua benda tertata rapi, menampilkan kesan nyaman dan teratur.

Terdapat banyak baju yang masih layak pakai di dalam lemari. Beberapa diantaranya terlihat masih baru. Mel bingung ingin memakai baju apa, mengingat baju ini hanya dipinjamkan sementara kepadanya.

Tok tok tok

"Mel? Sudah siap?" terdengar suara Nath dari balik pintu. Mel mengambil asal baju yang ada di sana dan buru-buru mengganti seragam sekolahnya.

"Sebentar.."

>>bersambung >>

Melyavaritta Where stories live. Discover now