Chapter 6 - Tugas Baru

19 5 1
                                    

Siang yang cerah tiba-tiba didatangi kegelapan. Matahari tertutup awan yang berhembus ditiup angin. Tetesan demi tetesan air pun mulai berjatuhan. Lama kelamaan, semakin deras.

Ia berlari, terus berlari. Hingga sampai ke depan pintu rumahnya. Mel menoleh kebelakang, masih ada Nath yang menunggu di motor untuk melihat Mel masuk ke dalam rumah. Ia tersenyum ramah seperti biasa. Namun wajahnya terguyur hujan, Mel jadi tidak dapat melihat wajah tampan Nath. Setelah Mel memasuki rumah, barulah Nath pergi.

Baju Mel telah basah sepenuhnya, membuat Mel harus jalan dengan berjinjit untuk melewati ruang tamu dan masuk ke kamar mandi secepatnya.

"Darimana kamu?"

Suara tersebut berasal dari sisi kiri kamar mandi yang berhadapan dengan kamar Mel. Sontak Mel menoleh.

Plak!

Tamparan telak mengenai pipi kiri Mel. Mel meringis kesakitan, sambil menyentuh bekas tampar yang memerah.

"Kamu punya otak kan? Kalo punya otak tuh ya digunakan! Apaan tuh, sampe dianterin sama cowo! Emang dia mau sama kamu? Ha!?" ucap Valerie dengan nada tinggi. Benar, ucapan Valerie memang tampak tidak beraturan, dan blak-blakan.

Ternyata Valerie sempat melihat Nath mengantar Mel sampai ke depan rumah. Pantas saja.

"Kamu mau aku dan papa kamu menjadi gunjingan orang-orang kompleks?!" bentak Valerie sambil menarik ikatan rambut Mel.

"Sakit!" Mel menghempaskan tangan Valerie dari rambutnya.

Belum lagi masalah Riata terselesaikan, sekarang Mel harus berhadapan dengan masalah baru dengan si ibu tiri. Benar-benar menyusahkan.

"Dengar, kalau kamu tidak mau patuh denganku, pergilah!"

Setelah Valerie mengucapkan hal tersebut, ayah Mel datang dan memegang lengan Valerie,"Mel.. Mandi lah." ekspresi ayah sekarang tidak dapat Mel tebak.

Mel mengangguk patuh dan melesat masuk ke kamar mandi.

Sedangkan Valerie, tangan nya ditarik menuju ruang tengah oleh suaminya.

"Apa yang kau lakukan!? Anak seperti dia harus diberi pelajaran, Dri!"

"Bukankah.. Kamu sudah berjanji untuk berubah demi Mel?" berbanding terbalik dengan Valerie, pria yang dipanggil Dri tersebut malah bertanya dengan lembut.

"Tidak.. Aku tidak bisa, Mas..." Valerie terduduk perlahan di pojok dinding. Ia menekuk lututnya."Aku.. Aku.. "

Dri menghela napas berat. Ia berjongkok dan memeluk Valerie.  Mengusap rambutnya perlahan, "Kasihan Mel, kamu marahi terus. Tapi aku mengerti kalau kamu melakukan itu karena peduli dengan nya, bukan?"

Valerie tertegun. Tersenyum miring," Peduli? Hah.. Begitukah?"

~~~^0^~~~

Hujan semakin deras, sepertinya badai akan terus berlanjut. Padahal hari sudah mulai malam. Sepertinya latar saat ini sangatlah cocok dengan suasana hati Mel.

Mel duduk diatas kasur sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Matanya terpaku ke arah jarum jam. Sudah pukul tujuh malam.

Pikiran Mel kosong. Ia bingung harus berbuat apa. Ia mengantuk, namun sekarang masih terlalu awal untuk tidur.

Ponsel nya bergetar, tanda pesan masuk. Mel langsung membuka pesan yang ternyata berasal dari Riata.

Riata: Mel, besok aku akan sekolah.

Bingung mau menjawab apa, Mel memilih untuk mengabaikan pesan tersebut.

Beberapa saat kemudian, ponsel Mel kembali bergetar, lumayan lama.

"Halo?" sapa Mel terlebih dahulu setelah mengangkat telepon.

"Hai Mel, bagaimana kabarmu? Tidak demam kan? Tadi kamu basah banget lho." tanya Nath dengan hangat. Suara lembut Nath membuat perasaan Mel mencair.

"Ekhm, tidak. Bagaimana denganmu? Dan ada apa menelepon ku?" tanya Mel to the poin.

"Aku mah kuat! Hehe." Nath cengengesan, "Hm.. Ohiya, aku mau nanya tentang Riata."

"Ada apa dengan Riata?"

"Bukankah, kamu dan Riata itu satu sekolah ya? Kok aku tidak pernah berjumpa dengan nya?"

Pertanyaan yang diajukan Nath memang telah lama menjadi tanda tanya besar bagi Mel. Kenapa Nath dan Riata tidak pernah bertemu?

"Itu... Aku juga bingung." Mel mengusap-usap kepalanya yang belum kering sepenuhnya, "Mungkin timing nya selalu pas?"

"He? Bukan nya tidak pas ya?" goda Nath.

"Ya.. Terserah."

Mereka terus mengobrol hingga setengah jam lamanya. Entah topik apa saja yang menjadi bahan pembicaraan mereka, yang pasti obrolan terus berlangsung mulus. Hingga akhirnya Nath menutup telepon nya terlebih dahulu karena ingin melakukan suatu hal. Sedangkan Mel langsung tidur setelah itu. Mungkin ia hanya terlalu lelah, padahal masih terlalu awal untuk tidur.

Masalah yang menimpa Mel memang terlalu klise, namun siapapun yang sekarang merasa berada di posisi Mel tetap saja ingin melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan orang-orang yang disayangi.

Bagi Mel, kebahagiaan sahabat itu nomor satu, kalau kebahagiaan nya sendiri adalah urusan belakangan.

Kenyataan yang terlalu bodoh, bukan?

~~~^0^~~~

Semilir angin berhembus, dan sinar matahari pagi menerobos masuk melalui jendela kamar Mel. Tiada lagi hujan deras dan badai, menyisakan sekumpulan awan yang tampak indah dengan hiasan bintang-bintang pagi.

Karena tadi malam cepat tidur, Mel jadi bangun lebih awal daripada biasanya. Bahkan ia sudah siap sedia untuk berangkat ke sekolah. Tidak, bukan ke sekolah.. Namun untuk menjemput Riata.

~BERSAMBUNG~

Melyavaritta Where stories live. Discover now