Chapter 18 - (Not a)Peaceful World

12 3 2
                                    

WARNING!!!
ADA ADEGAN KEKERASAN YANG MUNGKIN AKAN MENGGANGGU BAGI SEBAGIAN PEMBACA!
YANG MERASA TIDAK NYAMAN DENGAN HAL TERSEBUT, MOHON UNTUK TIDAK MELANJUTKAN MEMBACA!

Bertiga mereka berlari menuju rumah sakit, dengan Riata yang digendong di punggung Nath. Sedangkan Mel terus menggenggam tangan Riata khawatir mengikuti langkah-langkah besar Nath yang cepat.

Sesampainya di rumah sakit, Riata lekas dibawa ke UGD. Perawat yang biasanya mengurus Riata pun sempat memarahi Mel dan Nath karena telah membawa pasien dalam pengawasan keluar dari wilayah rumah sakit. Mel dan Nath terkejut. Bukankah kata Riata, ia diberikan izin untuk keluar sebentar? Bukankah keadaannya membaik?

Penjenguk dituntun untuk menunggu di kursi panjang bagian luar. Disitulah tempat Mel dan Nath duduk sekarang. Karena UGD sedang senggang, suasananya sepi. Sehingga Riata cepat ditangani oleh dokter jaga, bahkan sekarang sedang ditangani oleh dokter spesialis.

"Nath.. apa yang harus kita lakukan?" Mel kembali menanyakan hal ini kepada Nath. Sorot matany melemah, tidak ada lagi Mel dengan tatapan dingin.

Tangan Nath meraih tengkuk Mel, lalu memeluknya,"Kita hanya bisa berdoa, Mel." Mel yang mendengar perkataan Nath merasa semakin sedih. Seolah doa adalah harapan terakhir, tidak ada lagi yang bisa ia perbuat demi menolong sahabatnya tersebut. Kini ia hanya bisa bergantung kepada doa.

"Kalau Riata kenapa-kenapa gimana?" Mel bertanya sambil menatap mata Nath, mencari jawaban di antara manik berwarna hazel tersebut. Namun, Nath justru mengalihkan pandangannya ke samping, enggan menjawab pertanyaan Mel.

"Nath? Kenapa?" Apa maksud dari itu?

"Kalau Riata sembuh, apa yang akan kamu lakukan, Mel? Maksudku.. apa yang harus aku lakukan? Kembali menghiburnya? Kembali berada di sisinya?" Kata-kata Nath seolah menusuk tepat di tengah hati Mel. Apakah itu yang dia pikirkan di tengah kondisi Riata yang seperti ini?

"Kenapa, Nath? Kamu keberatan kah?"

Jeda sesaat.. tampaknya Nath sedang memikirkan sesuatu.

"Bukan begitu.. hanya saja, aku tidak menyukai Riata, Mel. Aku sukanya sama kamu. Aku tidak ingin bersama perempuan lain hanya karena dia butuh hiburan dan seorang rekan. Aku mencintaimu!" Nath menunjukkan kesungguhan dengan kalimatnya. Ia pun menggenggam kedua tangan Mel tepat di depan dadanya, "Aku mencintaimu, Mel."

Mel terdiam seribu bahasa. Memang benar, selama ini ia egois dengan tidak memperdulikan perasaan Nath. Mel hanya memikirkan bagaimana cara supaya Riata bisa bahagia dan sembuh dari penyakitnya. Tanpa sadar, Mel malah menggunakan Nath seolah ia itu adalah alat, sebagai jalan keluar dari penyakit Riata.

Bahkan, Mel juga mengorbankan perasaannya sendiri. Ia juga merasa lelah  dengan kondisi ini.

"Maaf, Nath. Aku egois." Mel menundukkan kepalanya lesu.

"Aku juga mencintaimu."

Cup.

Kecupan singkat mendarat di bibir Mel.

Mel tidak marah, ia justru memeluk Nath dengan erat setelahnya. Dan Nath juga membalas pelukan Mel.

"Hei, ini rumah sakit." Bisik Mel.

"Tidak apa-apa." Nath membenamkan kepalany ke ceruk lehernya.

"Masalah Riata bagaimana?"

"Tidak apa-apa, Mel. Tentang itu kita pikirkan nanti saja, setelah melihat kondisi Riata." Mel mengangguk anggukkan kepalanya mendengar jawaban dari Nath.

Perasaan Mel sedikit lega setelah meluruskan perasaannya tentang Nath. Ntah apa yang sebenarnya mereka selesaikan, sepertinya mereka hanyalah kembali mengingatkan tentang perasaan yang ada pada diri mereka sendiri. Saling mencintai, dan tidak ingin kehilangan satu sama lain.

Hari telah gelap, keadaan Riata pun sudah stabil dan ia ditempatkan kembali ke ruang inapnya. Namun jam besuk telah lewat, Mel dan Nath tidak diperbolehkan untuk mengganggu istirahatnya Riata. Nath pun mengantar Mel pulang menggunakan sepeda motornya.

"Terima kasih, Nath." Mel tersenyum sekilas setelah turun dari sepeda motor. Nath menatap Mel gemas, lalu mencium pipi kanan Mel.

Mel terkejut, ia diam membeku. Sedangkan Nath malah terkekeh pelan melihat wajah Mel yang merona merah.

"Sama-sama, Mel. Aku pulang dulu ya." Nath melambaikan tangannya, lalu pergi beserta suara desingan sepeda motor miliknya. Mel juga melambaikan tangannya, seiring menjauhnya Nath.

Mel memasuki pintu rumah tanpa ragu, lalu ia langsung disambut oleh seseorang yang sangat tidak ingin ia urusi sekarang. Wajah Valerie terlihat tidak senang, yah memang setiap hari seperti itu sih.

"Dari mana saja kamu? Mentang-mentang hari ini adalah hari terakhir ujian, kamu mau seenaknya pergi kemanapun yang kamu mau, gitu?!? HAH?!" Valerie berbicara dengan nada tinggi tepat di hadapan Mel, membuatnya ingin menutup telinganya saat itu juga.

"Aku baru saja menjenguk Riata!" Jawab Mel, ia berusaha jalan mendahului Valerie, namun Valerie langsung menarik lengannya dan..

PLAK!

Satu tamparan telak mengenai pipi kiri Mel, ulah Valerie.

Aduh, pipi kanan mendapat kecupan, yang kiri dapat tamparan, nice.

Mel menatap Valerie sinis,"Apa maumu?"

"Heh! Kamu mau sok berkuasa gitu? Kamu tidak memperdulikan sekitarmu gitu? Kamu tau gak, respon tetangga tentang kamu yang sering pulang malam-malam begini tuh apa? Anak yang tidak mendapat pendidikan! Anak tidak benar!" Valerie meledak-ledak membicarakannya.

"Dan siapa yang disalahkan atas semua itu? Aku! Mentang-mentang aku adalah Ibu keduamu, semuanya aku yang salah!" Valerie mengambil Vas kaca yang berisi bunga lalu melemparnya ke lantai. PRANG!

Pecahan Vas kaca tersebut memental dan menancap di betis Mel. Mel meringis kesakitan dan langsung terduduk akibatnya. Mel pun menyingkirkan serpihan kaca tersebut dari permukaan kulit betisnya.

"Mel, kamu tuh tidak pantas memiliki pacar, apalagi sampai mengantarmu pulang ke rumah? Itu lebih tidak pantas." Valerie kembali meraih vas bunga di atas meja ruang tamu, lalu menggerakkannya seolah memancing amarah Mel.

"Apa maumu wanita kurang ajar!?!" Mel tidak tahan melihat sikap Valerie yang semena-mena terhadapnya, namun Mel malah kembali mendapatkan tamparan di tempat yang sama. Pipinya telah memerah. Bukan lagi memerah karena malu, namun akibat rasa sakit yang ia tahan. Tangannya mengepal erat, memandang penuh kebencian terhadap Valerie.

Valerie juga menendang Mel dengan kuat di bagian perutnya. Sehingga Mel kesusahan bernapas dibuatnya.

Dengan kekuatan yang tersisa, Mel mengangkat wajahnya dan menatap lurus terhadap Valerie,"Kamu tahu Valerie? Aku sangat membencimu! PEREBUT SUAMI ORANG! PEREBUT KEBAHAGIAAN ORANG LAIN! PE----"

PRANG!

Valerie kembali melemparkan vas bunga utuh kedua, namun kali ini ia melemparnya tepat ke kepala Mel.

Darah segar mengalir dari kepala Mel, kesadarannya pun menghilang. Ia ambruk seketika. Seragam sekolah yang ia gunakan sejak pagi pun tak luput dari darahnya yang terus mengucur.

"Anak kecil, jangan sebut aku perebut ayahmu. Ayahmu lah yang lebih memilihku, heh." Cengir Valerie penuh kemenangan.

Valerie tidak menghiraukan Mel yang tergeletak bersibah darah, ia lebih memilih menunggu suaminya pulang untuk membereskan kekacauan yang telah ia buat.

>>Bersambung>>

Melyavaritta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang