Chapter 15 - Percaya(2)

12 2 0
                                    

Valerie memandang ke arah meja makan yang dipenuhi beranekaragam minuman. Namun tidak terdapat satupun makanan. Padahal perutnya telah mengaum-ngaum minta diisi. Siang bolong begini masa harus minum jus sebanyak itu?

"Mel, kemana pembantu kita? Kenapa tidak ada makanan satupun?" tanya Valerie terhadap Mel yang berjalan melewati ruang makan.

"Ntah." Mel tidak menghiraukan Valerie, ia hanya berjalan lurus menuju pintu kamarnya di pojok rumah.

Valerie merasa geram dengan sifat Mel yang begitu dingin terhadapnya. Padahal Valerie ingin mengubah cara pandangnya terhadap Mel, namun sepertinya itu tidak mungkin lagi.

Valerie hendak memarahi Mel dan memberinya sedikit pelajaran. Namun perutnya membekukan niatnya. Ia sangat lapar dan ingin makan!

Lagian, kenapa di atas meja ini hanya ada minuman? Kenapa meja ini dipenuhi jus tomat, mangga, apel, dan smoothy?

~~^0^~~

Mel memasuki kamarnya dengan hati-hati. Mengingat lantai kamarnya yang baru saja di-pel.

Dia bingung ingin melakukan apa di siang bolong seperti ini. Jadi ia mencoba membuat varian jus beberapa jam yang lalu, dan kini ia kembali bosan. Tanpa handphone, hidup terasa hampa. Walau telah seminggu berlalu, namun Mel masih belum terbiasa kehilangan benda petak tersebut.

Mel membuka laptopnya dan memutar film kesukaannya.

10 menit berlalu, Mel masih berkutat dengan laptopnya. Ia memang menyukai film tersebut, tapi entah mengapa rasanya bosan menonton film tersebut berulang kali.

Ia pun menutup laptopnya kesal. Mel juga belum berniat menyentuh bukunya untuk ujian besok. Toh, besok adalah ujian terakhir.

"Bosaaann.. " gumam Mel sambil merebahkan badannya di antara bantal-bantal.

Pandangan Mel tertuju pada langit-langit. Plafonnya berwarna putih keabu-abuan. Tanpa sadar Mel tertidur hingga beberapa jam.

~~^0^~~

Sore berlalu begitu saja, kini terang berganti gelap. Dan Nath masih di Rumah Sakit membantu Riata belajar.

Mereka belajar secara lesehan dengan meja kecil sebagai alas buku, supaya lebih mudah menulisnya.

"Nath, rumus fisika kenapa ada banyak sekali sih? Pusing hapalnya." ucap Riata membenamkan kepalanya ke bantal.

"Riata, coba bantalnya taruh ke atas kasur dulu, belajar yang serius donk." Nath mengambil bantal yang dipegang Riata lalu melemparnya ke atas ranjang pasien.

"Sini.. Untuk mendapatkan hasil dari rumus ini, kita harus pake rumus tekanan dulu, lalu rumus ini. Lalu hasilnya... " Nath sibuk menjelaskan materi kepada Riata. Sedangkan Riata sudah pusing sendiri melihat rumus-rumus yang ditunjuk Nath.

"Ngerti?" tanya Nath. Riata menggeleng pasti.

"Kenapa ya... Padahal dulu akutuh termasuk murid yang berprestasi... " gumam Riata sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Nath sempat mendengar suara halus tersebut.  Ia memaklumi Riata yang berpikiran seperti itu. Sepertinya ia menjadi seperti ini karena penyakit yang dideritanya.

Sementara Riata sibuk mengerjakan soal, Nath mengalihkan perhatiannya ke ponsel yang ia matikan sejak tadi pagi.

Nath penasaran dengan kabar Mel. Apa yang sedang ia lakukan? Apakah ia sudah belajar untuk ujian terakhir besok?

Sudah berkali-kali Nath mencoba untuk menelepon Mel. Namun ponselnya tidak aktif. Sama seperti hari-hari sebelumnya.

Nath mengerti bahwa Mel memerlukan waktu yang leluasa untuk belajar dengan serius, tapi bukankah ini terlalu berlebihan? Mel bahkan tidak memberikan kabar sejak seminggu terakhir.

"Em... Riata, sudah lama aku tidak melihat Mel." ucap Nath senatural mungkin, berusaha untuk membuat Riata tidak curiga.

"Oh.. Hm.. Ntah lah, mungkin dia lagi sibuk belajar seperti aku? Eh, dia udah siap ujian deh kayaknya." jawab Riata dengan santai.

"Emang kenapa, Nath? Mel memang biasa seperti itu kok." Nath tertegun dengan kata 'biasa' Riata. Seolah-olah Mel tidaklah penting baginya.

"Em..benarkah?" tanya ragu Nath. Dan Riata hanya membalasnya dengan anggukan kepala.

Riata memang merasa kalau Mel bersikap aneh akhir-akhir ini. Mel bahkan tidak menghubunginya sama sekali, saat ditelpon nomornya malah tidak aktif.

Setelah Nath pamit dan pulang ke rumah, Riata buru-buru mencoba menghubungi Mel. Namun hasilnya nihil. Telepon tidak tersambung.

"Kenapa ya?"gumamnya.

Tok tok tok

"Masuk.." ucap Riata sopan. Ia mengira perawatlah yang mengetuk pintu, namun malah Mel yang muncul.

"Hai Riata.." sapa Mel berusaha untuk tersenyum. Ia pun memasuki ruangan dengan pelan.

"Mel! Kamu kemana aja?? Kok baru datang sekarang? Inikan udah malam.. " tanya Riata dengan raut wajah khawatir.

Mel duduk di bangku di samping ranjang pasien. Meraih tangan kiri Riata, lalu mengelusnya pelan.

"Sepertinya kamu baik-baik saja, Riata." ucap Mel mengabaikan pertanyaan-pertanyaan Riata.

Riata menarik tangannya, "Kenapa? Kamu kemana saja? Aku juga bisa khawatir tau!"

"Ck, aku lagi ujian." Mel memutar matanya kesal.

"Terus kenapa nggak nelpon aku sama sekali?" tanya Riata yang semakin menunjukkan rasa sebal.

Mel tidak ingin menjawab bahwa telepon genggamnya sudah rusak. Karena Riata pasti akan tanya kenapa, sejak kapan, dan bagaimana ceritanya.

"Riata, kamu sudah punya Nath. Jadi aku tidak usah terus mengunjungi dan menghubungimu." Mel berusaha setenang mungkin untuk menjawab pertanyaan Riata.

"Tapi tetap saja, Mel. Kamu tuh temanku."

"Aku tahu.. " oleh karena itu aku tidak menghubungi maupun mengunjungimu, Riata.

"Besok kamu harus datang ya, Nath juga mencarimu lho." Sepertinya Riata mulai tenang.

Mel menganggukkan kepalanya pelan.  Lalu, Riata tertawa pelan.

"Mel, pasti berat bagimu untuk menemuiku pada jam malam seperti ini. Si rambut putih itu pasti menghalangimu." ucap Riata sambil mengingat ibu tiri Mel yang memiliki rambut dicat putih ombre.

"Ah, benar juga. Aku sampai harus memasuki rumah sakit ini dengan sembunyi-sembunyi karena jam besuk sudah habis." tambah Mel yang membuat Riata tertawa lepas.

"Hahaha, ya sudah kamu pulang sana. Besokkan ujian... " ucap Riata," Setelah ujian, jangan lupa mampir kesini ya?"

>>Bersambung>>

Melyavaritta Where stories live. Discover now