Bab 22

430 44 17
                                    

Assalamualaikum

Budayakan menjawab salam dan memeberi vote & coment><

Maaf part ini aku aploud kembali, karena ada sedikit masalah. Partnya tiba-tiba keacak:(

Maafkan Author yang terlalu jahat dalam membuat cerita:')

________________________________

~kepergianmu akan selalu ku kenang,~

Mengenang kepergian Aldi yang sudah masuk sebulan, tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Tapi  tetap saja Clara susah untuk melupakan,

Soal hubungannya dengan Iqbal? Clara sudah berbaikan, Iqbal sudah memaafkan dan mengerti tentang perasaanya. Namun pernikahan Iqbal dan Helena semakin dekat, tidak ada kata menunda.

Kebencian orang tuanya masih saja tetap sama, tidak ada yang berubah, selalu mendapat cacian, bentakan dan yang paling parah adalah pukulan.

Takdir memang sedang membuat hati Clara menjadi kembang-kempis, senang dan sedih selalu datang menghampirinya. Tapi, Clara masih bisa tersenyum di hadapan semua orang, berharap senyuman ini bukanlah senyuman terakhirnya.

Buuk...

"Anak macam apa kamu ini, selalu buat masalah." Suara bentakan yang keluar dari mulut Verdi

"Ahh, sakit Yah, tolong jangan pukul aku lagi." jeritan Clara yang menggelegar didalam ruangan.

"Kamu harus rasakan ini, gara-gara kamu nama baik saya jadi rusak" kata Verdi sambil memukuli Clara semakin kuat

"Ayah maafkan aku, aku tidak bermak-"
"DIAM." bentakan itu kembali bergumang.

"Ayah sakit." Clara meringis kesakitan, pasalnya semenjak Aldi pergi, Clara jarang pulang. Dia selalu mengunjungi makam Aldi dan suka menginap di rumah Aldi.

Bisik demi bisik terucapkan dari bibir tetangga yang akhirnya menjadi bahan bincangan hangat para penghibah, hal itu sampai membuat nama baik Keluarga besar  David Antares hampir tercoreng, karena apa yang mereka lihat dan mereka keluarkan berbeda. Bahkan mereka mengira Clara adalah seorang jalang. Oleh sebab itu, Verdi memberi peringatan dan memukuli Clara berulang kali.

Verdi meninggalkan Clara dengan keadaan menyedihkan, bekas cambukan itu terlihat jelas di sekujur tubuhnya. Hatinya kembali terasa sakit. Tidakkah Ayah merasakan, apa yang aku rasakan? Tidakkah Mama merasakan jeritan sakit dari putrimu?

"Ahh" suara ringisan Clara yang berusaha bangkit.

"Aku harus kuat, tersenyum Clara tersenyum, jangan menangis, jangan menangis." ucapnya berusaha menahan air matanya, namun rasa sakit ini telah mengalahkan segalanya bahkan menahan air matapun sulit untuk di lakukan.

Clara berjalan menuju kamarnya, tempat dimana dia bisa mengeluarkan rasa sakitnya, mengeluarkan segalanya. Tentu saja hujan selalu menemaninya di setiap tangisnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Egois (Clara) END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang