Resepsi

191 18 5
                                    

Sepanjang perjalanan tidak banyak kata yang terucap dari bibir Elena, lain lagi dengan Damon yang suka sekali curi-curi pandang melihat kecantikan Elena dengan balutan dress berwarna merah muda.

“Gak usah lihat-lihat!” sindir Elena.

“Mata, mata aku, bukan mata kamu,” balas Damon.

Setelah memastikan mobil telah terparkir sesuai jajaran, Damon segera melepas sabuk pengaman. Ia menatap Elena bingung, “Mau sampe kapan di sini? Turun! Kita udah sampe.”

Ah ya! Elena baru menyadari jika mereka sudah sampai di tempat tujuan.

“Ngapain masih diem? Mau nunggu gue bukain sabuk pengaman lo? biar kayak cowok di novel-novel gitu?” sindir Damon diiringi dengan kekehan pelan.

“GAK USAH HALU!” dengan cepat tangan Elena membuka sabuk pengaman, kemudian meraih pouch mewah senada dengan dress yang dikenakan. Ia keluar dari dalam mobil terlebih dahulu daripada harus menunggu Damon membukakan pintu untuknya.

Lah? Emangnya yakin Damon akan membukakan pintu?
Elena meruntuki kebodohannya, mana mungkin Damon membukakan pintu untuk Elena.

Ck! Sudah seperti film romantis saja.

Kedua pasangan itu berjalan beriringan memasuki pelataran gedung. Elena masih menatap ke sekeliling gedung di hadapannya, rasa gugup itu menghampiri. Ini adalah pertama kalinya Elena menghadiri acara pernikahan bersama laki-laki asing, terlebih lagi, acara itu bukan digelar oleh keluarganya—juga bukan dengan teman-temannya, karena tentu sangat tidak mungkin mengingat teman-teman Elena masih remaja bersekolah sepertinya.

“Nih!” Elena melihat uluran lengan yang ditawarkan oleh Damon.

Maksudnya apa nih bangkotan?!

“Ngapain?” tanya Elena tidak paham.

“Mungkin lo butuh lengan buat diamit,” sahut Damon percaya diri, “tuh kayak pasangan itu, itu, itu”

“LO TUH YANG AMIT-AMIT!” kesal Elena kemudian berjalan mendahului Damon.

Tentu saja Damon tertawa melihat tingkah lucu Elena yang masih seperti anak-anak, tapi itu tidak berlangsung lama karena pada kenyataannya Damon segera menangkap tubuh Elena yang sedikit oleng akibat tidak terbiasa memakai heels dengan tinggi sembilan centi itu.

“Udah dibilang hati-hati, sayang!” goda Damon.

“Gak usah sayang-sayangan!” Elena segera menegakan tubuhnya kembali lalu merapikan penampilannya.

“Tolong jaga jarak aman! Nanti kalau sayang, bahaya!” cercah Elena.

“Emang udah sayang.” Damon membalas.

Ini bahaya! Kalau sampai gombalan Damon di teruskan, bisa tidak sehat untuk jantungnya yang sudah berdebar-debar. Apalagi wajah Damon sebelas dua belas sangat mirip dengan Ian, bisa saja Elena baper pada dua cowok sekaligus karena wajah mereka yang mirip.

“Masih mau?” tawar Damon, “daripada nanti jatuh lagi, kan sayang,”

Mau tidak mau, akhirnya Elena menerima uluran lengan itu. Ia mulai melingkarkan tangannya pada lengan kokoh Damon lalu berjalan beriringan masuk ke dalam gedung.

Baru saja melangkahkan kaki ke dalam gedung utama, mata Elena dimanjakan dengan desain haul yang digunakan sebagai resepsi. Bagaimana tidak, resepsi malam ini menggunakan konsep yang mewah dengan warna ungu mendominasi.

Mulai dari display setiap ornamen utama yang digunakan dalam setiap sudut gedung hingga penampilan tamu yang hadir seperti sudah di konsep dengan begitu mewah. Seperti yang sudah dikatakan, warna-warna yang diusung di acara resepsi ini adalah ungu, putih, dan silver.

I Love You, Damon! Where stories live. Discover now