Damon Panik

114 9 1
                                    

Beberapa menit lalu Alana menghubungi Damon, mengatakan jika Elena sedang sakit perut di sekolah. Penyebab pastinya Alana tidak tahu, karena teman-teman Elena juga tidak mengetahui penyebabnya. Yang mereka ingat, mereka sedang makan bakso bersama di kantin saat istirahat.

Wanita yang sudah ditandai sebagai 'calon mertua' Damon itu meminta tolong untuk segera datang menjemput anaknya, lantaran Alana sedang ada tugas jaga di Rumah Sakit.

Alana juga mengatakan, jika memang diperlukan, Damon harus segera membawa Elena ke Rumah Sakit tempatnya bekerja.

Sebagai calon mantu yang baik, disinilah Damon sekarang. Berlarian menyusuri lorong koridor sekolah bersama salah satu teman Elena yang mempunyai rambut blonde kepirangan. Kalau tidak salah, namanya Caroline.

“Masih jauh gak sih?” omel Damon tidak sabaran. Ia bahkan tidak menyadari banyak pasang mata tertuju padanya. Penampilan Damon tidak bisa dikatakan sopan hanya dengan kaos hitam, celana jeans berwarna senada yang terdapat bagian robek pada lutut, dan juga jaket kulit kebanggaannya.

“Sabar elah!” balas si cewek yang juga berusaha mensejajarkan langkah kakinya dengan cowok bertubuh tinggi di sebelahnya.

Ini jalan apa lari sih?! Cepet amat, gerutunya. Cewek cantik bertubuh mungil itu bahkan sampai berlari untuk mensejajarkan langkahnya dengan Damon.

“Pelan-pelan, setan! Gue nya ketinggalan.”

Damon tidak peduli. Ia terus melangkahkan kaki lebar-lebar ke toilet di ujung pertigaan koridor sekolah yang sudah diarahkan oleh Caroline. Tujuannya hanya satu, Damon ingin cepat sampai di toilet.

Damon langsung masuk saja ke dalam kamar mandi—tidak peduli sekalipun itu kamar mandi khusus perempuan.

Yang pertama kali Damon lihat adalah Elena duduk di lantai, dengan kedua tangan saling memeluk bagian perut. Punggungnya bersandar lemas pada dinding depan salah satu bilik kamar mandi, sedangkan kepalanya bersandar pada bahu Rose.

Damon ikut berjongkok di hadapan Elena. Ia menyelipkan beberapa anak rambut yang sudah basah oleh keringat, ke belakang telinga.

Sebenarnya apa yang terjadi?

“Ini Elena kenapa? Kok bisa sampai gini?” Rosaline menggeleng, pun begitu dengan Caroline mengangkat bahu tidak tahu.

Setelah menatap kedua teman Elena secara bergantian, Damon beralih menatap Elena.

“Masih sakit?” tanya Damon lembut.

Elena mengangguk lemas. “Mana yang sakit? Perut ya?” Elena kembali mengangguk.

“Sudah minum obat?” Elena kembali membalas dengan gelengan pelan.

Menghembuskan napas pelan. Damon melepas jaket kulit berwarna hitam miliknya, lalu ia gunakan untuk menutupi rok seragam Elena yang tersingkap karena sedang duduk di lantai.

“Gue beliin obat sebentar, sekalian makan.” Elena meraih tangan Damon. Sebuah gelengan pelan lagi-lagi diberikan untuk laki-laki itu.

“Kenapa enggak?”

“Udah makan tadi pas istirahat,” sahut Rose saat mengerti maksud Elena.

“Yaudah, pindah UKS mau?”

Barulah Elena menjawab, meskipun itu hanya dengan suara yang pelan. “Sakitttt,”

Damon mengusap ujung kepala Elena pelan. Tatapannya begitu khawatir melihat Elena sedang kesakitan di hadapannya. Baru saja beberapa hari lalu sembuh dari demam, sekarang sudah ganti sakit perut saja.

“Yaudah, pulang aja ya? Aku ijinin sama bagian kesiswaan dan BK?”

“Gue bantu!” sambar Rosaline cepat.

I Love You, Damon! Where stories live. Discover now