16• Pemandangan Menyakitkan ☪︎

447 61 6
                                    

Ekhemm

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ekhemm.

Galeen berdehem, bukan maksud membuat kaget mereka atau merusak suasana, tapi pemandangan di depannya membuatnya ... ah tidak tahu, yang pasti Galeen tidak menyukai pemandangan yang tersaji di depannya.

"Ini sekolah buat nyari ilmu, bukan buat pacaran!" Galeen berujar dingin, tatapannya seakan ingin membunuh Gibran lewat laser merah yang ingin keluar dari matanya.

Lepas mengucapkan itu, Galeen berlalu meninggalkan mereka dengan wajah merah padam menahan malu.

"Shit! Lo ceroboh banget tau nggak! Lo udah bikin malu gue!" Bentak Gibran kasar. Ia mengelap pipinya yang telah dicium oleh Naura.

Hati Naura tersayat mendengar penuturan Gibran. Naura tak sengaja mencium Gibran, mengapa Gibran bisa semarah itu padanya?

Selepas itu, Gibran berlalu meninggalkan Naura dengan keadaan bibirnya yang pucat.

"Emang ya, banyak yang gak menginginkan kehadiran Naura" gumam Naura lirih. Kepalanya menunduk lesu menatap lantai putih kosong. Lalu setetes air mata luruh jatuh pada lantai UKS.

Entah darimana ada seseorang yang memeluk Naura erat. Naura hanya diam, tak perduli seberapa erat dia dipeluk oleh 'dia'.

"Gue capek ..., gue capek setiap hari di bentak sama ayah, di tampar sama ayah, bahkan ucapannya selalu bikin gue sakit hati. Gue capek pura-pura bahagia, gue pengen nyerah, yapi gue gak mau bikin Tuhan kecewa sama gue" Naura bergumam lirih, diiringi isak tangis yang semakin menjadi.

"Lo kuat. Gue yakin, akan ada pelangi setelah hujan. Lo masih percayakan sama hal Itu?" Tanya Luna. Naura mengangguk. Menghapus air matanya lalu kembali tersenyum. Senyum inilah yang Luna inginkan. Namun sepertinya tidak, Luna ingin melihat Naura bahagia tanpa adanya luka.

"Aih! Seharusnya hari ini tuh gue seneng! Bukan malah nangis!" Ucap Naura mengerucitkan bibirnya.

Lantas Luna mengeriyit heran. "Maksudnya?"

Naura menoleh cepat kearah Luna, memasang senyum mengembang hingga matanya menyipit. "Tau nggak? Tadi malem gue di peluk sama ayah! Omaygat! Gak kebayang gimana bahagianya gue Lun!" Naura menepuk-nepukkan tangannya senang.

Luna masih diam, mencerna ucapan yang Naura lontarkan. "Ha?" Beonya.

Naura berdecak kesal, merotasi bola matanya malas. "Kemarin gue mimpi di peluk sama Ayah. Rasanya tuh anget gitu Lun, waaah gue bahagia banget sampe gak bisa di ucapin sama kata-kata"

Senyum Luna perlahan pudar, ia masih memandang lekat wajah bahagia yang tercetak jelas di wajah Naura. 'Mimpi' jadi maksud Naura, Ia di peluk oleh Ayahnya hanya dalam mimpi tapi yang Naura rasakan adalah bahagia berkali-kali lipat?

Perlahan Luna tersenyum kecil. Sedangkan Naura masih asik dengan celotehannya, menceritakan bagaimana bahagianya di peluk oleh Ayah.

Luna yang mempunyai Ayah yang selalu memeluk dirinya pun merasa bosan. Setiap pulang kerja, Ayah Luna selalu memeluknya, namun dirinya malah acuh kepada pria tersebut. Seharusnya ia bersyukur mempunyai Ayah yang menjadi kebanggaan keluarga, seharusnya ia bersyukur mempunyai Ayah yang selalu memperlakukan dirinya dengan baik. Karena diluar sana banyak anak maupun remaja seperti Naura yang masih mengemis kasih sayang pada Ayahnya.

About NauraWhere stories live. Discover now