Bagian 1

471 66 14
                                    

Semua kebenaran hanya akan terungkap oleh tokoh utama!!

---
"

Dia memang tidak mengenaliku atau hanya berpura-pura tak tahu aku?"

Axeyla Semira



Seorang gadis berjalan melewati koridor kelas sepuluh IPA. Menuju kelasnya, ada yang tertinggal di laci mejanya.

Suasana SMA Pelita sudah sunyi, mungkin karena malam hari. Untung saja gerbang sekolahnya itu belum dikunci.

"Ini kalo tuh buku gak penting gue ogah kesini!" grutu gadis itu, "Bu Asna juga ngapain ngasih tugas mendadak sih! Bukunyakan gue tinggal."

Dengan mengendap-endap akhirnya dia berada di depan kelasnya. X-2 MIPA. Tangan mungilnya itu membuka gagang pintu. Mengadarkan senternya kepenjuru ruangan. Takut-takut ada setan nongolkan gak lucu.

Matanya membulat saat pencahayaan handphonenya menyorot seseorang duduk disalah satu kursi. Wajah sosok itu diatas meja dengan kedua tangannya yang menutupi.

Gadis itu. Saira Aldera, mencoba menetralkan ketakutannya. Dia mengenal sosok itu, teman sekelasnya. Dengan keberanian Saira mendekatkan diri pada sosok itu.

Dingin. Tangan temannya itu dingin seperti es. Dengan cepat Saira memeriksa tubuh temannya itu. Takut-takut Saira menggoyangkan tubuh temannya itu. Tidak ada pergerakan sama sekali.

Meletakkan tangan di depan hidung temannya.

Tubuh Saira terduduk lemas. Matanya menatap kosong temannya yang sudah tak bernapas. Memundurkan tubuh mungilnya, untuk keluar dari ruangan ini.

Air matanya luruh, saat seorang guru melihat kejadian itu. Ya, malam ini ada guru lembur. Saira takut, takut jika dirinya dituduh melakukan pembunuhan.

"G-gue bu-bukan pembunuh," ucap Saira lirih pada gurunya itu.

🍁🍁🍁



SMA Pelita dihebohkan dengan kematian salah satu siswinya. Rumor yang beredar membuat penghuni SMA itu bergidik ngeri.

Gimana tidak, mereka tidak habis pikir. Gadis pendiam dan cantik itu melakukan kriminal. Bahkan korbannya, temannya sendiri.

Saira menatap nanar papan mading yang menunjukan tulisan turut berduka cita atas nama Axey Semira, X-2 MIPA.

Mulutnya bungkam, walau hatinya ingin memberontak. Ia hanya saksi bukan pelaku. Kenapa tidak ada yang percaya sama sekali?!

"Hahah, gila sumpah. Gak habis pikir sih sama otaknya dia, kelewat cerdas!"

"Banget, cantik sih tapi sayang otak kriminal!"

Telinga Saira panas. Kali ini dia harus berutal, sudah cukup dengan asumsi mereka semua. Yang jelas-jelas salah.

"Anjing diem lo! Gue bukan kriminal, lo semua gak tau apa-apa! Dan inget satu hal, gue gak pernah bunuh Axey!" teriak Saira. Amarahnya sudah tak bisa dibendung lagi, sangat menyakitkan.

"Idih bagus lo gitu? Otak kriminal kaya lo gak pantes ada disini!" maki Gionna.

Ya, gadis yang sedang menjadi lawan bicara Saira adalah Gionna. Queeny bullying. Julukan yang pantas untuknya. Karena dia, banyak masa depan yang harus terhenti.

"Diem lo! Gue gak pernah bunuh siapa-pun temasuk Axey!" bela Saira pada dirinya.

"Maling gak ada yang ngaku, kalo ngaku penjara penuh!" balas Gionna sinis.

Semua orang tertawa atas ucapan Gionna, kelewat berani. Mana mulutnya pedas seperti cabe limakilo. Bisa membuat lawan bicaranya bungkam.

"Gue bukan pembunuh!" amuk Saira, "Gue bukan pembunuh anjing!" lagi, Saira merasan sakit di pendengarannya. Berdengung nyaring.

Semua orang tertawa melihat Saira yang mengamuk, menarik rambunya sendiri dengan kuat sambil berteriak. AKU BUKAN PEMBUNUH!

Bahkan sampai guru yang harus turun tangan membantu menyadarkan Saira. Namun nihil, gadis itu semakin menjadi-jadi. Tidak bisa dihentikan, sekalipun sudah ditahan puluhan orang.

Orang tua Saira sudah dikabari, hanya saja tak diangkat. Mungkin karena sibuk dengan kerjaannya. Suasana semakin kacau saat Saira mencoba menyayat urat nadinya dengan pisau.

Entah dia mendapatkan pisau itu dari mana, tiba-tiba sudah ada di genggamannya saja. Seperti sulap.

"Gue bukan pembunuh!" lirih Saira pada semuanya.

Tubuhnya seperti remuk, pergelangan tangan yang bedarah. Tatapan kosong, rambut yang acak-acakan. Sudah seperti orang gila sesungguhnya.

"Pak, tolong panggilkan Dokter saja. Saya takut jika Saira ini gila," ucap salah satu guru disana. Buk Tiwy namanya, ya hanya guru ini yang terlihat peduli keadaan Saira.

Guru yang diperintah itu mengangguk, lalu berlalu. Mengerjakan yang diperintahkan, untuk memanggil seorang Dokter.



🍁🍁🍁



"Begini buk, jiwa anak ini terguncang dan mengakibatkan dia depresi seperti menggila." ucap seorang Dokter pada buk Tiwy, "Kemungkinan besar ini terjadi karena tekanan batin yang terjadi di rumah atau'pun sekolah, apa ibu tau anak didik ibu ini sering mendapat kekerasan batin?" tanya Dokter itu memastikan.

"Maaf Dok, saya tidak pernah melihat Saira menangis dan murung. Gadis ini sangat ceria, hanya saja irit bicara." terang buk Tiwy.

Dokter itu mengangguk mengerti, "Ada baiknya dibawa ke-psikiater. Untuk kebaikan bersama," ucap Dokter itu yang dibalas anggukan oleh buk Tiwy.

Semua penghuni SMA Pelita dibubarkan, karena akan diadakan rapat bersama dewan sekolah. Rapat yang jarang sekali dilakukan tiba-tiba harus berjalan, apalagi harus membahas kasus yang sedang menjamu penghuni SMA ini.

"Saya harap para DS memberi titik terang atas kasus ini," ucap salah satu Guru pria. Pak Junet.

Para Dewan sekolah mengangguk mengerti. Ini kasus simple, apa lagi sudah ditangani polisi.

Ya, waktu kejadian semalam Guru yang bersama Saira menghubungi polisi langsung. Bahkan kasus itu langsung berjalan, dari otopsi mayat sampai mencari bukti.

"Bukti otopsi akan keluar lusa, maka dari itu kalian para guru harus menenangkan para siswa-siswi. Jangan ada yang membicarakan hal ini lagi sebelum hasil itu keluar!" ucap pria paruh baya, yang diyakini pemilik sekolah ini.

Semua yang ada disana mengangguk mengerti. Memang tidak baik membicarakan hal yang belum tentu benar. Apa lagi membuat salah satu siswi lainnya ikut terseret kasus ini.

"Dan siswi yang terseret kasus ini, berikan dia fasilitas yang mencukupi pengobatan jiwanya. Kita butuh dia untuk menjadi saksi!" lanjut pria paruh baya itu lagi.

Pernyataan itu tertuju pada bu Tiwy yang menangani Saira. Dia yang diutus untuk melihat perkembangan Saira. Menganggukan kepala bahwa mengerti dengan tugasnya.

Disalah satu meja, seorang paruh baya tersenyum sinis saat pembicaraan ini mengarah ke gadis malang itu. Sangat miris. Tapi ini sangat seru baginya. Menyakiti gadis itu adalah tujuannya.

"Saksi akan menjadi tersangka dengan mudah!" lirinya.


---

Jangan terkecoh!! Semua bisa di minipulasi untuk menutupi kebenarannya!

SCHOOL DEATH (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon