Bagian 2

282 49 4
                                    

"Gue bukan pembunuh! Gue saksi, bukan tersangka. Kenapa gak ada yang percaya?"

Saira Aldera



Sudah dua hari Saira ditangani Psikiater. Keadaannya semakin memburuk, Saira akan berteriak jika ada yang mendekatinya. Semua cara sudah dilakukan. Namun nihil.

Membuat semua Dokter ahli jiwa angkat tangan dengan kasus ini. Yang membuat kasus ini berat keluarga Saira tak ada yang ambil pusing, tak ada yang datang menemaninya ataupun menjenguk.

Sangat miris.

Siapa sangka, gadis yang terlihat ceria memiliki masa suram. Tak ada yang mengetahui, yang mereka tahu hanya keluarga harmonis. Ternyata itu hanya topeng.

Pencitraan semata. Keluarganya tak baik-baik saja seperti dimata publik. Tak ada kata-kata lembut, perlakuan manis dan sapaan hangat disetiap pagi.

Yang ada hanya kata-kata kasar, kekerasan dan kegelapan. Hidup Saira suram. Lebih dari bayangan.

Jika bisa memilih, Saira tidak ingin dilahirkan dibumi. Dunia sangat kejam pada hidupnya, bahkan tak pernah memberinya kebahagian.

Mungkin karena itu Saira membenci perdamaian. Dia benci kegaduhan, dia hanya ingin hidupnya tenang tanpa adanya gangguan. Seperti hama yang menyerang.

"Gimana Dok? Ada perkembangan?" tanya buk Tiwy selaku yang diberi amanah menjaga Saira.

"Maaf buk, semakin hari keadaannya memburuk. Hanya ada salah satu cara agar dia bisa tenang," ucap sang Dokter.

Alis buk Tiwy menyatu, mengernyit bingung. Banyak asumsi yang ingin dia suarakan, namun dia sadar diri dia hanya membantu tidak lebih.

"Ah begini Buk, kita harus menghilangkan ingatan masa lalu gadis itu. Ini salah satu cara yang bisa membuat gadis itu sembuh," ungkap sang dokter.

"Apakah ini tidak bahaya Dok?" tanya buk Tiwy. Dia takut jika siswinya ini akan terluka.

"Mungkin ini berbahaya, tapi ini sangat penting untuk kehidupan gadis itu. Jangan takut Buk, gadis itu kuat bahkan dia bisa menyembunyikan depresinya dari semua orang." tutur sang dokter tanpa ragu.

"Saya ikut saja dok, yang terpenting gadis itu sembuh. Saya kasihan melihat dia kesakitan seperti itu," ujar buk tiwy, matanya menatap nanar pintu ruangan Saira.

"Baiklah ini akan kami lakukan seminggu lagi buk, karena kami harus mempersiapkan dengan matang. Agar tak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," putus sang Dokter.

Buk Tiwy mengangguk mantap. Hatinya nyeri melihat anak yang masih muda yang biasanya bersenang-senang, malah depresi berat. Jiwa yang dipaksa sehat dan hati yang dipaksa untuk mati.



🍁🍁🍁



Para penghuni SMA Pelita sedang menanti kabar hasil otopsi. Banyak siswa-siswi yang membela Saira dan banyak pula yang menyalahkan gadis itu.

Kabar kejiwaan Saira sudah terdengar di seluruh penjuru sekolah, banyak yang menyesal karena sudah menuduh Saira tanpa bukti. Banyak pula yang senang karena Saira memang pantas mendapatkannya.

Bahkan kejiwaan Saira dibuat lelucon dengan penghuni lain. Bukan hanya lelucon, mereka juga membeberkan kehancuran keluarganya.

Membuat semua orang jijik Mendengarnya. Pencitraan publik yang gila. Sudah gila status dan ketenaran.

Pantas saja putri semata wayangnya menggila. Itu juga akibat dari keserakahan kedua orang tuanya. Sangat hina.

Seorang guru, menempelkan kertas hasil otopsi dimading SMA Pelita. Banyak penghuni sekolah yang berantusias melihatnya, dan tidak sedikit pula yang bersikap bodo amat.

Semua siswa-siswi ternganga membaca hasilnya. Banyak desahan kecewa yang keluar dari mulut mereka.

Mereka kecewa, pasalnya hasil itu tak memuaskan.

Hasil Otopsi

Dari hasil yang sudah diperiksa, tubuh Axey Semira tidak ditemukannya benda tumpul maupun jejak tangan yang melukainya.

Maka dari itu, kematian Axey Semira dinyatakan karena penyakit bawaan, bukan pembunuhan!

Dari itu saudara Saira Aldera tidak terbukti menjadi tersangka, dia hanya sebagai saksi!

Demikian hasil otopsi dari Rumah Sakit Cahaya.

Apa ini? Penyakit bawaan? Kenapa tidak dijelaskan karena penyakit apa gadis itu meninggal? Banyak asumsi yang bersarang dibenak penghuni sekolah ini.

Sangat janggal? Ya, ini sangat aneh. Tidak mungkin gadis yang suka dibully itu meninggal hanya karena penyakit bawaan. Gadis itu tak selemah itu, dia kuat.

Seorang siswa membaca itu, bibirnya kelu. Rencananya gagal, lalu dia harus apa sekarang? Mencari tahu tentang Saira Aldera? Apakah gadis itu sedang pemulihan?

Orang suruhannya itu sangat tidak becus, percuma dia membayar besar. Tapi ada untungnya juga, Ayahnya bisa diandalkan. Menutup rapat-rapat hasil yang sebenarnya.

Bibirnya menyeringai kecil, lalu meninggalkan tempat terkutuk itu.

"Na, apa yang bakal lo lakuin? Saira bakal balik lagi tuh kesekolah ini. Terus lo udah nuduh dia, kasian banget Saira ya?" ucap gadis berambut belang.

Nuella. Ya, rambut Nuella setengah coklat setengah hitam. Seperti orang bule.

"Lo mau bela gue atau si curut itu?" tanya Gionna kesal.

Gionna, si Queeny Bullying. Sedangkan Nuella anak buahnya. Ah satu lagi si pendiam Elviza. Mereka leders Queeny Bullying, atau sering di sebut anggota-QB.

Mereka membenci perdamaian, mereka akan membully anak-anak yang cupu dan beasiswa. Tujuannya hanya satu, orang jelek gak pantes ada disini!

Bukan hanya orang jelek, siswi cantik saja akan mereka cari kesalahannya. Good looking doang gak pantes dibela kalau ada kesalahan.

Ya, seperti yang mereka lakukan pada Saira. Semua rahasia kelurga dan hidup Saira merekalah yang membeberkannya.

Sangat mudah untuk mendapatkan berita itu, Gionna melakukan hal yang menjijikan. Menjadi pelacur Ayahnya Saira.

Gionna memang gila, dia sudah tak perawan. Dia akan menghancurkan hidup orang yang memiliki keluarga harmonis. Sebagai perusak keharmonisan itu.

"Ya, gue bela lo lah Na. Tapi lo gak kasian gitu? Udah ancurin keluarganya, terus buat Saira gangguan jiwa?" tanya Nuella lagi.

"Gak! Ngomong-ngomong soal hancurin keluarganya, gue jadi inget semalam waktu gue berhubungan tubuh sama Ayahnya Saira." ucap Gionna sambil mengingat kejadian semalam, "Gila gue lakuin itu dari pulang sekolah sampek subuh, Ayahnya Saira mantep juga." lanjut Gionna.

Elviza yang sendari menyimak, membulatkan matanya. Temannya ini sangat gila. Menyerahkan harga dirinya hanya untuk kesenangan semata.

"Udah gila!" gumam Elviza.

"Apa, lo bilangin gue gila?" ucap Gionna ngegas.

"Hm," sahut Elviza tanpa minat.

"Lo bener, gue gila banget. Tapi gue udah kebiasaan, sehari gak gituan rasanya gak lega." ucap Gionna dengan tawa, Elviza dan Nuella saling tatap.

Memang benar temannya ini sudah gila. Harusnya dia bukan Saira yang masuk RSJ!



🍁🍁🍁



Seorang pria duduk diruang keluarga di mension megahnya. Menunggu sang anak yang baru saja melakukan kesalahan.

"Apa kamu tidak bisa diam, dan tidak membuat kesalahan?" tanya pria paruh baya tersebut.

"Ayolah Pa, De cuman mau menghukum gadis yang menolak De. Gadis De itu sangat manis, De sangat mencintai dia." Ungakap lelaki yang menyebut dirinya dengan nama De.

"Kau itu bisa membedakan tidak, antara cinta dan obsesi?" tekannya pada anaknya yang sangat nakal ini.

"Jangan salahkan De Pa, gadis itu saja yang membuat kesalahan. Ngomong-ngomong bagaimana keadaan gadisku?" tanya De menunjukan tampang cemasnya.

"Dia akan melakukan pengobatan yang bisa membuat dia amnesia, hanya itu jalan satu-satunya agar dia pulih dan melupakan masalalunya." jelasnya.

De mengangguk, "Itu lebih baik pa, biar aku bisa memiliki gadisku seutuhnya."


🍁🍁🍁

Pecinta si X? Awww namanya masih menjadi misteri.
Selamat menebak

SCHOOL DEATH (END)Where stories live. Discover now