Bagian 18

96 25 0
                                    

"Persiapkan diri untuk memulai semuanya!"


🍁🍁🍁


Tangan mungilnya seperti mengalun nada secara otomatis. Sangat lentik dan indah. Lagu apa ini? Dirinya mengingat kembali. Semakin keras ia mengingat, mengapa semakin sakit kepalanya?

Lantunan nada itu hampir selesai satu lagu. Terulangnya kembali ke nada awal, sangat aneh. Tangannya sangat hafal dengan nada-nada ini, mengapa tangan, hati, pikirannya sangat berbeda! Gadis itu terlonjak.

"A-a-ax-xey?" gumamnya.

Ia langsung berlari keluar ruangan yang penuh dengan kenangan itu. Ia menangis di depan pintu kembali. Tapi ia tak ingat apapun. Axey? Sahabatnya? Dimana? Kenapa Saira nggak pernah ketemu?

Brakk

Tubuh gadis itu terjatuh ke lantai. Menutup matanya perlahan, sendirian.



🍁🍁🍁



Ninu ninu ninu

Ambulance yang dipanggil Ziva tadi sudah sampai di rumah sakit. Segera didorongnya Saira ke UGD. Ziva kecolongan!

Ziva sudah menghubungi Putra dan Denan berkali-kali, tetapi kedua sejoli itu tak kunjung datang! Ingin sekali Ziva mencekek mereka. Hei, jangan salahkan Ziva kalau mereka berdua nanti mati!

Ziva berlari mengikuti Saira ke UGD, sangat panik! Sendirian pula. Air matanya sedari tadi sudah lolos, berkali-kali Saira masuk UGD, tetapi baru kali ini rasanya sangat sakit.

"Tuhan berilah Saira kekuatan," gumamnya lirih



🍁🍁🍁



"Putt! Ziva kecolongan!" Teriak Denan sambil mengguncang tubuh Putra.

"Woahh hmm, panggil polisi aja lah, gitu aja repot," jawabnya tak sadar.

"Kampret! Saira, Put! Bangun lo woyy, Kampret bangun!"

"HAH?! KENAPA LO NGGA BILANG DARI TADI HA?!" teriak Putra, ia segera mengambil celana panjang dan hoodie hitam.

"Kampret lo! Gue udah bangunin lo dari sepuluh menit yang lalu, lo juga udah berkali-kali di telepon Ziva, kemana aja lo!" tekan Denan, sangat geram!



🍁🍁🍁



"Jangan melakukan hal yang berat-berat ya, Saira!" ucap dokter itu.

"Iya dok," jawab Saira lirih. Dokter itu berpamitan untuk kembali ke ruangan.

Ziva langsung berdiri dari tempat duduknya, "Lo kenapa sih?"

Saira nampak mengingat kejadian sebelum ia berada di rumah sakit ini, "Enggak tau nggak inget," jawabnya.

"Gue tinggal bareng lo lagi ya, ya," pinta Ziva, ia tak mau kecolongan kembali! Saira mengangguk tersenyum.

"Kalian mau makan apa? Biar gue yang beliin," ucap Denan.

"Terserah lo aja deh," jawab Ziva.

Rahang lelaki itu mengeras, pesan dari Papanya sangatlah tak masuk akal, Papanya sangat keras kepala!

"Ra, kedepannya lo harus lebih hati-hati karena emm, mungkin akan ada yang lebih dari ini, semangat ya Ra! Gue pulang dulu," pamit Putra keluar dari ruangan Saira. Ia akan cepat cepat bertemu dengan Papanya.

"Putt! Mau kemana?" Tanya Denan ketika berpapasan di pintu.

"Pulang," jawabnya acuh.



🍁🍁🍁


"Oke! Sekarang Papa kasi opsi dehh," lelaki itu melangkah maju mendekati anaknya.

"Kamu berhenti melakukan ini semua atau.." lanjutnya sambil menaik turunkan alisnya. Anaknya masih berusaha terlihat sangat senang, pembahasan yang sama melulu, capek!

"ATAU PAPA AKAN BUAT GADIS ITU MATI?!!!" teriaknya, yaa benar, dirinya sudah sangat capek mengurusi satu anaknya ini.

Rahangnya mengeras, kilatan matanya semakin tajam, ia tak terima dengan hal itu! Papanya hanya mengacaukan rencana saja! Tak bisakah Papanya diam menonton? Tak perlu repot-repot seperti ini! Ia sudah besar, ia mengerti harus sampai mana tindakan ini dilakukan!

"Pa! Udah nggak usah ikut campur! Papa diam saja, duduk manis di tempat kerja Papa! De bisa atasin semuanya! Tenang aja, nggak usah khawatir sebegitu dalam! Yang De lakuin belum setimpal dengan yang mereka berikan ke gadis De!" tekannya pergi meninggalkan Papanya.

Papanya mematung, kenapa anaknya sangat bucin! Mengapa sekarang anaknya menjadi psikopat! Dari mana ia belajar?



🍁🍁🍁

Hayo! Saira terancam, eh enggak deng dia emang udah terancam selalu dengan pengagum rahasianya. Wkkwkw

SCHOOL DEATH (END)Where stories live. Discover now