Bagian 5

167 40 7
                                    

"Terkadang mengingat hal pahit lebih indah."

🍁🍁🍁🍁


Hari inii Saira akan melakukan pengobatannya. Kedua orang tuanya sudah dikabari. Untung saja mereka bersedia datang.

Ya, selama ini Saira tak ada yang memperhatikannya dari pihak keluarga. Tak banyak yang merespon saat Bu Tiwy mengabarinya. Padahal putri keluarga Aldera sedang tak baik-baik saja.

Tentang isu kedua orang tua Saira ingin berpisah itu memang benar adanya. Karena sang ayahnya ketahuan berselingkuh dengan ABG.

Kalian pasti tahu penyebabnya.

Tepat sekali, Gionna. Gadis ular. Hidup di dunia seperti itu membuatnya tak takut dengan apa'pun. Merusak rumah tangga orang, adalah hal biasa baginya.

Saat ini Bu Tiwy, Pak bagus, Dokter Galih, Ziva, Denan, dam Putra sudah berada di depan ruangan Saira. Sedang menunggu hadirnya kedua orangtua Saira.

"Gimana Buk? Sudah ada kabar dari kedua orangtuanya Saira?" tanya Pak Bagus.

Pasalnya sudah setengah jam mereka menunggu, sedangkan tritmennya sebentar lagi akan dilakukan.

Bu Tiwy menggelengkan kepalanya. Tak ada tanda-tanda bahwa kedua orangtua dari gadis itu akan datang.

Dokter Galih berdehem singkat, dia akan memulai Tritmen pada pasiennya. Saira. "Akan saya mulai pengobatannya, saya harap setelah selesai pengobatannya kedua orangtua gadis itu hadir." ucap Dokter Galih sebelum berlalu masuk.

Ziva, Denan dan Putra menatap kosong pintu yang sudah tertutup rapat. Lampu diatas pintu itu menyala, menandakan jika pengobatannya sudah dimulai.

"Gue takut," lirih Ziva.

"Bukan lo doang Va, gue sama Denan juga." ucap Putra menenangkan.

Seorang lelaki sedang menatap sayu pintu yang tertutup. Gadisnya sangat lemah. Tapi ada untunya juga jika dia Amnesia. Itu memudahkan lelaki itu untuk memiliki gadisnya.

"Welcome, baby!"

🍁🍁🍁

Sudah terhitung lima jam Saira tak sadarkan diri setelah melakukan tritmen psikoterapi. Tritmen ini dilakukan dengan cara memaksa sang pingidap trauma untuk melupakan kejadian yang menakutkan untuknya.

Tritmen ini bisa menimbulkan efek Lupa ingatan sementara. Itu diakibatkan karena terlalu memaksakan dan banyak mengomsumsi obat dengan dosis tinggi.

Terlalu memaksakan untuk melupakan hal buruk. Membuat Saira sulit bernapas dan berakhir berjerit ketakutan.

Membuat salah satu perawat tak sengaja memukul bagian belakang kepala Saira dengan keras. Ada baiknya itu terjadi. Saira di nyatakan Amnesia sementara.

Kata Dokter Saira harus melakukan cek rutin pada psikiater walaupun dia Amnesia. Itu tak membuat rasa takutnya hilang, dia tak sepenuhnya hilang ingatan.

Kejadian beberapa waktu lalu masih diingatnya terbukti sekarang. Saira sedang menanyakan tentang temannya. Axey.

"Axey mana? Tadi mimpi atau nyata?" tanya Saira sedikit bingung.

Alisnya bertaut, matanya menyusuri ruangan ini. Tak ada yang dikenalinya. Semua asing di matanya.

"Ka-kalian siapa?" tanya Saira.

Semua orang menatap Saira sendu. Bahkan kedua orangtuanya tak kuasa melihatnya.

"Ini kenapa sih? Kok kalian diem?" tanya Saira lagi.

Delia, mamanya Saira. Meneteskan air mata. Kenapa tuhan selalu saja memberi putrinya cobaa.

"Sini nak sama mama, mama rindu Saira!" panggil Delia.

"Mama?" tanya Saira bingung.

"Iya Mama, ini Mama sayang." ucap Delia, Mama Saira.

Air mata Delia tak bisa tertahankan. Ia merasa bersalah saat Saira menderita dia tak ada untuk menemaninya. Memang benar kata pepatah, penyesalan hanya datang diakhir bukan diawal.

Ibu macam mana dia, lebih mementingkan urusan hidupnya dibandingkan anaknya. Ia menenangkan diri saat sang suami kepergok sedang bersama ABG.

Seharusnya dia lebih mendahulukan putrinya dari pada perasaannya. Perasaan nyeri didadanya semakin menjadi.

Saira yang tak tau harus mempercayai wanita dihadapannya ini atau tidak. Dia tak mengenali wanuta dihadapannya ini. Tapi hati kecilnya menyangkal.

Kekuatan seorang ibu dan anak memang tak bisa di jauhkan.

Saira berhambur tak kala melihat wanita yang mengaku ibunya itu menangis. Hati kecilnya mencelos, membenarkan bahwa wanita dielukannya ini benar-benar mamanya.

"Walaupun aku gak inget apa-apa, tapi hati aku berkata iya kalo mama emang mama aku."

Hati Delia menghangat, dia tak ingin kehilangan putrinya lagi. Tak ingin melihat putrinya menderita lagi.

Algi. Papa Saira. Menahan tangisnya. Dia tak menyangka putrinya semenderita ini. Ini salahnya, karena dia putri dan istrinya menderita. Dia akan memberbaiki semuanya.

Menata ulang keluarganya. Kehidupannya. Memulai semuanya dari awal. Memang tak mudah, tetapi kesempatan kedua masih ada.

"Saira."

🍁🍁🍁

Seorang gadis sedang menatap lurus kepada tiga remaja dihadapannya.

"Okey, lo gak inget kami bertiga?" tanya Ziva tak putus asa.

Pasalnya sudah satu jam Ziva menjelaskan tentang mereka. Saira hanya menjawab dengan gelengan kecil, sesekali tersenyum tipis.

"PLIS! Okey gini aja, lo itu Saira. Nama lo Saira Aldera, cewek cantik di SMA Pelita. Dan gue, ralat. Kami nih sahabat lo," ucap Ziva panjang lebar.

Saira mengangguk kecil. Mengerti.

"Nah gue Ziva, dia Denan dan dia Putra." ucap Ziva sambil menunjuk kedua lelaki disebelahnya, "Gue, Denan, Putra, dan lo. Sahabatan, kita best friends!" tegas Ziva.

Saira menganggukan kepala lagi. Mengerti.

"haeusnya sih kita berlima, tapi udah enggak lagi. Dia udah tenang dialam dia," ungkap Ziva tak bersemangat lagi.

Saira mengernyit. Apakah yang diingatannya ini salah satunya?

"Axey?"

Ziva, Putra dan Denan membulatkan mata menatap Saira. Tak percaya. Apakah gadis amnesia ini hanya mengingat tentang Axey? Apakah benar kata Dokter tadi? Hanya mengingat kejadian pahit.

"Lo, inget?" tanya Putra penasaran.

Saira menganggukan kepala, "Gue tau."

🍁🍁🍁

Banyak teori yang udah aku selipin tinggal kalian aja nemu enggaknya. Xixixi

SCHOOL DEATH (END)Where stories live. Discover now