Bagian 15

109 22 4
                                    

"Satu hal kesamaan kita, sama-sama menyukai Musik."

🍁🍁🍁

"Gue pengen kedanau aja, Zi!" ucap Saira mengubah jadwal rencana bepergian ke mall-nya.

Ziva yang merasa aneh, langsung mengerjapkan kedua matanyanya beberapa kali. Membuat Saira tersenyum hangat, melihat tingkah Ziva yang ajaib.

Ziva mengangguk saat Saira menanyakan lagi permintaannya. Tak ada salahnya pergi ke danau, tempat biasa mereka bermain.

Saira bersorak senang. Keinginannya dipenuhi, sangat bersejarah. Karena biasanya Saira akan tidak diperbolehkan oleh para sahabatnya. Katanya sih takut kenapa-napa.

Padahalkan Saira hanya ingin mencari udara segar, bukan mencari om-om mata belang. Hehehhe.

"Zi, matiin ponsel lo. Kita quality time, ya!" seru Saira.

Entah Saira ingin itu. Seperti akan ada sesuatu yang terjadi. Hatinya merasa tak karuan dan gelisah.

Dia belum siap untuk pergi, terlebih memiliki tanggung jawab atas mamanya. Jika dia tak ada, siapa yang akan mengurus mamanya? Di saat mamanya butuh, bakal ada siapa? Mungkin tak ada!

Keluarga yang acuh, semenjak kejadian lima tahun lalu. Bahkan pihak dari papanya tak ada yang berhubungan lagi semenjak Algi tak ada di dunia. Pihak mamanya? Tak berhubungan semenjak lima tahun lalu, saat papanya sedang berjayanya.

Memang sudah takdir Saira mungkin, seperti ini. Jika bisa memilih Saira lebih baik di acuhkan dari pada kehilangan, itu lebih menyakitkan.

"Ra, gak mau ajak Putra sama Denan?" tanya Ziva. Pasalnya mereka hanya berdua dan perempuan. Takut saja jika Saira kambuh dan Ziva tak bisa membantu banyak.

Gadis itu menggeleng pertanda tidak. Biarkan saja mereka berdua, lagi pula Saira sedikit tak percaya dengan denan maupun putra. Seperti ada sisi yang tidak mereka ketahui.

Memang Putra dan Denan tak terbuka pada mereka, bahkan mereka hanya mengenal sifat dan nama saja. Tentang keluarga dan seluk beluk kehidupan mereka? Tidak! Mereka tidam pernah memberi tahu.

Seperti tertutup rapat, tak ada yang boleh mengetahui. Hanya Ziva yang Saira tahu,gadis dari putri seorang Dokter. Gadis cantik, ramah dan baik hati.

Karena memang Ziva yang ingin memberitahu mereka, dan Saira juga begitu. Saira menceritakan semua unek-uneknya pada para sahabatnya. Tentang dia mencintai dunia musik.

Katanya musik itu hidupnya, bahkan semua tentang musik gadis itu menyukainya. Sampai saat Putra dan Denan meminta dia mengajarinya, menjadi tutor piano.

🍁🍁🍁

"Ra, jenguk mama lo yok?" ajak Ziva.

Gadis itu bosan berdiam di taman selama lima jam. Bahkan mereka melewatkan makan siang, yang sudah setengah jam berlalu. Perut gadis itu lapar, tapi gadis di sebelahnya tak merespon sama sekali.

Saira menoleh, melihat Ziva yang tersenyum kikuk padanya. Merotasikan kedua bola matanya, menghela napas panjang. Dia peka dengan apa yang sahabatnya inginkan.

"Gue tau lo laper, terus cari alesan jenguk mama. Biar gur mau pergi dari tempat ini?" satu alis Saira terangkat. Menanyakan pertanyaan yang memang sudah jelas benar.

Ziva tak enak hati, pertanyaan itu memang benar adanya. Perutnya tak bisa di ajak kerjasama, padahal dia masih ingin menemani temannya di sini.

Ziva terkekeh, lalu menaggukan kepalanya. Menandakan jika pertanyaan itu benar, bahkan tepat sasaran.

"Kita ke caffe biasa aja, dan abis itu pulang. Buat sementara waktu gue gak mau ketemu mama!" ucap Saira, beranjak untuk pergi ke mobil milik Ziva.

Ziva mengerti, mungkin sahabatnya ini belum siap bertemu sang mama. Jadilah seperti itu, jangan di paksa nanti dia luluh sendiri.

Ziva yang sadar tak ada pergerakan di sebelahnya, menoleh. Dia mendengus kesal saat mendapatkan sahabat laknatnya,  sudah berjalan menuju mobil.

Sungguh tidak Putra dan Denan yang nyebelin, bahkan Saira pun begitu. Ziva salah pergaulan nih!

"Anjing, Saira tungguin gue bego!"

🍁🍁🍁

Kenapa gak ada satupun yang tau latar belakang kehidupan Putra dan Denan?

SCHOOL DEATH (END)Where stories live. Discover now