Bagian 20

94 23 0
                                    

"Terasa nyata sampai tak bisa dibedakan."

🍁🍁🍁

"Anak sialan!"

"Seharusnya lo nggak lahir di dunia!"

"Nyusahin!"

"Arghhhh!"

Delia, Mama Saira, sudah sedari tadi menggila. Rambutnya yang sudah sangat berantakan, baju yang sudah banyak berlubang. Belum ada seorang yang berani menghentikan aksinya itu. Setiap ada orang yang mendekatinya, ia selalu menodongkan belati di bawah lantai, entah darimana mendapatkan belati itu!

"Dokk, ibu itu menggila sedari tadi, ia juga membawa belati!" adu suster pada dokter yang menangani Delia.

"Sudah dibujuk sus?" tanyanya kembali.

"Sudah berkali-kali, setelah anaknya menjenguk ia semakin menjadi-jadi dokk," ucap suster itu kembali.

Dokter itu menggeleng heran. Tidak ibu tidak anak, semuanya mengalami gangguan jiwa!

🍁🍁🍁

"Zi gue kasian sama Mama," ucap Saira menunduk, "Tapi, gue juga kecewa sama Mama, disaat gue butuh dia, dia malah mencela gue," lirihnya meneteskan air mata. Ziva begitu mengerti, ia segera mendekap sahabatnya.

"Lo bisa Ra, lo bisa, semangat Ra!" ucap Ziva.

"Tapi, kalau gue nggak kuat gimana Zi?"

Ziva semakin mempererat pelukannya, "Ra dengerin gue! Ada gue, Putra sama Denan yang selalu dukung lo! Kita akan bersama lewatin ini semua, kita akan dukung lo! Kita nggak akan ninggalin lo sendirian! Ingat itu Ra," tekan Ziva, Saira mengangguk.

"Makasih Zi lo ada kapan aja disaat gue butuh sandaran, jangan pergi ya Zi? Gue gak sanggup kalo lo harus pergi,"

"Iya, gue nggak akan kemana-mana, gue akan selalu nemenin lo kapan'pun dan di mana'pun, gue akan support lo! Ingat janji gue baik-baik ya Ra, lo harus kuat, gue juga ga mau kehilangan lo,"  ucap Ziva melerai pelukannya, "Ra janji sama gue, lo berhasil lewatin semua ini! Lo tetep semangat gimana pun keadaannya, lo nggak boleh nyerah sampe titik terang itu lo temuin! Buat hidup lo berwarna lagi! Janji sama gue Ra!"

Saira mengangguk, sebenarnya ia tak yakin bisa melewati semua ini, "Iya, lo doain gue dong!"

Saira tersenyum tulus, berpura-pura baik itu melelahkan. Bahkan dia sudah tak sanggup dengan ini semua. Jika benar-benar dunia tak menerimanya, maka dia akan akhiri semuanya.

🍁🍁🍁

Hamparan pantai memenuhi itensi gadis ini. Entah sejak kapan dia berada di sini, sepertinya dia tak ingat apa-apa sama sekali. Apa lagi keadaan pantainya sangat sepi.

Lalu untuk apa gadis ini di sana? Seperti membuang waktu saja. Kaki jenjang itu mulai menyusuri pantai, entah pipinya seakan tertarik menujukan senyum manis. Padahal dia sedang tak ingin tersenyum!

Dress putih selutut itu menemai gadis itu, ah itu dress pemberian sahabatnya Axey. Dia sangat menyukainya, menurutnya itu dress paling dia suka.

Bola mata cantik itu memfokuskan matanya pada objek di depan. Nampak gadis sebaya-nya sedang memunggunginya, tanpa ragu gadis itu memanggilnya.

"AXEY!" panggilnya, entahlah bibirnya seakan dikontrol.

Gadis di sebrang sana membalikan tubuhnya, benar itu sahabatnya. Axey!

Senyumnya semakin melengkung, dengan mata berbinar. Entah gadis itu sangat senang melihat sahabatnya.

Kakinya berjalan mendekati Sahabatnya. Memeluk erat sampai sang empu menggelengkan kepalanya, mereka sama-sama menyalurka rindu terpendam.

"Rindu, Axey banyak-banyak!" serunya.

Axey tertawa lepas, sahabatnya satu ini memang sangat ajaib. Seperti sudah handal dalam menutupi ketakutannya.

"Hm, jaga diri baik-baik! Jika lelah aku akan membawamu ketempat ternyaman," ucapnya dengan senyum manis.

Dahi gadis itu berkerut, sampai pelukannya melonggar. Jangan membuatnya semakin rumit!

"Apa maksudnya?"

"Ingatlah, akhiri semuanya. Semuanya hanya tipuan, jangan percaya! Dia jahat, kuncinya ada padanya!"

🍁🍁🍁

Dua part menuju ending!

SCHOOL DEATH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang