Bagian 17

89 23 0
                                    

"Jangan takut, aku selalu ada di sekitarmu!"

🍁🍁🍁🍁


"Bagus, dalam seminggu kamu nelan delapan korban yaa," ucap lelaki itu menyalang.

De berdecak, tak ada topik lain yang lebih penting kah? Ayahnya membuang waktunya saja.

"Sopan santun kamu kemana?" keras lelaki itu mulai berdiri, "Hentikan!" Tekan lelaki itu sekali lagi kemudian pergi.

"Papa tenang aja, nggak usah risau, De udah pro," teriak De meyakinkan.

🍁🍁🍁

"Zi kok gue ngerasa ada yang janggal yaa,"

Ziva nampak berfikir dengan pertanyaan Saira, benar juga. Satu minggu delapan orang meninggal secara tak diduga. Aneh sekali!

"Bener juga lo Ra! Siapa ya dalang dari semua ini, masalah pribadi mereka semua? Tapi kayaknya nggak mungkin deh, sangat mustahil!"

Saira bergumam, "Gue rasa, orang yang sekolah disini juga dehh! Yakin gue!"

"Dor!"

"Denan! Lo apa apaan sih! Kaget tahu! Bisa nggak datang itu pake salam kek! Dateng-dateng maen dor-dor aja! Huh!"

Denan menyengir memamerkan deretan gigi putihnya dengan gingsul di gigi taring, "Peace," ucapnya melayangkan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"Kembaran lo kemana?"

"Ciee Ziva nyariin Putra ciee, ahahaha," goda Saira, sangat bersemangat menggoda!

Ziva berdecak sangat tak suka, "Apaan sih lo," Sangat sinis, wah!

Saira dan Denan bertatapan, terikatnya ikatan batin dan, "Ciee Ziva marah!" teriaknya barengan.

"Pipi Ziva mulai merah gayss!" Teriak Denan berlari sepanjang koridor.

Ziva yang diejeknya mati-matian ikut mengejar Denan, beritahu julukan yang tepat untuk mereka berdua! Ziva sebenarnya kamu suka siapa sih?! Saira menggelengkan kepalanya.

🍁🍁🍁

"Telah ditemukan jasad siswi kelas IX IPS 3, atas nama Ayasa Geraldine Sianturi, kami mohon jangan panik, tetap waspada, kami para guru sedang memproses jenazahnya, KBM hari Senin kita bubarkan, terima kasih, kalian boleh pulang," kurang lebih seperti itulah bunyi speaker di kelas Saira.

Ziva yang melihat Saira sudah mengeluarkan keringat dingin langsung segera ditutup telinganya. Murid kelasnya tidakkah tidak bisa heboh sehari saja?! Ziva sangat kesal dengan kejadian ini!

"Lo kuat Ra kuat! Ayo pulang!" Ajak Ziva, Saira menurut saja, dirinya sudah sangat pusing sedari pagi tadi.

"De, Putra mana? Kalo dia nanyain, jawab aja gue pulang duluan, maaf enggak nepatin kata dia, makasih De,"

Putra kemana? Sedari tadi ia tak melihat sama sekali. Apa ada hubungannya dengan Putra? Ahh mana mungkin. Bisa saja Putra sedang sakit, kan? Terus izin deh.

"Ayo Zi," ajak Saira.

🍁🍁🍁

Srakk.

Pisau itu sudah membekas di seluruh siswi itu. Darah sudah bercucuran sedari tadi. Nyawanya mungkin masih diujung kepalanya, sebentar lagi baby.

"J-j-ang-an," gadis itu masih dapat berbicara tertatih. Mulutnya sedari tadi sudah mengucapkan segala doa yang dihafalnya. Meninggalkan nyawanya dengan sangat sakit!

Seringaian sedari tadi ia tunjukkan. Gadis ini perlu bermain sebentar dengannya. Tangannya sudah ia ukir nama Ayasa 'D'. Kakinya ia goreskan membentuk kata 'pelacur'. Kedua pipi gadis itu sudah membentuk tanda silang. Sayatan masih diberikan olehnya. Sungguh sakit!

Gadis itu juga masih dapat meneteskan air mata, hanya menambah perih tubuhnya!

"Mama tolong Ayasa! Ayasa nggak kuat! Maafin Ayasa Ma, jaga diri baik-baik, maaf Ayasa belum menjadi anak yang Mama inginkan, sakit Maa!" lirihnya dalam hati.

1, 2, 3, lelaki itu dengan lirih menghitung, dan CLAP. Pisau itu ditariknya dari pipi sang gadis. Sudah tak ada nyawa! Percobaan membunuh dengan memotong tanpa menyentuh berhasil dengan sangat mulus!

🍁🍁🍁

Lelaki itu menatap sangat tajam dan dingin. Semakin dibiarkan semakin melonjak! Ralat sudah sering di beri nasihat tapi tetap melunjak!

"Tunggu tanggal mainnya nak, gadismu itu akan lenyap di tangan Papa, anggap saja balasan dari orang yang kau sakiti, lihat saja," ucapnya dalam hati. Lelaki itu menyeringai kemudian pergi dari hadapan anaknya.

Tunggu tanggal mainnya!

🍁🍁🍁

Gak anak gak bapaknya sama-sama psikopat ya bund!

SCHOOL DEATH (END)Where stories live. Discover now